6/23/2019

e-Antologi Puisi Pangeran Ilalang II


Apero Fublic.- Ilalang atau juga sering di sebut alang-alang memiliki nama ilmiah imperata cylindrica. Ilalang jenis rumput berdaun tajam yang sering menjadi gulma di lahan pertanian. Sering lahan terbuka dengan tingkat kesuburan tinggi atau rendah ditumbuhi ilalang. Apabila ilalang sudah menguasai lahan tersebut sangat sulit untuk menanam kembali tanaman-tanaman.

Sumbuh ilalang terus tumbuh meski dedaunannya sudah terlalap habis oleh api. Ilalang dibenci sebagian orang, dengan keberadaanya. Apabila lahan yang luas ditumbuhi oleh ilalang, maka dinamakan padang ilalang. Apabila dilihat dari kejauhan akan memberikan pemandangan yang indah.

Saat hembusan angin menerpanya ilalang tidak roboh, justru dia seperti menari di dalam terpaan itu. Saat angin kencang telah menumbangkan pepohonan besar, ilalang tetap berdiri. Memang daunnya rebah menyentuh tanah, namun setelah angin berlalu ilalang bangkit kembali. Ilalang menjadi simbol ketegaran dan kesabaran seseorang dalam menjalani hidup.


Lihat ilalang, di babat, diinjak, terbakar, ilalang tidak menyerah, sebab esok dia tumbuh lagi. Ilalang juga menjadi lambang keikhlasan seseorang. Pernah mendengar cerita, seorang gadis menerima cinta seseorang pemuda, hanya dengan cincin daun ilalang. Sumbu ilalang juga mengajarkan kasih sayang.

Walau tajam, tetapi saat tertusuk tidak melukai, hanya terasa sakit. Sumbu ilalang hanya memberi peringatan agar kita memakai alas kaki. Tesukuan sumbu ilalang hanya sekali, selebihnya tidak dapat lagi menusuk. Apabila kita membalas, kita injak-injak sumbu yang telah menusuk kita, tetapi sumbu itu tidak lagi menusuk.

Ini bermakna bahwa, saat ibu, ayah, guru-guru kita menasihati kita berarti dia menyayangi kita. Berbedah dengan duri, beling, atau benda tajam lainnya, mereka menusuk bekali-kali dan berdarah. Terasa sakit dan perih, mungkin juga dapat membunuh.

Dan seandainya ilalang memang kalah, dia tidak dapat tumbuh lagi, maka dia akan pergi. Lihatlah bunganya yang putih, tertiup angin terbang jauh. Kemudian bunga itu menjadi bibit ilalang yang tersimpan di dalam tanah. Suatu saat nanti akan kembali tumbuh lagi.


Namun di balik keberadaan ilalang yang tidak memiliki manfaat banyak itu, apabila diperhatikan, ada juga yang menarik. Ilalang mampu tumbuh di lahan paling tandus dan gersang. Ilalang walau dedaunannya tajam tetapi dapat dijadikan atap gubuk orang miskin.

Menjadi atap kandang ternak mereka. Saat ilalang dilahap api, tunas mudanya akan segerah tumbuh, maka berdatanganlah rusa, dan kijang untuk memakannya. Dedaunan ilalang yang kering, menjadi material sarang untuk burung-burung.

Kemudian di sela-sela ilalang banyak rumah serangga, unggas seperti burung puyuh. Selain itu, daun ilalang juga dapat dijadikan bantal pengganti kapuk. Ilalang juga dapat menahan erosi tanah karena akar dan daunnya yang lebat. Akar ilalang yang tajam dapat dijadikan obat untuk meluruhkan kencing (diuretika), mengobati demam dan lainnya.


(1).
Belum Reda.

Hujan
Hujan belum reda
Masih gerimis dan mendung
Dedaunan basah, juga menetes air.
Kupu-kupu tak terbang, Apalagi menari.

Hujan,
Hujan belum reda.
Mengapa aku tak berpayung.
Hujan itu, kadang berhenti kadanag kembali.
Tetapi tetap tak reda.

Kutunggu kemarau.
Tapi hujan belum reda-reda.
Mungkin aku cari langit yang lain.
Tetapi hujan masih belum redah.
Aku kesal juga marah.

Hujan
Hujan tak reda-reda
Seperti rasaku pada mu.
Yang tak reda-reda.

Oleh. Joni Apero.
Palembang, 15 Januari 2019.

(2).
Tabur Mimpi

Alangkah bahagia diri ku
Kau datang dengan nampan
Berisi sarapan yang biasa
Sepotong ubi rebus
Secangkir teh.

Kita bagi dua potongan ubi
Sehirup teh untuk ku
Sehirup teh untuk mu
Alangkah lezat rasanya
Tak kubayangkan indahnya.

Hari berlalu, bulan berganti.
Ku rasa, surga di dunia ini
Hidup bersama dengan mu.
Orang yang kucintai
Tuhan menjawab doa-doa ku.

Hari pagi, aku bangun.
Kau tak ada disisi ku.
Tak ada nampan dan sepotong ubi.
Hanya bantal yang terbaring melintang.
Beberapa nyamuk merah di tubuh.

Hai, aku bermimpi.
Hidup bersama dengan mu.

Oleh. Joni Apero.
Palembang, 16 Januari 2019.

(3).
Luka Kecil

Aku memotong kuku
Sudah seminggu tak terpotong.
Sibuk mengejar layang-layang.
Tetapi tersangkut di pohon tinggi.

Aku memotong kuku
Kalau menggaruk sudah tajam
Kadang luka dan pedih
Apalagi saat bermain di pantai
Terkena air laut

Aku memotong kuku
Lalu tersayat di jari
Luka pedih dan perih
Ada darah yang mengalir

Aku memotong kuku
Dengan pisau silet
Aku luka, terasa pedih
Seperti kata-kata mu
Seperti khianat mu
Seperti sifat mu

Aku memotong kuku
Aku luka kecil.

Oleh. Joni Apero
Palembang, 16 Januari 2019.

(4).
Terasa Cinta.

Ku mendekat kau menjauh.
Seakan benci pada ku
Apa aku salah padah mu
Sedangkan aku tak pernah menyakiti mu.
Kenapa, aku bertanya?.

Aku berbicara pada mu
Kau tak mau menjawab
Sedangkan aku tak perna melukai mu
Aku bicara lembut dan ragu
Bukan takut pada mu
Hanya takut salah berkata
Sebab kau berharga bagiku.

Kau suka aku tiada sepertinya
Kau merasa terganggu sebab aku
Kau memilih pergi dari aku
Sedangkan aku berharap kau disisi ku

Aku tidak mengerti dengan tingkah mu
Aku juga ingin mengakhiri ini.
Lalu kita berpisah selamanya.
Aku juga tersiksa, sebab aku, juga tidak mengerti.

Aku akan pergi
Ingatlah, pergi itu selamanya
Membawa cinta, membawa kecewa.
Aku tahu, kau akan menyesali.

Oleh. Joni Apero.
Palembang, 16 Januari 2019.

(5).
Aku Suka Kamu

Senyum memang diri
Bila berhadap dengan pagi
Menari kupu-kupu di banga-bunga
Begitulah kupu-kupu
Mendatangi bunga sepanjang hari.

Aku melangkah lagi
Kumbang juga berterbangan
Di antara bunga-bunga
Berayun dan terbuai di tangkai bunga

Aku melangkah lagi
Melirik jauh negeri
Ada gadis-gadis putri
Memikat insan-insan dan diri ini.

Aku melangkah lagi
Aku melihat dirimu
Ku bilang,
Aku kupu-kupu kau bunga
Aku kumbang, kau tetap bunga
Kau bingung dengan aku
Karena aku suka dengan mu.

Oleh. Joni Apero.
Palembang, 16 Januari 2019.

(6).
Rindu

Aku bertanya pada mu
Kapan terakhir kau melihat bulan
Kau jawab malam kemarin
Aku juga berkata
Aku melihat bulan, tengah malam

Kau bertanya mengapa tengah malam
Aku jawab, aku terbangun
Kau bilang jangan bangun
Aku jawab bangun sendiri

Aku lihat bulan dan bintang
Bangun malam lagi, kah
Aku bangun setiap malam
Kebiasaan mu, jua.

Aku tak biasa, bukan biasa
Hanya aku sedang rindu
Rindu dengan mu

Kapan terakhir kau melihat bulan.
Terakhir, saat aku menatap wajah mu.

