1/18/2020

Dongeng si Kera dan si Bangau. Dari Sulawesi Utara

Apero Fublic.- Pada suatu masa yang lampau. Berkisah tentang dua sahabat, si kera dan si bangau. Keduanya berencana berladang bersama membuat kebun pisang. Pohon pisang tumbuh subur dan berbuah, masak. Namun setiap ada buah pisang yang masak selalu dipetik dan dimakan oleh si kera. Buah pisang di tandannya selalu berkurang dan berkurang. Si  bangau tidak pernah sekalipun memakan buah pisang yang dia tanam bersama kera.


Bangau tahu kalau kera selalu memakan buah-buah pisang tersebut. Tidak pernah memberi dia barang sebiji pun. Tapi kera selalu beralasan kalau bukan dia yang mengambil buah-buah pisang yang masak. Bangau diam saja setiap kera berkata-kata membelah diri. Bangau berpikir bagaimana caranya memberi pelajaran buat si kera yang selalu berakal-akal, bulus.  Untuk itu, suatu hari bangau mengajak kera memancing di laut. Bangau beralasan untuk bersantai-santai menghilangkan rasa capek karena selalu beraktivitas selama ini, refresing istilah sekarang.

“Kera, mari kita memancing ikan di laut. Tentu kita akan mendapat ikan dan dapat menikmati ikan bakar yang lezat. “Ya, baiklah. Kata kera, dia tidak tahu kalau bangau akan memberinya pelajaran setimpal dengan kelicikannya. Mereka berlayar ketengah laut lepas. Perahu mereka terbuat dari kuali bekas, dayung dari senduk besar, tiang layar terbuat dari lidi enau. Sedangkan layar dari bekas pengipas api yang dibuat dari anyaman bambu.

Mereka membawa bekal sebuah kelapa muda. Saat keduanya sudah di atas perahu. “bawak parang bangau, untuk mengupas kelapa. Ujar kera. “Bagaimana ini, kalau kembali ke rumah kita bisa terlambat memancing dan hari keburu malam. Jawab burung bangau. Mereka pasrah, lalu mulai mendayung ke tengah lautan.

“Cukup di sini saja kita memancingnya. Saran kera.
“Tak seru, kera agak kelautan lagilah. Kamu takut ya?. “Ahhh, tidak.“ Jawab kera merasa berani. 

Mereka mendayung lebih ketengah laut lagi. Sekarang mereka seperti di tungkam baskom raksasa. Tidak lagi dapat melihat daratan. Air laut dan lengkungan langit. Kera juga sudah tidak mungkin lagi berenang ke tepian pantai dengan jarak yang sudah sejauh itu. Mereka membuang jangkar dan mulai memancing. Beberapa ikan telah dapat dan mereka mulai lapar dan haus. Kera menyarankan agar membuka buah kelapa dan segera minum makan dengan yang lezat.
“Saya sudah lapar, dan haus. Ujar kera.
“Aku juga.” Kata bangau.
“Bagiaman membuka buah kelapa agar kita dapat memakan degan dan meminum air kelapa.” Tanya kera. Sambil meneteskan air liur.
“Parang tidak ada. Coba pukulkan pada tepi perahu yang keras.” Saran bangau.

Kera yang sudah tidak sabar dan tergiur nikmatnya air kelapa muda. Membuat dia lupa kalau hantaman buah kelapa akan merusak kapal mereka yang terbuat dari kuali. Kera memukulkan buah kelapa dengan kuat ke tepi perahu mereka. Seketika itu juga, perahu retak memanjang dan air laut masuk. Tampak memercik dari retakan perahu. Tidak perlu waktu lama perahu mereka tenggelang. Bangau melompat ke angkasa, terbang. Dia tidak dapat menarik untuk membawa kera terbang. Karena tenaga terbang bangau tidaklah kuat. Maka terpaksa bangau meninggalkan kera di tengah lautan.

Kera berenang-renang mencoba bertahan hidup. Seekor hiu lapar datang menghampiri kera yang hampir sekarat. Kera menangis dan menjerit menyesali nasibnya yang malang. Terbayang akan keserakahannya pada kebun pisang. Tentu dia berdosa pikirnya pada si bangau. Dia telah menghianati sahabatnya sendiri. Sekarang dia akan menebus semua kesalahannya di lautan ini.

“Syukur aku bertemu makanan empuk hari ini.” Kata hiu sambil berenang mengelilingi kera yang megap-megap. Gigi hiu tampak runcing dan lidah hiu menggosok-gosok giginya yang tajam. Seakan-akan dia sedang mengasa mata giginya. Kera begitu ketakutan dan nasibnya akan berakhir di perut hiu.

“Mau memakanku, kawan. Tapi aku tidak enak saat ini. Sebab hati dan ususku tidak ada.” Kata kera.
“Di mana hati dan ususmu.” Tanya ikan hiu.
“Di daratan, aku sembunyikan di hutan bakau.” Jawab kera. Kemudian dia melanjutkan. “Antarkan aku ke tepian pantai. Nanti akan aku berikan hati dan usuku dan saat itu kau makanlah aku.” Jelas kera pada ikan hiu lapar itu. Ikan hiu percaya dan mengantar kera sampai di tepian pantai di hutan bakau.

“Tunggu di sini, kawan. Aku akan mengambil hati dan ususku. Kata kera. Kera melompat naik ke pohon-pohon bakau dan terus melompat dari dahan ke dahan dan sampai di hutan daratan. Sementara ikan hiu terus menunggu dan menunggu. Sampai akhirnya dia bosan dan tahu kalau dia ditipu si kera. “Kera yang suka menipu.” Guman ikan hiu. Air tepian bakau bergerak surut. Karena disana ada waktu air pasang dan surut. Membuat ikan hiu harus pergi mengikuti alur air ke tengah laut. Hiu pun pergi dan tidak pernah kembali lagi. Begitulah kehidupan si kera yang banyak akalnya. Tapi selalu penuh tipuan.

Rewrite. Joni Apero.
Editor. Desti. S. Sos
Palembang, 18 Januari 2019.

Dongeng ini diceritakan oleh P. Mahaganti. Dia seorang pensiunan guru dan pemuka agama. Dongeng ini diceritakan oleh ibunya sewaktu dia berumur enam tahun. Sumber. Paul Nebarth, dkk. Sastra Lisan Sangir Talaud. Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Skala Indah, 1985.


Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment