Sungai Sake adalah
anak Sungai Keruh. Dari muara di Sungai Keruh terus ke hulu sungai, terdapat
Desa Rantau Sialang, Desa Kertajaya, dan Talang-Talang masyarakat lainnya. Air
Sungai Sake juga berwarna kuning mirip air Sungai Keruh. Terdapat pohon rengas
dan rotan yang tumbuh subur disepanjang tebing Sungai Sake. Sungai ini
berkelok-kelok tajam seperti liukan ular raksasa. Dalam kisahnya, ada haru dan
pilu.
******
Pada zaman dahulu
kalah, Pedatuan Dataran Negeri Bukit Pendape adalah sebuah negeri yang makmur.
Di pimpin oleh seorang yang bergelar Puyang Maha Datu atau pemimpin dari semua
puyang dan datu-datu, namanya Puyang Bagunara. Istananya di ibu kota negeri
bernama, Salikutanjung.
Pada masa itu,
tersebutlah sebuah Talang bernama Talang Bulanan, yang besar. Rakyatnya banyak,
rumah-rumah panggung, hidup dari berternak dan juga berladang. Dinamakan Talang
Bulanan karena banyak sekali wanita cantik bagai bulan purnama yang lahir di
Talang itu. Itulah sebabnya dinamakan dengan Talang Bulanan. Bulanan bermakna,
anak bulan. Zaman dahulu untuk menggambarkan wanita cantik diumpamakan dengan
bulan purnama. Talang Bulanan dipimpin oleh seorang datu, bernama Bagaru.
Bagaru kemudian diberi gelar Puyang Datu Bulanan.
Bagaru atau Puyang
Bulanan memiliki tabiat serakah, sombong, dan keras kepala. Dia banyak harta
seperti uang, emas, benda berharga dan hewan ternak. Puyang Bulanan badannya
tinggi besar, kulit sawo matang, rambut ikal bergelombang. Akalnya cerdik dan
licik sekali. Puyang Bulanak sudah beristri dan memiliki lebih dari sepuluh
orang anak.
Puyang Bulanak
menyukai seorang gadis miskin yang sangat cantik, namanya Masana. Dia tinggal
di tepi Talang Bulanan di rumah yang sederhana, berdinding bambu dan beratap
daun rumbia (sedang). Ibunya sudah tua dan sakit-sakitan. Ayahnya sudah lama meninggal
dunia. Sekarang dia tinggal bersama ibunya saja. Masana yang sangat cantik
menjadi kembang Talang. Banyak yang jatuh cinta padanya. Karena dia sangat
cantik dan paling cantik. Maka Masana dijuluki Putri Bulan.
Puyang Bagaru
tertarik dengan kecantikan Putri Bulan. Dia pun berusaha mendapatkan Putri Bulan.
Bagaru adalah laki-laki tua tidak tahu diri rupanya. Mentang-mentang dia
berkuasa dan kaya dia dengan remeh memperlakukan orang-orang. Suatu hari
datanglah Puyang Bulanan dan menyatakan niatnya melamar Putri Bulan pada
ibunya. Ditemani beberapa orang anak buahnya.
Berbaju kurung,
celana panjang, kain melilit di pinggang, pibang terselip, dan memakai ikat
kepala tanjak songket. Puyang Bulanan bejanji akan membahagiakan Putri Bulan,
akan membuatkan rumah yang bagus dan baru. Akan menuruti semua permintaan Putri
Bulan. Asalkan Putri Bulan bersedia menjadi istri.
Sombong dan
merendahkan keluarga Putri Bulan. Langsung saja lamaran itu ditolak oleh ibu
Putri Bulan. Hanya karena keluarga Putri Bulan miskin Puyang Bulanan mengira
akan dapat membeli cinta Putri Bulan. Mereka adalah wanita yang mulia dan
terhormat. Memiliki harga diri yang tinggi. Tidak ternilai oleh materi. Apalagi
sampai merebut suami orang. Itu tidak mungkin bagi Putri Bulan.
*****
Sementara itu seorang
bujang yang baik hatinya. Berbudi luhur dan rendah hati. Yang rupanya Putri
Bulan juga menyukainya. Nama pemuda itu, Larasipan. Di panggillah Larasipan
oleh ibu Putri Bulan, lalu menceritakan tentang kejadian beberapa hari yang
lalu. Kalau Puyang Bulanak melamar Putri Bulan. Karena takut akan Puyang
Bulanak yang buruk tabiatnya. Maka menikahlah Larasipan dan Putri Bulan
segerah. Pernikahan sederhana, namun membuat bahagia keduanya termasuk keluarga
Larasipan.
Puyang Bulanak merasa
sakit hati sekali. Namun rasa sukanya telah ditunggangi setan. Dia tidak
berpuas hati dirinya di tolak. Padahal dia orang terkaya di Talang Bulanak.
Juga seorang Datu yang kuat dan perkasa. Maka dia merasa gengsi dan tidak
berpuas hati kalau belum memiliki Putri Bulan. Apalagi Larasipan yang diterima
Putri Bulan juga pemuda miskin. Bukan orang kaya dan berkedudukan seperti dia.
Sekarang, bukan lagi
rasa suka tapi bentuk kesombongan dirinya. Dicarilah cara untuk menyingkirkan
Larasipan suami Putri Bulan. Sebulan kemudian ibu Putri Bulan meninggal dunia.
Di kuburkan di samping makam ayahnya. Ibu Putri Bulan wanita yang setia. Walau
ayah Putri Bulan sudah lama meninggal. Dia masih muda dan banyak yang melamar.
Tapi ibu Putri Bulan tidak mau menikah lagi. Bertambah sedih Putri Bulan. Hanya
sang suami tempat dia bergantung sekarang.
Suatu hari Larasipan
akan pergi ke pasar di Pedatuan. Dia seorang diri, hendak membeli garam dan
bibit padi. Sebab sebentar lagi musim berladang tiba. Sedangkan mereka belum
memiliki benih padi. Maklumlah mereka baru menikah jadi harus dari awal
semuanya. Pagi-pagi Larasipan berangkat dengan menggendong bunang. Bunang
adalah keranjang besar khusus mengangkut padi.
Berpamitan dengan
istrinya Putri Bulan. Puyang Bulanan mengetahui kalau Larasipan akan belanja ke
pasar Pedatuan. Maka Puyang Bulanak memulai rencana jahatnya. Demikianlah, dia
perintahkan orang bayaran untuk membunuh Larasipan setelah jauh dari Talang
Bulanak. Sehingga Larasipan tidak kunjung pulang lagi. Manusia baik itu kini
telah tiada lagi. Korban kejahatan manusia yang sangat jahat dan busuk.
*****
Hari menjelang malam,
tapi Larasipan belum pulang. Masakan sudah dingin dan perut Putri Bulan juga
sudah lapar. Tapi dia belum makan karena menunggu suaminya untuk makan malam.
Putri Bulan memanaskan kembali gulai pindang jamur kuping kesukaan Larasipan.
Namun sampai besok pagi belum juga pulang. Hari demi hari Putri Bulan menunggu
dan menunggu.
Saudara dan keluarga
mencari Larasipan ke Pedatuan. Tapi mereka tidak menemukannya. Bulan berlalu,
tahun berganti, namun Larasipan masih belum pulang. Kini sudah empat tahun
berlalu. Tapi Putri Bulan masih menunggu suaminya pulang. Tabah dan sabar
dirinya sebagai seorang istri yang setiah dan berbudi luhur.
Setiap malam Putri
Bulan tidur di depan pintu, doa terus dipanjatkan pada yang maha kuasa.
Sekarang, waktu yang direncanakan Puyang Bulanan tiba. Dia ingin melamar Putri
Bulan kembali. Beralasan suami Putri Bulan sudah lama tidak pulang. Jadi sudah
dianggap janda atau gugur pernikahan mereka. Puyang Bulanak kembali mengganggu
Putri Bulan. Kembali merayu dan mendekati, memberi hadia baju dan kain tenun
songket yang indah. Memberikan perhiasan dan bermacam-macam makanan. Dia
berkata tidak ada gunanya lagi Putri Bulan menunggu suaminya. Tidak ada gunanya
lagi setia dengan laki-laki tidak bertanggung jawab seperti Larasipan.
Bermacam-macam isu
tentang Larasipan tersebar. Entah siapa yang menyebar isu-isu tersebut. Ada
yang bilang Larasipan telah pergi ke negeri jauh dan menikah. Ada yang bilang
kalau Larasipan diambil suban atau sejenis mahluk halus. Ada
juga yang bilang mungkin di terkam harimau. Tapi Putri Bulan tetap setia dan
setia. Dia bilang kalau dia seorang istri yang menunggu suaminya pulang.
“Putri Bulan,
terimahlah lamaran kakanda. Kakanda berjanji akan menceraikan istri kakanda
nantinya kalau kita sudah menikah.” Kata Puyang Bulanak.
“Maafkan saya, Paman
Datu. Bukan menolak tapi aku ini istri seseorang. Maka tidak patut kalau
menikah lagi. Apalagi menikah dengan suami orang.” Jawab Putri Bulan. Puyan
Bulanak masih sabar dan terus berusaha dengan lembut. Sampai batas kesabaran
itu. Maka mulailah berkata-kata kasar pada Putri Bulan.
“Dasar wanita keras
kepala. Suamimu sudah mati dimakan cacing tanah. Masih saja menunggu pulang.”
Kata Puyang Bulanak kesal dan marah.
“Tidak, kakanda
Larasipan masih hidup. Setidaknya dia hidup di hatiku. Tidak akan ada lagi yang
lainnya. Walau pun seandainya aku tidak mencintainya lagi. Tapi aku tetap
perempuan terhormat sebagai istri. Sebab sebuah kehormatan bagi seorang istri
ketika dia tetap setia pada suaminya yang jauh darinya. Kapanpun dan
dimanapun." Jawab Putri Bulan.
“Baiklah kalau kau
begitu keras kepala. Dasar wanita tidak sadar diri. Kau pikir siapa dirimu.
Kalau begitu tunggulah akibat dari penolakanmu ini. Aku mau memuliakanmu, tapi
kau sombong sekali. Tanggunglah akibatnya atas kekerasan kepalamu ini. Ingat
itu, kau akan menyesal nanti.” Kata Puyang Bulanak dengan berapi-api. Kemudian
dia pergi entah kemana. Tinggal Putri Bulan yang malang meratapi nasipnya yang
penuh cobaan. Saudara dan keluarga sudah pergi semua. Dia kini hidup
sebatangkara di Talang Bulanan.
Putri Bulan menangis
pilu disetiap waktu. Dia tetap berpegang pada kesetiaan untuk suaminya. Dia
bersumpah lebih baik dia mati dari pada berkhianat pada suaminya. Walau dia
akan menangis sampai air matanya berair kuning lalu mengalir seperti sungai.
Karena banyak dan derasnya sekalipun air matanya jatuh. Putri Bulan tetap akah
setiah pada suaminya. Dia tidak akan menyerahkan dirinya pada lelaki manapun.
Dia tetap menjaga kehormatan dirinya sebagai seorang istri.
Sementara itu, Puyang
Bulanan terus marah-marah dan sangat marah. Dia mencaci maki dan
menghina-hinakan Putri Bulan. Puyang Bulanak mengancam akan membuat Putri Bulan
menyesar dengan keputusannya itu. Dalam gusarnya dia minum tuak sampai mabuk.
Membanting-banting barang, cangkir, piring, kendi, guci dan apa saja yang ada
didekatnya.
Putri Bulan yang pilu
hatinya. Putri Bulan berdundai untuk mengobati kesedihannya. "Ayah dan ibuku, sudah pergi. Mertua juga
sudah lama pergi. Suami yang aku tunggu belumlah pulang. Saudara-saudara juga
tiada lagi. Mengapa aku begitu malang. Wahai pencipta langit dan bumi. Kapan
aku juga menyusul pergi. Hidup miskin tiada mengapa. Asalkan tidak miskin
saudara." Itulah suara badundai Putri Bulan. Badundai adalah kesenian
tradisional masyarakat Melayu Sungai Keruh.
*****
Puyang Bulanan yang
tidak menerimah karena cintanya di tolak terus oleh Putri Bulan menjadi dendam.
Dia merasakan sangat sakit hatinya. Sudah berbagai cara dia lakukan untuk
mendapatkan cinta Putri Bulan. Tapi itu sangat mustahil pikirnya. Kemudian dia
menyusun rencana jahat. Akan memfitnah Putri Bulan dengan kejam. Dia kemudian
mengumpulkan puluhan warga yang berpihak padanya. Lalu dia mengarang cerita
bohong. Menuduh Putri Bulan telah berzinah dan bercinta gelap. Itulah mengapa
Putri Bulan selalu menolak cinta dan lamarannya. Warga percaya dan termakan
hasutan Puyang Bulanak. Selain hasutan juga ada hadiah-hadiah uang untuk mereka.
Puyang Bulanak
membayar seorang laki-laki. Tugas laki-laki itu adalah mendatangi rumah Putri
Bulan. Lalu anak-anak buah Puyang Bulanak mengajak warga mengintip. Suat hari
rencana fitnah dimulai. Diatur, seorang laki-laki bertopeng bayaran Puyang
Bulanak mendatangi rumah Putri Bulan. Laki-laki itu terlihat mengetuk pintu
rumah Putri Bulan. Kemudian warga yang bersembunyi mendatangi rumah. Melihat banyak
warga, laki-laki itu berlari dengan cepat.
“Putri Bulan, siapa
yang datang tadi. Apakah dia laki-laki yang menjalin hubungan gelap denganmu.”
Tanya seorang warga. Putri bulan begitu kaget dan tidak mengerti. Dia bilang
tidak tahu menahu. Keluarga suaminya juga ada yang ikut dan termakan hasutan.
Warga tidak percaya
dan terus mendesak agar megakui siapa laki-laki itu. Karena belum ada bukit
kuat. Untuk sementara warga menahan amarahnya. Puyang Bulanak terus menerus
memanasi-manasi warga. Keluarga Larasipan juga sangat kecewa. Suatu hari
kembali warga berkumpul dan beramai-ramai mengintai. Kembali seorang lelaki
bertopeng bayaran Puyang Bulanak datang. Mengetuk pintu, kemudian Putri Bulan
membuka pintu.
Putri Bulan terkejut
dan ketakutan. Kemudian laki-laki itu menerobos masuk dan memeluknya. Warga
melihat semua itu, salah menduga. Padahal pelukan itu adalah paksaan. Warga
tidak sabar lagi. Lalu menyerbu kerumah Putri Bulan. Kembali si laki-laki
berlari menghilang. Maka Putri Bulanlah yang menjadi sasaran. Dia dipukul,
disiksa dan rambutnya digunting. Putri Bulan diarak di Tengah Talang. Warga
yang terhasut begitu marah. Membuat dia menjadi bulan-bulanan pukulan, lemparan
batu, dan caci maki.
Darah membasahi
sekujur tubuh Putri Bulan. Putri Bulan diikat di sebuah tingan kayu yang
terdapat di lapangan berumput di pinggir Talang. Lapang itu memang tempat warga
berkumpul dan musyawarah dan tempat menghukum warga yang bersalah. Hanya
menangis pilu dan sedih yang dapat Putri Bulan lakukan. Kemudian datang Puyang
Bulanak dan kembali membujuk agar mau menjadi istrinya.
“Kalau kau mau
menuruti aku. Tidak akan terjadi hal seperti ini." Ujar Puyang Bulanak.
“Ternyata ini ulah
busukmu, wahai orang jahat. Aku tidak akan mau menyerahkan diriku padamu. Aku
punya suami walau aku tidak tahu dimana dia berada sekarang. Sudah mati atau
masih hidup. Aku wanita bersuami dan tetap akan tetap setia pada suamiku sampai
kapan pun. Tidak perduli seberapa menderitanya aku. Tidak perduli betapa
buruknya jalan nasibku. Aku seorang istri dan akan terus berbakti pada suamiku.
Jangankan orang jahat sepertimu. Orang baikpun aku akan tetap setia pada
suamiku.” Jawab Putri Bulan dengan tegas.
Puyang Bulanak
sebagai Datu Talang Bulanak memutuskan menghukum mati Putri Bulan. Alasannya
dia tidak mau menyebutkan laki-laki yang menjalin hubungan gelap dengannya.
Putri Bulan telah mengotori Talang dan harus dihukum. Agar tidak ada lagi yang
berbuat zinah. Serta menjadi pelajaran bagi yang lainnya. Fitnah Puyang Bulanak
berhasil dengan baik. Maka Putri Bulan di hukum gantung warga Talang Bulanak.
Tidak ada yang membelah sebab semua benci pada Putri Bulan yang dituduh
berzinah.
Keluarga Larasipan
juga membenci Putri Bulan sekarang. Maka tidak ada yang perduli lagi dengan
hidup Putri Bulan. Putri Bulan meneteskan air mata. Sebelum dia meninggal
terbayang wajah suaminya, ayah ibunya. Kemudian dia pasrah dan menerima
ketentuan dari sang pencipta. Sebelum dia dihukum gantung, dia berkata.
“Aku tidak perlu
menjelaskan tentang aku. Sebab kebenaran dan kesalahan selalu terlihat
dikemudian setelah semuanya usai. Seandainya aku pernah bersalah, maka maafkan
aku. Selamat jalan semuanya. Aku habiskan kemarahan dan aku tidak membenci
kalian semua. Sebab kalian tidak tahu apa-apa. Hanya satu manusia yang
bertanggung jawab. Maka satu juga yang dihukum. Tapi kalian juga tetap
terkena imbasnya.” Kata Putri Bulan untuk terakhir kalinya.
Dia pun meninggal di
tiang gantungan. Tubuh Putri Bulan dikubur di sebuah lembah. Setelah itu, warga
pulang kerumah masing-masing seperti biasa. Beberapa saat kemudian cuaca buruk
sekali. Angin dan mendung datang, yang dilanjutkan hujan dan petir. Bagi warga
itu adalah hal biasa. Jadi tidak dipermasalahkan. Memang musim hujan. Warga
juga tidak merasa bersalah atas Putri Bulan. Yang mereka tahu Putri Bulan telah
berbuat dosa yang sangat besar, berzina.
Warga benar-benar
tertipu sekaligus terhasut oleh Puyang Bulanan. Namun hujan mulai dirasakan
aneh ketika tidak kunjung berhenti. Sehari, dua hari, seminggu, sebulan. Ada
seorang kerabat Larasipan bermimpi bertemu dengan Larasipan dan Putri Bulan di
sebuah taman yang indah. Putri Bulan meminta mereka segera pergi ke Bukit
Pendape. Sebuah tempat tertinggi di Kawasan Negeri Dataran Bukit Pendape.
Setelah diceritakan hal itu, satu demi satu warga pergi mengungsi ke Bukit
Pendape.
Hujan yang tidak
pernah berhenti selama tiga bulan lamanya. Membuat banjir seluruh Kawasan
Negeri Bukit Pendape. Penduduk mengungsi ke atas Bukit Pendape. Tidak lama kemudian
tenggelamlah Talang Bulanan. Puyang Bulanan yang kasar, sombong, kejam, angkuh
tidak mau pindah. Hanya anak istrinya yang pergi. Puyang Bulanak tidak mau
pindah karena tidak mau meninggalkan harta bendanya yang banyak. Dia sibuk
memindahkan ternak, harta benda, ke bukit-bukit sekitar Talang Bulanak. Tentu
saja para pengawal dan beberapa penjilat dan orang bayaran memfitnah Putri
Bulan tetap tinggal.
Dia tidak ingin
meninggalkan ribuan sapi, kambing, dan kerbau. Rumah yang besar dan peralatan
mahal yang banyak. Semua penduduk pergi sebelum banjir terlalu besar dengan
rakit-rakit. Penduduk pergi ke arah hulu menuju Bukit Pendape. Penduduk takut
sebab cerita mimpi-mimpi warga. Jangan-jangan mereka telah salah menghukum
orang, Putri Bulan. Maka mereka mengungsi secepatnya.
*****
Pada zaman setelah
masah dinosourus, masih banyak hidup ular-ular naga yang panjang dan
besar-besar. Nun jauh di Samudera Hindia, beratus-ratus ular naga besar itu
sedang berenang menuju Samudera Pasifik. Keadaan banjir besar membuat air laut
dan daratan Pulau Sumatera Bersatu. Maka tersesatlah ratusan ular naga itu.
Tanpa sadar berenang menuju Dataran Negeri Bukit Pendape.
Ular naga yang lapar
tentu saja mencari-cari makanan di dalam perjalanannya. Hujan lebat juga
menjadi kesukaan ular naga. Maka ular-ular naga itu, menemukan banyak sapi,
kerbau, kambing yang berkumpul di atas bukit-bukit kecil yang hampir tenggelam.
Ular-ular naga itu memakan sapi-sapi itu, kambing, dan kerbau milik Puyang
Bulanan. Puyang Bulanan, anak-anak buahnya, dan lelaki bayaran memfitnah Putri
Bulan, juga akhirnya dimakan oleh ular-ular naga itu.
Karena kekenyangan
ular-ular naga itu istirahat di kaki Bukit Pendape yang tidak tenggelam.
Penduduk yang mengungsi termasuk Puyang Pedatuan. Melihat banyaknya ular naga
itu. Ada yang masih membawa sapi atau kerbau di mulutnya. Ada juga yang
mengunyah dan memuntahkan baju manusia. Tahulah mereka kalau itu baju Puyang
Bulanan dan para pengikutnya.
Ada seorang penduduk
yang terjatuh dan hanyut. Mereka mengira akan dimakan oleh naga-naga itu. Tapi
ternyata tidak, justru ditolong dan diantar ke daratan. Penduduk Talang Bulanan
kemudian menceritakan semua itu pada Maha Datu. Maka tahulah mereka kalau semua
itu adalah azab dari sang pencipta. Memang kata beliau, satu orang berbuat dosa
kemungkinan semua juga terdampak dari azabnya. Jangan sampai negeri kita,
daerah kita banyak berbuat dosa, karena kita semua akan menanggung akibat dari
azab sang pencipta.
Ular-ular naga itu,
tertidur cukup lama membuat mereka lupa kembali ke laut. Hujan telah redah dan
air telah surut. Ratusan ular naga itu berenang di sisa banjir yang membuat
lumpur memanjang. Dari gosokan dan gesekan tubuh ular-ular naga yang besar itu
membuat semacam jalur mirip sungai. Karena ular naga beriringan, membuat jalur
itu menjadi dalam dan seperti sungai kecil. Mereka mencari air dan mencari
laut. Kemudian akhirnya tiba di pinggiran Sungai Keruh. Maka mereka terjun ke
dalam Sungai Keruh dan terus berenang ke hilir. Sampai di Sungai Musi dan
berenang menuju laut kembali.
Jalur berlumpur dan
mirip sungai kecil tersebut tergenang air. Akibat pengikisan tanah saat hujan
maka jalur itu semakin dalam dan dalam. Saat hujan air hujan mengalir deras di
dalamnya terus mengalir sampai Sungai Keruh. Lama-kelamaan terbentuklah sungai
yang besar. Dalam kurun waktu ribuan tahun atau jutaan tahun kemudian. Aliran
air semakin deras, yang terus mengikis dasar tanah ke kiri ke kanan. Membuat
badan jalur tersebut menjadi dalam dan melebar. Sehingga terbentuklah sebuah
sungai yang berair kuning mirip air Sungai Keruh. Penduduk Talang Bulanan yang
telah kembali beberapa bulan kemudian. Menamakan sungai baru itu dengan, Sungai
Sake.
Penamaan Sungai Sake
karena ada fhilosofisnya. Pengertian dari kata sake adalah bentuk dari suatu
akhir perjalanan kehidupan yang buruk. Kata sake dalam bahasa
Melayu diistilahkan untuk menyebut pohon yang sudah terlampau tua sehingga
sebagian dahannya, batangnya sudah lapuk, atau mati. Sebagian lagi masih hidup
dan berdiri. Kata sake bermakna hidup jangan sombong dan
angkuh apalagi melampaui batas. Sebab kekuatan, kekuasaan di dalam hidup itu
ada akhirnya. Ada hukumannya dan ada yang berkuasa atas alam semesta.
Ingatlah, Sungai Sake
maka kamu tidak akan menjadi sombong. Pesan orang tua-tua di Kecamatan Sungai
Keruh. Kalau kamu menikah nak, ingatlah Putri Bulan yang setiah dan mulia.
Jangan pernah menghianati suamimu walau dia sendiri kurang baik terhadapmu.
Aplagi kalau dia memang baik. Jadilah wanita sesungguhnya, setia adalah
kehormatan bagi seorang istri.
Oleh. Joni Apero.
Editor. Selita. S. Pd.
Palembang, 10 November 2019.
Arti Kata:
Puyang: Gelar kehormatan untuk pimpinan atau panggilan untuk orang tua atau saudara dari kakek nenek kita. Datu: Pimpinan Talang/Desa/Dusun. Kata datu bahasa asli Melayu sebelum dipengaruhi oleh kebudayaan hindhu-budha dan Islam. Datu dizaman kita sekarang sama seperti Kades atau Kadus.
Dataran Negeri Bukit Pendape adalah nama wilayah tradisonal yang meliputi tiga kecamatan dan seluruh wilayah di seberang Kota Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin. Yaitu, Kecamatan Sungai Keruh, Kecamatan Pelakat Tinggi, Kecamatan Jirak Jaya. Selain itu banyak bagian-bagian dari kecamatan lain seperti sebagian Kecamatan Sekayu dan lainnya.
Cerita rakyat asli Dari kecamata Sungai keruh musi banyuasin, Sudah lama Aku Cari persi tuliskan seperti ini, soalnya Aku selama ini cuma dengardari cerita Lisan Saja, Terimakasih
ReplyDelete