Oleh. Joni Apero
Palembang, 16 Januari 2019.

(7).
Cemburu

Kau bilang jangan tumpahkan
Aku tetap tumpahkan
Apa yang kau tumpahkan
Sedangkan aku membisu

Aku takut, juga khawatir
Tetapi tidak ada raksasa di dekatmu
Hanya sepotong ranting yang akan patah
Tetapi bukan patah
Itu hanya pikiran ku

Kau biasa-biasa
Aku memang biasa
Seperti lahar didalam gunung berapi
Meledakkah kiranya nanti
Tidak, hanya melele air mata

Aku takut, aku khawatir
Sebab cinta, bukan raksasa
Bukan ranting yang takut patah
Tetapi hatilah yang akan patah
Tak sadarkah dengan cuaca
Diantara panas, cerah, marah

Takut terungkap, tapi terasa
Kiranya aku cemburu.

Oleh. Joni Apero
Palembang, 16 Januari 2019.

8.
Senja

Berlalu jua terik hari ini.
Melepas kepenatan dalam mimpi.
Meluncur disetiap detik.
Telah redah juga semu di jiwa.
Hingga dihapus seluruh janji.
Janji kepada dia, yang tersembunyi.

Berakhir kisa disini, semua.
Kita biarkan semua berakhir.
Dalam gelap dan gulita.
Antara siang dan malam.
Kudua sisi terang dan gelap.

Sekarang dia telah mengucap salam.
Senyumnya yang memerah.
Memanggil hati, memanggil insan.
Seolah dia berkata, selamat malam teman-teman.
Istirahatlah, rebahkan tubuhmu yang lelah.
Pejamkan kantuk, yang menggelayut.
Habiskan marahmu.
Perban luka-luka.
Pulangkan kisah-kisah, maafkan mereka-mereka.
Esok kita bermain lagi.
Di timur aku menanti.
Pulanglah, hapus air matamu.
Besok kita berjuang lagi.

Oleh. Joni Apero.
Palembang, 18 Februari 2019.

9.
Gelap

Gelap sudah,
Tiada lagi bebayangan
Gelap sekali,
Tak ada lagi bayanganmu.

Burung hantu bernyanyi.
Di waktu malam saja.
Karena memang kisanya.
Si pungguk rindukan bulan.

Gelap,
Gelap mata, gelap hati.
Menjadi penyiksa diri.
Terangi dengan ilmu.
Cahayakan dengan iman.

Gelap,
Kalau gelap malam ini.
Nyalakan lilin,
Karena gelap hari, malam.
Agar dapat membaca-baca.
Membaca dosa, membaca salah, membaca khilaf.

Gelap,
Janganlah takut, Karena gelap,
Tanda rindu yang terkubur.

Gelap, sangat gelap.
Memang gelap, sebab kau tak di sini.

10.
Diam

Diam,
Diamlah untuk sejenak.
Letakkan jari di bibirmu.
Jangan bergerak, cukuplah bernafas.
Lalu dengarkanlah.

Diam,
Diam bukanlah bisu.
Tetapi memikir hendak berkata apa.
Takut melukai, takut menyakiti.
Diam itu emas katanya.

Diam,
Diam-diam aku mencintai
Menghapkanmu, memilikimu.

Diam,
Diam-diam rindu.
Diam-diam terluka.
Diam-diam pergi.
Diam-diam berbuat dosa.
Diam-diam ibadah.
Kadang juga terdiam, lalu mengerti.

Diam,
Jangan diam, melihat kemungkaran.
Diamlah sejenak, mendengarkan.
Ada suara yang mencurigakan.
Jangan bersuara yang bukan-bukan.
Lalu perhatikan.

Diam, Aku terdiam,
Di dekatmu.

Oleh. Joni Apero.
Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, 18 Februari 2019.
Catatan: Yang mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama: Bagi teman-teman yang ingin mengirim atau menyumbangkan karya tulis seperti puisi, pantun, cerpen, cerita pengalaman hidup seperti cerita cinta, catatan mantera, biografi diri sendiri, resep obat tradisional,  quote, artikel, kata-kata mutiara dan sebagainya.

Kirim saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama pengirim.

Sertakan nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis. Jumlah karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat email: joni_apero@yahoo.com. idline: Apero Fublic. Messenger. Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment