6/25/2019

Syair Khadamuddin. Syair Sastra Melayu Klasik

Apero Fublic.- Lembar pertama dari naskah Sayir Khadamuddin, diawali dengan basmalah. Syair Khadamuddin adalah bentuk sastra lama dari kesusastraan Melayu di Riau. Buku syair Khadamuddin mendapat cap pertama dari penerbit “Matba’ah Al -Ahmadia 1342 Hijriah, Singapura (1926 Masehi). Syair Khadamuddin adalah hasil karya pengarang yang bernama Aisyah Sulaiman Riau.

Merupakan salah satu karya yang sangat populer dikalangan masyarakat Orang Melayu pada masa lalu. Syair ini, mengisahkan sikap dan pandangan hidup serta kesetiaan seorang istri terhadap seorang suami. Syair Khadamuddin bukan saja menjadi bacaan yang bersifat hiburan, akan tetapi syarat dengan contoh teladan, pesan-pesan serta nasihat-nasihat yang berguna bagi para istri yang ingin berbakti dan mendambakan kebahagiaan dalam kehidupan rumah tangga.


Naskah Syair Khadamuddin yang ditranslitrasi atau dialih aksarakan ke huruf latin, berdasarkan naskah koleksi Yayasan Kebudayaan Indera Sakti di Pulau Penyengat di Tanjung Pinang. Bernomor 37/C-YIS-1983 dalam Katalog Koleksi Naskah dan bahan-bahan lain milik yayasan tersebut. Syair khadamuddin ditulis dengan aksara Arab-Melayu atau Aksara Jawi.

Isi buku setiap halaman terdiri dari 10 bait dengan terdiri dari empat baris dalam setiap bait. Maka dengan demikian ada kurang lebih 1490 bait, atau terdapat kurang lebih 5960 baris kalimat. Dalam penggunaan bahasa menggunakan dialek Melayu yang khas. Pada bagian terakhir buku Syair Khadamuddin di muat dengan daftar kata yang dianggap tidak di mengerti umum, yang terdiri dari 155 halaman isi dan ditambah halaman pelengkap.


Syair khadamuddin adalah hasil karya sastra Melayu yang ditulis seorang wanita, Aisyah Sulaiman. Nama lengkapnya Raja Aisyah binti Raja Sulaiman Ibni Ali Haji, pujangga Riau terkenal (1808-1870). Raja Aisyah Sulaiman, selanjutnya disebut Aisyah Sulaiman saja, sebagaimana tercatat di dalam Syair Khadamuddin.

Lahir dan dibesarkan di Pulau Penyengat, dan berpulang di Johor pada tahun 1930-an, dikebumikan diperkuburan diraja Johor “Mahmudiah.” Aisyah Sulaiman bersuami Raja Khalid Hitam bin Raja Haji Hassan ibni Raja Ali Haji, keduanya menikah bersepupu. Raja Khalid Hitam bekas bentara kiri Kerajaan Riau-Lingga merupakan juga seorang tokoh terkemuka di kalangan istana-istana Melayu, seperti Johor, Terengganu, dan Pahang.

Raja adalah gelar bangsawan di kesultanan Melayu Riau-Lingga keturunan Bugis. Kemudian,  Setelah pemecatan Sultan Riau-Lingga terakhir Abdul Rahman Muazam Syah pada tahun 1911, oleh Pemerintahan Kolonial Belanda. Sultan meninggalkan Riau-Lingga, begitu pun Aisyah Sulaiman bersama suaminya juga pergi meninggalkan Riau-Lingga, ke Singapura lalu ke Johor.


Syair Khadamuddin di translitrasi oleh Hamzah Yunus dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Rebuplik Indonesia pada tahun 1987. Bentuk program dari Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Melayu yang berada dalam pengawasan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Kata pengantar ditulis oleh Drs. Mohammad Daud Kadir di Pekan Baru Riau, tahun 1987. Berikut adalah cuplikan syair khadamuddin, terdiri dari halaman pertama, halaman pertengahan, dan halaman terakhir.

SYAIR KHADAMUDDIN

Bismillahirrahmanirrahim.

Alham dulillah Tuhan yang Esa
Bersifat kesempurnaan senantiasa
Menjadikan langit bumi dan desa
Limpah rahmatNya tiap-tiap masa

Selawat dan salam diiring pula
Atas junjungan batu kepala
Saidina Muhammad Rasul yang ‘ala
Andai taulannya keluarga segala.

Tengah malam nyata sempurna
Ayam berkokok menderu bahna
Menambah hatiku gundah gaulana
Mengenangkan bangsa hamba yang hina.

Bulan pun terang bersinar cahaya
Menyuluhi alam serta dunia
Berkilatan daun-daun  disinari dia
Dituliskan syair seberapa daya

Alun berolak julang-menjulang
Angin keras bukan kepalangan
Terpaksa disini sebuah pencalang
Menurunkan diri daripada galang.

Terdiri tiang layar pun cikar
Kemudi dipusing sauh dibongkar
Menurut kehendak hati yang tegar
Bene dan ombak musti dilanggar

Karena sudah terpaksa mara
Melalui alun tengah segara
Bukan sahaja bukan dikira
Harapan Tuhan yang memelihara

Sungguh bukan laut selbu
Tetapi banyak karang terumbu
Angin keras datang berdebu
Tukallah kami di situ menyerbu

Karena sudah dahulu dikhabar
Ialah kekuatan Malikul Jabar
Terjadi bayangan suatu gambar
Boleh juga diambil iktibar.[1]


....................................................

Istimewa pula yang maha mulia
Telah sudah berjanji setia
Dengan suamiku saudagar yang kaya
Ikatan saudara selama dunia

Bertambahlah kuat patik nan kira
Tuanku bapa tuanku saudara
Tiadalah tempat manja dan mesra
Melainkan hanya Seri Betara

Karena itulah disembahkan terang
Hal patik masa sekarang
Di negeri ini beberapa orang
Hendak melakukan bengis dan garang

Pada hal telah diketahuinya tentu
Hal antara suamiku itu
Bersumpah setia janji bersatu
Dunia akhirat bersekutu.

Jika menyalahi salah seorangnya
Tiada selamat selama hidupnya
Ialah munafik amat jahatnya
Takutlah patik terjatuh didalamnya

Itulah tuanku sebabnya kami
Maka tiada mahu bersuami
Tidak selamat hidup di bumi
Allah taalah menghukummi

Pada hal adalah ini rahasia
Dengan sebenar kuterangkan dia
Masih juga tiada percaya
Hingga patik hendak di aniayah.

Masing-masing beratas-atasan
Hendak melakukan akan kekerasan
Dengan tiada ingat perasaan
Tidaklah itu menjadi bosan.

Siti berkata tersedan-sedan
Bahwa sesunggunya tiadalah padan
Dibawah naungan Malik mahidan
Patik tak senang hati dan badan.

Kemujuran ada Tuhan memberi
Sabar dihati patik yang qari
Tiada patik pergi dan lari
Kepada Raja di lain negeri[2]



.....................................................

Dengan sebaik-baik namanya indah.
Disebut maknusia tiada bersudah.
Segala suriatnya mengikut kaedah
Ketinggiannya itu tiada rendah.

Hingga ini citra berhenti
Segala pembaca paham mengerti
Perempuan setia terlalu bakti
Dikasihani oleh Rabul ‘izati

'Akasnya itu perempuan mungkir
Tiada sempurna akal dan pikiran
Memurahkan diri tiada kikir
Akhirnya menjadi hina dan fakir

Wassalam hingga inilah
Mintak ampun kepada Allah
Segala pembaca mintak ma’aflah
Zahir batin khilap tersalah.

Oleh. Aisyah Sulaiman.

Kolopon Naskah Syair Khadamuddin.

Telah selesai di cao Syair (Khadamuddin)
Yang amat indah citranya ini di matbaah al
Ahmadiyah nomor 82 Jalan Sultan Singapura
pada 16 Syawal 1345 bersamaan 18 April 1927.
Tiada dibenarkan siapa-siapa mengecapnya atau
menirunya melainkan dengan izin yang berkuasa
di dalam Matba’ah ini.[3]

Oleh: Joni Apero.
Editor. Selita. S.Pd.
Fotografer. Dadang Saputra.
Palembang, 25 Juni 2019.
Sumber dan Hak Cipta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Syair Khadamuddin, Jakarta, 1987.
Catatan: Yang mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama: Bagi teman-teman yang ingin mengirim atau menyumbangkan karya tulis seperti puisi, pantun, cerpen, cerita pengalaman hidup seperti cerita cinta, catatan mantera, biografi diri sendiri, resep obat tradisional,  quote, artikel, kata-kata mutiara dan sebagainya.

Kirim saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama pengirim.

Sertakan nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis. Jumlah karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat email: fublicapero@gmail.com atau duniasastra45@gmail.com. idline: Apero Fublic. Messenger. Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment