PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

Showing posts with label Ilmu Kesastraan. Show all posts
Showing posts with label Ilmu Kesastraan. Show all posts

7/15/2022

Mengenal Sastra Lisan Lamut (Banjar)

APERO FUBLIC.- Sastra lisan Lamut berkembang di tengah masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Sastra lisan Lamut berproses secara alami dalam rentang waktu yang panjang. Sehingga lamut dianggap masyarakat sebagai sastra yang memiliki kekuatan mitos. Lamut menjadi mitra masyarakat Banjar dalam berbagi fenomena kehidupan. Seperti mengobati orang sakit, menghilangkan rasa takut, membuang sial, dan sebagainya.

Masyarakat yang sangat percaya hal-hal tahayul. Sehingga dalam perkembangannya dalam hal penghilang sial, rasa takut, mengobati orang sakit maka sastra lisan Lamut sering dikorelasikan karena sistem sastra lisan lamut begitu melekat pada pola pemikiran masyarakat. Sebaliknya, terdapat pula sorotan tajam agar menghindari sastra lisan lamut. Maka seiring zaman masyarakat Banjar mulai mencari dan mengembangkan kebudayaan lain.

Sastra lisan lamut berkembang dari dasar jiwa masyarakat Banjar. Muncul dari pengalaman pribadi penutur dan pemaduan dengan realitas sekitar seperti kehidupan manusia, alam dan fenomena yang terjadi. Selain itu, seni lamut berkaitan dengan sikap kelompok masyarakat Banjar dalam menganut kepercayaan. Dalam seni lamut ada juga unsur-unsur kebudayaan Hindu.

Kemudian masyarakat Banjar menjadi penganut Islam yang taat. Lalu masuk juga pengaru Islam dalam seni lamut. Tokoh-tokoh dalam seni lamut seperti para dewa dan mahkluk halus. Dalam pelaksanaan pelamutan sebagai bentuk komunikasi dengan para Dewa. Pihak penyelenggara selalu menyiapkan piduduk sebelum gelar lamut dimulai.

Pelamutan dimulai dengan pembacaan matera-mantera. Mantra tersebut menurut palamut cukup penting. Juga beranggapan dengan mantera tersebut  dia mampu dan lancar dalam bercerita atau bertutur. Selain matera juga dilengkapi sesajian yang ditujukan pada mahkluk halus secara tradisional hanya diketahui oleh palamut.

Seiring waktu banyak juga unsur-unsur yang ditinggalkan karena bertentangan dengan ajaran Islam. Apabila dalam rangkaian membayar nazar atau hajat, pagelaran harus menyiapkan seperangkat piduduk dan sejumlah kue tradisional. Secara tradisional piduduk ini menjadi simbol pembayaran nazar. Setelah semua perlengkapan tersedia, barulah palamut mulai bercerita tutur.

Pelamutan selalu dimulai dengan ritual kecil, seperti membakar kemenyan. Sebelumnya palamut juga melakukan persiapan batin. Dimaksudkan agar palamut kuat selama membawakan cerita. Saat pembakaran kemenyan, palamut membaca mantera untuk memikat para penonton. Apabila selesai membaca mantera dan pembakaran kemenyan, palamut kemudian membelah sebiji buah kelapa muda. Kemudian meminum airnya. Kemudian palamut mengakat tarbang, sejenis alat musik. Palamut kemudian membisikkan sesuatu pada tarbang. Bisikan tersebut tidak lain adalah mantera agar tarbang saat digunakan dapat bersuara nyaring dan merdu didengar para penonton.

Palamut adalah pelaku dari penutur cerita dalam tradisi lamut. Balamut adalah orang yang menyelenggarakan tradisi lamut. Dengan demikian, sastra lisan lamut berpadu dengan, kepercayaan, budaya, dan kesastraan. Banyak seniman lamut muncul dari darah Hulu Sungai Utara serta tersebar di daerah Banjar.

Seni lamut memiliki dua fungsi, pertama sebagai seni tontonan atau hiburan, dan kedua sebagai bagian dari upacara adat.

Pada saat sekarang tradisi lisan lamut dapat dikembangkan sebagai garapan kreatif, seperti pengolahan naskah drama, teori berlakon, atau penciptaan karya sastra dengan pemanfaatan media tradisi sastra lisan lamut. Seni sastra lisan lamut memiliki kemiripan dengan wayang . Hanya saja seni wayang menggunakan media bayang-bayang dari tokoh yang terbuat dari media kulit atau lainnya. Sementara seni lamut menggunakan sistem ritus pemujaan pada hyang.

Sebagaimana diketahui dalam pagelaran seni lamut adanya piduduk. Piduduk bermaksud membangun hubungan antara manusia dan alam semesta, antara mahkluk hidup dengan penciptanya. Anatra tua dan muda, antara suami dan istrinya, antara kiri dan kanan, dan keseimbangan lainnya. Sajian kue dengan aneka ragam rasa adalah gambaran kekayaan jiwa dalam menjalani kehidupan di dunia.

Sejadian terdiri dari kue keras, kelapa, gula merah, pisang, kopi manis atau kopi pahit, rokok, dan air putih. Merupakan tawaran komunitas rohaniah, jiwa dan rasa agar dapat menyelami kehidupan yang tidak menentu (variatif). Sebelum memulai cerita lamut, pelamut membuka kelapa muda dan meminum airnya menandakan untuk membersihkan segala karat dan kotoran hati nurani manusia. Mereka yang meminum air kelapa muda berarti mendapat air kehidupan. Berikut contoh dari sastra lisan lamut berjudul, Kasan Mandi Raja Negeri Palinggam.

Bismillah itu ma lapang kubilang kartas dan dawat jualan dagangan kartasnya putih selain lapang pena pang manulis tangan bagoyang. Tintanya titih di kartas lapang bukan badanku pandai mangarang hanya taingat di dalam badan.

Ka pulau bakara pulang pupang dibilang satu pang tali, dua pang lalaran, katiga pang tungkat, ampat ukuran, kalima jarum, anam kulintang, katuju pos, delapan padoman, kasambilan juri pulitis, nomor sapuluh dengan aturan.

Sapuluh tadi dengan aturan, dimana tali awal permulaan kena saya membuliliakan.

........................

Dahulu itu zaman dewa, banyak batuhan, nabinya Dewa, tuhan sangiang di Jumantara. Dahulu itu jamannya dewa banyaknya manyambah patung babarhala, di alam pawayangan.

Adapun di alam pawayangan, pawayangan itu sama awan di alam kita jua. Apa sababnya sama-sama, atikad di alam pawayangan, karena di alam beda langit, bumi, matahari, bulan bintang dan sebagainya itu, di alam pawayangan.

..........................

Alkisah awal carita sebuah banua.

Jar carita sabuah banua, yakni namanya Nabi Palinggam. Palinggam, namanya kota Palinggam. Kota Palinggam lebar, tanahnya tinggi, kartaknya panjang, alun-alun luas, babatuan padir, nalam biduri. Di Banua Palinggam, makmurnya negeri Palinggam kaya urang di Banua Palinggam, subur di negeri Palinggam, siapa yang nang manjadi di Banua Palinggam namanya Raden Hasan Mandi, adilnya murahan, urang maminta dibari, maminjam diinjami, bautang apa lagi, itulah keadilan raja, apa di Negeri Palinggam apa?

Sarang samut mengambang kapas.
Mariannya labai babaris-baris.
Terbangku handak kulapas.
Waktunya sampai jamnya habis.

Demikianlah sedikit cuplikan permulaan atau pengantar dari seorang palamut dalam mengawali cerita tuturnya yang berjudul Kasan Mandi Raja Negeri Palinggam. Bagi Anda yang ingin mengetahui lebih banyak tentang sastra lisan lamut dapat membaca buku berjudul Struktur Sastra Lisan Lamut yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta pada tahun 1997, ditulis oleh Jarkasi, H. Djantera Kawi, H. Zainuddin Hanif.

Rewrite: Tim Apero Fublic
Editor. Joni Apero
Palembang, 16 Juli 2022.
Sumber. Jarkasi, Dkk. Struktur Sastra Lisan Lamut. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997.

Sy. Apero Fublic

9/07/2020

Mengenal Naskah Kesastraan Klasik: Babad Panjalu

Apero Fublic.- Dalam khazana kesastraan tradisional Sunda dikenal dengan kesastraan babad. Babad juga sering dikenal dengan nama lain, seperti carita, sarasilah, sajarah atau pancakaki. Bentuk sastra babad sering diidentifikasikan dengan sastra sejarah. Dalam lingkup ceritanya berisi kisah atau dongeng, dapat berupa legenda-legenda.

Kesastraan babad pada masyarakat Sunda adalah kesastraan yang terpengaruh kesastraan keraton Jawa. Sastra klasik Jawa meresapi kesastraan Sunda pada diperkirakan mulai pada abad 17 Masehi.

Pada masa Pemerintahan Sultan Agung Mataram. Masa itu, bangsawan Sunda dan banyak juga para pelajar Sunda yang datang ke kraton Mataram dan belajar. Sehingga kesastraan Jawa mempengaruhi mereka saat menulis karya sastra.

Babad Panjalu.
Pupuh Asmaradana
1.Kasmaran pangangit gending.
Basa Sunda lumayanan.
Kasar sakalangkung awon.
Kirang tindak tatakrama.
Ngarang kirang panalar.
Ngan bawining tina maksud.
Medarkeun pusaka rama.
 
2.Rama jumeneng bupati.
Di Panjalu nagarana.
Lamina jeneng bupatos.
Ngan dua puluh dalapan.
Tahun nyepeng bupatya.
Dugi sewu dlapan ratus.
Salapan welas punjulna.
 
3.Kenging putusan bisluit.
Ti Kangjeng Baginda Raja.
Kenging ganjaran bupatos.
Eta nugrahan pasihan.
Pansiun kahurmatan.
Rupi harta jalma tugur.
Sanesna dipasih sawah.
 
4.Lami neyepengna pangasih.
Rupi harta sareng sawah.
Ditambah salawe pancen.
Dina kalam midanna.
Nyepeng kapansiunan.
Tilu puluh tilu tahun.
Dumugi wapatna pisan.
 
5.Tadi keur jumeneng weling.
Miwejang medar piwulang.
Lampah sae sareh awon.
Tulad lampah kahadean.
Nu goreng disingkahan.
Poma-poma masing tuhu.
Regepkeun piwejang rama.
 
6.reujeung ieu Ama titip.
Ku ujang kudu tampanan.
Anggep simpen masing hade.
Hiji buku bab pusaka.
Tina awal mulana.
Awit nunggadamel situ.
Lengkong buktina gumelar.
 
7.Ujung poma sing nastiti.
Paham ingat salawasna.
Sebab ama enggeus kolot.
Malar nular caritana.
Tah ujang ieu tampa.
Ditampi jeung sembah sujud.
Pasihan wewekas rama. (halaman 10-11).
 
Pada bagian awal adalah bait berisi pengantar dari penulis. Cerita Babad Panjalu baru dimulai pada bait ke tiga belas, halaman tigabelas.
 
13.Ari anu jadi kawit.
Sangyang Prabu Boros Naga.
Mangkon Panjalu karaton.
Ngalajengkeun ti ramana.
Estu tanah dayeuh Panjalu.
Nelah dumugi ayeuna.
 
14.Tidinya ngabangun deui.
Damel situ gede pisan.
Anu dingaranan Lengkong.
Dikinten eta legana.
Satus pat puluh bata.
Etangan nu enggeus tangtu.
Sakitu anu gumelar.
 
15.sareng aya hiji deui.
Dina tengah situ eta.
Nusa basa jawa pulo.
Nu didamel padaleman.
Lir kuta saputerna.
Situ ngawengku kadatun.
Mungal waas nu ninggalan.
 
16. Pinggir cai bumi mantri.
Kaler kidul kulon wetan.
Beres parele sakabeh.
Katampi ku paimahan.
Para abdi sadaya.
Katinggalna surup payus.
Tur masih anyar babakan.
 
17.Eukeur musim sarwa jadi.
Pepelakan rupa-rupa.
Kadu manggu jeruk paseh.
Dukuh pisitan rambutan.
Jeruk bali jeung kalar.
Jeruk manis mipis purut.
Kadongdong jeung gandaria.
 
Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia Naskah Babad Panjalu.
 
Pupuh Asmaradana
1.Sangat gemarnya mengarang lagu.
Bahasa Sunda sederhana.
Kasar dan jelek sekali.
Dengan tatakrama yang kurang.
Mengarang kurang pengalaman.
Cuma karena itikad.
Menggelarkan pusaka ayah.
 
2.Ayah menjabat bupati.
Di Panjalu namanya.
Lama menjabat bupati.
Cuma dua puluh delapan.
Tahun menjadi bupati.
Sampai seribu delapan ratus.
Sembilan belas lebih.
 
3.Mendapat surat keputusan pengangkatan.
Dari Yang Mulia Baginda Ratu.
Mendapat anugerah bupati.
Kurnia pemberian itu.
Pensiun kehormatan.
Berupa harta pengawal.
Dan diberi sawah.
 
4.Lamanya memegang penghargaan.
Berupa harta dan sawah.
Ditambah dana dua puluh lima.
Demikian dalam surat pendanaan.
Memegang kepensiunan.
Tiga puluh tiga tahun.
Sampai wafatnya.
 
5.Ketika sedang memberi wejangan.
Mewejang mengurai pelajaran.
Perbuatan yang baik dan buruk.
Tauladan perbuatan kebaikan.
Yang buruk dijauhi.
Benar-benar harus ditepati.
Perhatikan wejangan ayah.
 
6.Dan ini ayah menitipkan.
Oleh kamu harus diterima.
Hargai simpan baik-baik.
Sebuah buku tentang pusaka.
Dari awal mulanya.
Berawal yang membuat telaga.
Lengkong bukti yang nyata.
 
7.Ujang harus hati-hati.
Fahami ingat selalu.
Sebab ayah sudah tua.
Agar menular ceritanya.
Nah ujang terimalah ini.
Diterimah dengan sembah sujud.
Amanat pemberian ayah.
 
Berikut ini terjemahan dari bait ke 13. Dari bait ke 13 inilah dimulainya cerita Babad Panjalu. Sedangkan dari bait pertama berisi tentang penyalin naskah Babad Panjalu. Kalau kita perhatikan Babad Panjalu telah disalin berkali-kali dalam beberapa generasi atau waktu.
 
13.Yang menjadi asal mula.
Sanghiyang Prabu Boros Ngora.
Memangku keraton Panjalu.
Melanjutkan dari ayahnya.
Benar-benar tanah pusaka.
Disebut kota Panjalu.
Terkenal sampai sekarang.
 
14.Dari sana membangun lagi.
Membuat telaga luas sekali.
Yang diberi nama Lengkong.
Diperkirakan luasnya itu.
Seratus empat puluh bata.
Hitungan yang sudah pasti.
Demikianlah adanya.
 
15.Dan ada sebuah lagi.
Ditengah telaga itu.
Nusa bahasa Jawanya Pulo.
Dibangun pedaleman.
Bagaikan pagar mengelilingi.
Telaga membatasi keraton.
Menjadikan kagum yang melihat.
 
16.Tepian air rumah mantri.
Utara Selatan Barat Timur.
Beres teratur semua.
Terdapat perumahan.
Para abdi semua.
Terlihat serasi sekali.
Apalagi perhunian masih baru.
 
17.Ketika bermusim tumbuh semua.
Macam-macam tanaman.
Durian manggis jeruk paseh.
Dukuh pisitan rambutan.
Jeruk Bali dan kalar.
Jeruk manis nipis purut.
Kedondong dan gandaria. (halaman 115-116).
 
Apabila kamu tertarik pada buku Babad Panjalu. Dapat ditemukan pada Perpustakaan Daerah atau Perpustakaan Nasional di Jakarta. Buku terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1992/1993, terdiri dari 253 halaman dan beberapa halaman lain. Alih aksara ke aksara latin, dengan dua bahasa, yaitu Bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia.
 
Oleh. Tim Apero Fublic.
Editor. Desti. S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 6 Agustus 2020.
Sumber: Rosyadi, Dkk. Babad Panjalu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992/1993.

Sy. Apero Fublic.

8/04/2020

Mengenal Istilah-Istilah Dalam Kesastraan Bali Klasik

Apero Fublic.- Pada naskah-naskah klasik yang memuat karya sastra lama Bali. Terdapat beberapa istilah yang tidak diketahui oleh masyarakat yang bukan penduduk Bali. Kesastraan klasik Bali hampir sama dengan keastraan klasik Jawa. Berikut ini sedikit informasi tentang pengetahuan mengenai kesastraan kalsik masyarakat di Pulau Bali.

Geguritan adalah jenis karya sastra yang berbentuk tembang terikat. Tembang pembentuk geguritan memiliki tiga unsur. Pertama, jumlah baris dalam tiap bait. Kedua jumlah suku kata dalam tiap baris. Ketiga bunyi akhir pada tiap-tiap baris. Satua adalah dongeng yang diceritakan secara turun temurun pada masyarakat Bali. Karya sastra satua biasanya berbentuk prosa.

Pupuh: Pupuh adalah pembentuk karya sastra klasik Jawa dan Bali yang berupa judul sub-sub bab. Tapi pupuh adalah sub bab yang monoton. Karena nama-nama pupuh dipakai juga pada setiap karya sastra lainnya. Seperti contoh: Pupuh sinom, pangkur, ginada, ginanti, maskumambang, asmarandana, dandangdula, durma, pucung, mijil, dan banyak lagi.

Kidung: adalah karya sastra berbentuk tembang. Berupa tulisan berbait-bait yang dibawakan secara merdu dan mendayu-dayu. Parikan: adalah karya sastra berbentuk geguritan tapi ceritanya diambil dari karya sastra kuno Jawa.

Kesastraa Bali dibagi menjadi tujuh jenis. Pertama kelompok weda yaitu weda, mantra, dan kalpasastra. Kelompok kedua adalah kelompok agama, palakerta, sasana dan niti. Kelompok sastra ketiga adalah wariga meliputi wariga, tutur, kanda, dan usada. Keempat kelompok itihasa, yaitu kakawin, kidung, parwa dan geguritan. Kelima, kelompok babad meliputi pamancangah, usaha, dan uwug. Keenam, kelompok tantri yaitu tantri dan satua. Ketujuh, kelompok lelampahan.

Oleh. Tim Apero Fublic.
Editor. Desti. S.Sos.
Fotografer. Dadang Saputra.
Palembang. 5 Agustus 2020.
Sumber: I Gusti Ngurah Bagus. Cerita Panji Dalam Sastra Klasik di Bali. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984.

Sy. Apero Fublic.

12/12/2019

Pengaruh Kesusastraan Pada Kehidupan Masyarakat Pendukungnya.

Apero Fublic.- Kesusastraan adalah semua hasil dari ide dan gagasan manusia yang didokumentasikan secara tertulis, dihafal, tercetak atau terekam (video), audio. Sehingga ide dan gagasan tersebut dapat tersampaikan pada masyarakat luas. Kesusastraan adalah gambaran dari masyarakat pendukungnya.

Sebagai contoh; masyarakat Indonesia yang berpikiran tahayul. Maka akan muncul cerita-cerita yang bersifat tahayul, novel tahayul, atau film tahayul (film kuntilanak). Apabila kesusastraan pada masyarakat liar seperti kebudayaan barat. Maka kesusastraan liar juga akan muncul dan berkembang. Kesusastraan yang dihasilkan cerminan dari masyarakatnya. Dalam kesusastraan memiliki dampak-dampak besar pada kehidupan masyarakat yang mendukungnya.

Misalnya dampak sastra-sastra di Indonesia. Di Indonesia kesusastraan lebih banyak diproduksi oleh non muslim yang menganut atau merujuk kebudayaan barat. Sehingga sastra yang mereka buat dan mereka ususng adalah kesusastraan yang tidak memperhatikan norma-norma susilah di Indonesia. Yang banyak dipengaruhi Islam. Perhatikan saja hasil produksi sastra mereka.

A. Dampak Positif
I. Pengendalian Sosial dan Pembentukan Opini
Sastra banyak juga di gunakan sebagai pengendalian sosial. Berupa pembentukan opini dan pandangan pembenaran pada suatu kejadian atau pemberitahuan sebuah kejadian. Pertama, seperti film G30 September PKI. Di sini pembentukan opini dan gambaran bagaimana peristiwa kelam tersebut. Namun dengan hadirnya film tersebut telah memberikan pemahaman kalau peristiwa itu seperti itu. Entah itu isinya original atau bercampur-campur, tidak tahu. Namun itulah yang masyarakat tahu.

Kedua, seperti film Si Pahit Lidah atau Serunting Sakti semasa Orde Baru. Film Si Pahit Lidah semasa Orde Baru yang dibintangi oleh Adven Bangun. Salah satu film yang memberikan opini dan kerangka berfikir paham sukuisme pemimpin Orde Baru. Hal ini, diambil dari adegan dalam film Si Serunting Sakti yang mendapat kesaktian dapat menyumpahi seseorang menjadi batu.

Di film tersebut Serunting Sakti mendapatkan kesaktian itu dari seorang ratu di Tanah Jawa. Gambaran ini memberikan opini kesentralan Jawa sebagai pusat. Sehingga dukungan masyarakat ke Jawa menjadi pembenaran, rujukan dan  opini. Sehingga orang Sumatera Bagian Timur meliputi Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung akan mendukung kesentralan tersebut. Begitupun wilayah-wilayah lain di Indonesia. Karena film tersebut diproduksi oleh kelompok sukuisme jawaisme.

Padahal dalam cerita rakyat Pulau Sumatera Bagian Timur. Cerita si Pahit Lidah memiliki kesaktian itu secara alami dan tidak diberikan oleh siapa pun. Legenda si Pahit Lidah milik masyarakat Sumatera pedalaman. Masa-masa hadirnya legenda masyarakat tidak memiliki hubungan apa-apa dengan wilayah lain. Tidak ada hubungan kebudayaan tertentu, baik Hindu dan Budha atau Islam.

Selain itu, pengaburan sejarah Kerajaan Sriwijaya yang menguasai Pulau Jawa pada masanya. Serta menyembunyikan bahasa-bahasa Melayu kuno dari prasasti-prasasti peninggalan kerajaan. Candi-candi peninggalan Sriwijaya dan Dinasti Dapunta Sailendra berkuasa di Jawa. Akademisi yang menyembunyikan dan berusaha merendahkan suatu warisan sejarah adalah akademisi atau penulis berpaham sukuisme.

Film baru-baru ini yang melakukan pembentukan opini oleh kelompok Islam yang meminta di cap toleran, tidak mau dicap radikal yaitu film The Santri. Film ini kental sekali dengan pembentukan opini. Menurut mereka itu adalah untuk mengajarkan toleransi. Tapi, bagi para pembentuk opini ada hal yang perlu di ingat. Pembentukan opini tersebut tidak akan bertahan lama.

Karena mansuia berpikir terus dan opini hanya dibuat segelintir orang. Tentu tidak akan dapat mengimbangi pemikiran yang berdatangan dari waktu ke waktu. Kita lihata saja, runtuhnya arsitektur masjid rekayasa dari Yayasan Masji Pancasilah yang dididirikan semasa Orde Baru. Dimana-mana semua masjid arsitektur rekayasa atap tingkat tiga sudah dihancurkan masyarakat menyeluruh di seluruh Indonesia. Mengapa, karena manusia memilih sendiri kebenaran itu. Dan manusia juga memiliki akal sama seperti pembuat opini.

Sesungguhnya tidak perlu diajarkan masalah itu. Sebab orang sudah mengerti dan terlalu berlebihan. Mereka yang membuat film The Santri memiliki misi untuk memerangi paham radikalisme menurut mereka. Tulisan ini bukan kontra tapi bentuk penggambaran dari pemahaman kesusastraan yang memberikan cerminan dari masyarakat Indonesia. Di film ini terlihat jelas sekali kalau ada perang pemikiran dan usaha-usaha tertentu. Justru, dengan hadirnya film ini akan meresahkan kelompok islamis. Mereka merasa terancam dan berusaha melakukan perlawanan.

II. Hiburan dan Pengembangan Kebudayaan
Salah satu fungsi sastra adalah hiburan. Manusia memiliki rasa jenu dan bosan. Sehingga manusia memerlukan hiburan. Hiburan memiliki kemampuan besar dalam memberikan efek kejiwaan yang menenangkan.

III. Pendidikan
Di dalam sastra banyak manfaat untuk pendidikan. Karena melalui sastra masyarakat akan belajar dengan menyenangkan dan tidak tegang. Pengajaran melalui sastra ini sangat melekat dibanding dengan saat kajian-kajian, ceramah, seminar. Sehingga sastra sangat berpengaruh pada masyarakat. Sastra adalah cerminan masyarakat tersebut.

IV. Bisnis
Bisnis adalah hal yang tidak tertinggal dari dunia sastra. Kita lihat sekarang dunia sastra sudah sangat luas. Dari media cetak dan terknologi eletronika. Kita lihat seperti film, media sosial, media elektronik selalu mengkaitkan dengan bisnis dan keuangan.

B. Dampak Negatif
I. Merusak norma-norma
Dalam perkembangan dunia kesusatraan banyak jenis kesusastraan yang dapat merusak norma-norma sosial masyarakat. Seperti norma adat istiadat, norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Kesusastraan mampu menerobos dan menghantam norma-norma tersebut. Sehingga norma-norma hancur lebur dan hampir tidak tersisa.

Manusia yang malas belajar dan malas mempraktikkan kebudayaannya. Membuat semua norma-norma yang dimiliki bangsanya terlupakan. Sehingga masyarakat mulai kehilangan pegangaan hidup. Lalu mereka menjadi masyarakat yang kacau. Kemudian mengikuti kebudayaan yang mendominasi pada masanya. Bahkan terkadang orang-orang tersebut merendahkan kebudayaannya sendiri. Lalu merasa hebat dengan meniru kebudayaan orang lain. Yang paling celaka yang ditiru bukan hal yang baik.

Tapi orang Indonesia dalam meniru berbeda dengan orang Cina. Orang Cina meniru yang baik, seperti teknologi. Kalau orang Indonesia meniru hal yang buruk. Meniru ke-gayaan, ikut mengkonsumsi minuman keras, ikut kumpul kebo, ikut pakaian mini, ikut seks bebas, ingin melegalkan LGBT, ikut tatoan, pacaran peluk-pelukan ditempat ramai.

Merasa moderen dan keren dengan tato. Padahal tato itu milik kebudayaan suku-suku primitif untuk tanda anggota sukunya. Tato dibilang seni, padahal seni adalah sesuatu yang bermanfaat, indah, tidak merusak. Tato menyakiti kulit, dan diri sendiri. Sedikitpun tidak ada manfaatnya. Apakah ada orang keren dengan tatoan seluruh tubuh atau di bagian manapun di badanya, TIDAK.

Hal seperti ini muncul adalah bentuk peniruan pada masyarakat Barat yang liar, bukan bebas. Bebas adalah hal yang tidak terikat, tapi punya aturan. Dari mana inspirasi mereka-mereka, ya dari film-film geng-geng  dunia Barat. Kadang pemeran film tersebut hanya tato cap atau tato lukis yang dapat dihapus kalau syuting film sudah selesai. Di Indonesia diikuti dan dicontoh oleh masyarakat secara nyata.

II. Senjata Ideologi dan Politik
Kesusastraan juga dapat menjadi senjata sebuah ideologi dan politik. Salah satu ideologi yang berkembang dari kesusastraan yang menggunakan media teater dan novel. Adalah ideologi sosialisme yang nantinya berkembang menjadi leninisme dan menghancurkan kekaisaran Rusia.

Kesusastraan yang menceritakan tentang pertentangan sosial kaum bangsawan dan rakyat petani (proletar). Memberi pengaruh terhadap pemikiran masyarakat sehingga penuntutan penghapusan kelas bangsawan dan kesetaraan manusia muncul. Revolusi komunisme meletus dan runtuhlah Kekaisaran Rusia.

III. Mempengaruhi Prilaku Sosial
Dalam prilaku sosial kesusastraan juga sangat berpengaruh. Perilaku sosial akan terpapar ke masyarakat yang dihadirkan oleh kesusastraan. Banyak sastrawan berkata kalau sastra suatu bangsa adalah cerminan bangsa tersebut. Pengaruh prilaku sangat kontras di tengah masyarakat. Kita dapat melihat dimana prilaku keras, baik, jahat, dapat dipengaruhi oleh sastra (film dan novel, dll).

Kita tentu tahu saat dunia film memperagakan busana. Mode pakaian, acara-acara pertemuan di hotel, nongkrong di kafe atau ditemat tertentu. Keberhasilan disimbolkan dengan memiliki harta-harta benda. Kita menonton adegan dimana dalam cerita novel atau film. Menceritakan tentang orang miskin yang hina dina.

Kemudian merantau ke kota dan menjadi kaya raya. Lalu pulang membawa mobil dan banyak uang. Hal ini kemudian menjadi pemikiran masyarakat pengkonsumsi sastra tersebut berpikir kalau orang sukses itu punya mobil. Sehingga kesuksesan tidak di nilai dengan prestasi. Sehingga manusia kemudian berlombah-lombah mendapatkan mobil untuk simbol kesuksesan. Disisi lain, sastra yang bertema orang merantau ke kota dan berhasil menjadi kaya. Juga faktor yang mempengaruhi urbanisasi ke kota-kota.

Dalam berpakaian, misalnya wanita cantik dan moderen itu di nilai dari make over, lipstik, dan pakaian-pakaian mini dan seksi. Sehingga para wanita berlombah-lombah mengikuti cara film atau novel tersebut. Sehingga kaum wanita pengkonsumsi sastra ikut-ikutan dengan gaya-gaya seperti itu. Membeli tas-tas yang berisi bedak dan lainnya. Baik itu dilihat dari film atau iklan. Telah membentuk pemikiran bahwa tas bagian dari mode. Agar wanita dinilai sebagai wanita cantik.

Sehingga kecantikan wanita tidak di nilai lagi dari, akhlaknya. Tidak di ukur dengan kejujurannya, tidak diukur dengan kesalehannya, tidak diukur dengan prestasinya, tidak diukur dengan kehormatannya, tidak diukur dari tertutupnya tubunya. Kemudian saat pacaran dimana dia mengikuti cara pacaran di dalam film dan novel. Kesuciannya diserahkan pada sang pacar atas nama cinta.

Kemudian dia ditinggalkan sang pacar. Lalu terluka dan kecewa, putus asa. Kemudian ada seorang laki-laki tampan dan baik hatinya. Dia ceritakan kalau dia tidak suci lagi. Karena kebaikan laki-laki itu dia menerima kekurangaannya. Kemudian seorang gadis membawa cerita film itu. Dia masukkan kedalam kehidupannya yang nyata. Kalau cinta tidak mempersoalkan kesucian. Alasannya untuk membenarkan kebodohannya.

Padahal di dunia nyata tidak akan ada laki-laki terhormat yang mau dengan wanita pezinah. Kecuali laki-laki yang memang sering berzinah. Di dunia barat kumpul kebo adalah harus. Karena mereka memang manusia yang tidak memiliki adab dan norma-norma susilah. Mereka memandang wanita sama dengan laki-laki. Tidak memiliki kehormatan diri. Saat menonton film atau membaca novel tentang bagaimana perilaku dan budaya mereka seperti itu. Di ikuti juga karena berpikir seperti itu kiranya orang negara maju pacaran.

Penjelasnya, katakanlah saat berpacaran di dalam dunia film. Kemudian ditiru oleh anak-anak muda di Indonesia yang sudah menonton. Selanjutnya para penulis Indonesia juga meniru cara-cara tulis yang sedemikan (inspirasi). Begitupun dengan pembuat film-film juga mengikuti juga.

Dengan demikian, Inilah yang dimaksud mempengaruhi prilaku sosial masyarakat secara luas. Kita saksikan saja sekarang, gaya-gaya rambut, mesum disana sini seperti adegan video-video forno. Berhubungan intim dua perempuan satu laki-laki. Satu perempuan tiga laki-laki.

Semua itu, meniru film-film forno yang diprooduksi masyarakat non muslim dimana pun di dunia ini. Orang-orang tersebut bertanggung jawab atas meningkatnya tarap mesum dan pelecehan terhadap wanita dan anak-anak. Banyaknya perselingkuhan dan maraknya perzinahan.

IV. Membawa Ke Dunia Daya Hayal
Di maksud dengan memperkuat daya hayal adalah dimana individu yang mengkonsumsi film atau literasi sastra muncul sifat peniruan. Sehingga adanya sikap atau sifat yang menghayal atau terjebak dalam dunia hayalan (imajinasi). Misalnya, eksen yang berlebih seakan mempersamai kehidupan nyata dia, dengan jalan cerita sastra yang dia konsumsi (film, novel, video).

Seperti dalam soal cinta dimana kecintaan dibuat-buat eksen romantis. Contoh, memberi bunga dengan berlutut pada gadis, seakan itu adalah tanda cinta yang sesungguhnya dan romantis. Berjalan bergandengan tangan sebagai tanda kemesraan dan kasi sayang. Merayakan ulang tahun pacar di hotel. Lalu tidur di hotel layaknya suami istri. Saat berpisah dengan sang pacar. Berciuman, pipi kiri dan pipi kanan. Ada yang berciuman di bibir.

Dalam hal ciuman di bibir, sesungguhnya mulut laki-laki dan mulut perempuan. Walau sudah gosok gigi tetap memberikan bauh. Karena hawa atau gas tubuh seseorang berbeda-beda. Walau sudah gosok gigi tetap mulutnya bauh. Saat tertelan air liur seseorang anda dapat sakit perut. Berarti, nikmatnya ciuman di bibir dalam adegan film hanyalah di buat-buat, atau ekting film. Orang bisa mengulang kalau kurang pas atau tidak pas.

Mereka seolah-olah menjalankan metode pacaran yang sesungguh. Padahal hal tersebut adalah bentuk seremonial kepura-puraan. Bentuk tiruan sandiwara novel dan film yang mereka sendiri sebagai pemerannya. Mereka ingin masuk kedalam dunia sastra (film dan novel), yang romantisme. Mereka tidak sadar kalau mereka berusaha masuk kedalam dunia kartunis atau fiksinis.

Padahal pada kenyataan sesungguhnya kalau dunia pecaran hanyalah sebatas saling mengenal saja. Saling mengenal atau kalau di dalam Islam melakukan taaruf. Taaruf proses saling mengenal dalam jangka waktu yang di tentukan. Sehingga pikiran sehat dan kesungguhan tersebut hadir.

Mereka merasa dimiliki dan memiliki di dalam alam semu dan khayalan. Bermain asmara dan drama-drama yang mereka buat sendiri. Marahan, ributan, dan romantisme-romatisme yang dikarang. Kadang ada yang bunuh diri, membunuh, hanya karena persoalan perasaan yang dimainkan. Film dan novel telah mensugesti manusia secara luas. Zaman dahulu sebelum pengaruh sastra hitam muncul. Pemuda-pemudi Indonesia biasa saja dalam hal perasaan. Walau pun mereka berpacaran.

Bukan hanya dalam urusan cinta, dunia hayal dan imaginer manusia yang di bawak ke alam anyata. Film perang dan film geng-geng nakal yang suka perang. Kemudian muncul kelompok-kelompok tauran. Film dan novel yang memperagakan bulian, tindak kekerasan senior terhadap adik kelas. Juga diperankan ke alam nyata. Banyak dimana pemukulan dan penyiksaan dilakukan oleh senior pada junior. Dia memerankan begitulah kalau menjadi senior.

Itulah yang di sebut membawa dunia sandiwara ke dalam dunia nyata. Yang seharus kesusastraan hanya sebatas hiburan tapi akhirnya dijadikan tuntunan. Pembuat film dan penulis sastra bertanggung jawab atas rusaknya sosial masyarakat. Maka mereka akan dihisab dihari akhir nanti. Dosa perbuatan orang-orang sebab pengaruh dari yang dia produksi (tulisan atau video) sama dengan para pelaku. Misalnya orang itu berzinah maka dosanya sama dengan pezinah tersebut.

Catatan: Orang-orang yang memproduksi kesusastraan hitam adalah pembunuh masyarakat dan pembunuh moral. Jangan meremehkan kesusastraan sebab itu adalah cermin masa depan bangsa kita. Masa depan anak cucu kita.  Dalam berprilaku kamu harus dapat membedakan antara dunia kenyataan dan dunia fiksi yang diciptakan manusia.

Oleh. Joni Apero.
Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, 3 November 2019.

Sy. Apero Fublic

7/14/2019

Perbedaan Syarce dengan Puisi, Sajak, dan Syair.

Apero Fublic.- Syarce berarti Syair Cerita. Yang dimaksud dengan syair cerita adalah penggabungan cerita pendek dengan karya sastra puisi, syair, sajak. Cerita yang di gabungkan tidak panjang yang berfungsi menjelaskan dan mendeskripsikan maksud dari syair, puisi atau sajak yang ditulis penyair. Syarce hadir untuk mengajak masyarakat menikmati karya sastra bersama-sama.

Karena masyarakat pada umumnya tidak mengerti makna pesan yang disampaikan oleh penyair. Syair hanya dinikmati oleh orang-orang sastrawan dan peneliti sastra. Sebab orang awam sastra sangat sulit mengerti bahasa syair, sajak, puisi yang memiliki banyak makna dengan bahasa perumpamaan. Diharapkan hadirnya syarce akan menjawab semua itu. Berikut ini ilustrasi syarce.


Cerita:
Aku seorang mahasiswa Sejarah Peradaban Islam yang mempelajari ilmu sejarah. Banyak sudah yang aku ketahui tentang Sejarah  Peradaban Islam. Dari zaman Rasulullah SAW sampai dengan kejayaan Kesultanan di Nusantara. Bukan hanya itu, di Nusantara banyak sudah aku membaca tentang sejarah kerajaan sebelum Islam, seperti Kedatuan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kutai di Kalimantan, Mataram Kuno dan Mataram Islam.

Kesultanan-kesultanan dari Aceh samapi Kesultanan Papua. Dalam pengetahuan itu, aku mengetahui bahwa peradaban timbul tenggelam, tidak ada yang abadi. Kebesaran tinggal cerita dan kenangan yang dibuktikan oleh artefak, naska, prasasti dan jejak tulisan. Sehingga aku melihat yang masih hidup dari sisa peninggalan masa lalu hanyalah berupa bahasa, adat istiadat, agama, budaya, dan warisan sastra. Dari itulah hal yang perlu kita bangun adalah budaya, agama, sastra dan pendidikan agar peradaban itu abadi.

Apabila kita kalah, dari empat hal tersebut, maka kita kalah selama-lamanya. Serta hancur sehancur-hancurnya. Budaya adalah cara hidup, pandangan hidup, identitas suatu masyarakat. Agama adalah bentuk pengendalian sosial dan penjaga moral. Dan ilmu pengetahuan untuk membangun sumber daya manusia. Dengan sumber daya yang baik akan mampu menguasai keilmuan agama yang luas.

Syair:
BADAI NEGERIKU

Banyak cerita negeri-negeri.
Bertahta mahkota raja-raja
Mengalir cerita zaman.
Dan ramailah disudut negeri.

Kisah akan terhenti.
Cerita akan berakhir.
Sejarah tinggallah kenangan
Negeri-negeri jua tenggelam.
Dan bumi dalam kegelapan.

Tiadalah satu cahaya penerang.
Dan tiadalah suatu kejayaan.
Hancur jua ditelan zaman.
Peradaban jangan dibangun diatas gedung-gedung.
Peradaban hanya ada didalam.
Ilmu pengetahuan, budaya, dan Agama.
Inilah yang mesti kita bangun.
Agar tercapai kejayaan negeri.

Oleh: Joni Apero.
Palembang, Senin 23 Januari 2017.
Kategori. Syarce Fiksi.

Berikut adalah bentuk puisi atau sajak kenangan dari beberapa penyair Indonesia. Maksud dari tulisan ini adalah untuk memperbandingkan antara syarce dan syair biasa (sajak). Kalau kita sebagai orang awam sastra dapatkah kita mengerti syair melankolis di bawah ini. Karena makna dari syair berikut sangat sulit dimengerti bagi orang awam sastra.

Ketidak mengertian tersebut disebabkan karena malas berpikir dan kurangnya ilmu pengetahuan. Syair melankolis mengajak pembaca untuk berpikir. Berbeda dengan syair atau sajak yang sudah dimengerti maknanya. Pembaca atau pendengar akan langsung memahami makna pesan yang disampaikan. Pembaca diajak, berpikir mencari tahu itulah tanpa sadar pembaca telah belajar bijak dan belajar berpikir. Sehingga bentuk kecerdasan sedang diasah.

Syarce hadir untuk menuntun pemikiran dari pembaca. Memberi pandangan tentang apa yang dimaksud penyair. Syarce yang diawali dengan deskripsi singkat atau cerita singkat dimaksudkan agar pembaca mengerti maksud dari syair. Sehingga pembaca tidak jemu dan dapat menangkap pesan yang disampaikan.

Pembaca akan tahu maksdu dan makna yang disembunyikan dari balik kata-kata melankolis yang bersimbol. Berikut adalah pentuk syair biasa (sajak). Dapatkah kalian menangkap makna dari syair dibawah ini. Coba bandingkan dengan syarce di atas yang saya tulis sedikit makna dari syair saya (ada cerita). Yok, menulis syarce.

SURAT DUNIA MATI.

Telah kau sebar isyarat gaib.
Lewat seekor kucing mengeong di gelap malam
Matanya begitu dingin, tajam memandang ku
Menggetarkan bulu kudukku. Dan aku
Sepanjang jalan menghayati keasingan.
Mengalir sendirian di sungai deras waktu.

Sinar Alam Semesta Berkobar.
Mempersaksikan pemberontakan tauhidku
Pada selingkat ibadah jam kerja
Mengkonddisikan pikiran dan perasaanku.
Pada target produksi yang pasar.
Ya, kutanya pemberontakan tauhidku
Agar kehidupan terjaga menghayatiNya
Dalam siklus peradaban, mengaliri.
Urat-urat daraku. O dunia![1]

Soni Farid Maulana, 1987.

ELISA

Sekali kau bernyanyi
Sekali tertabur wangi
Mengantar segala ingatan ke pangkal hari

Kurasa kini aku jadi burung camar
Melepas diri dari segala sangkar
Mencelup sama biru melihat kelasi
Matanya kuyu rindukan tepi.

Tapi kurasa kini akupun kelasi.
Diluar mauku datanglah angin selatan
Membawa kapalku jauh melancar
Tidak ku tahu kapan aku kembali

Sekali kau bernyanyi
Sekali kau pautkan hati
Membayang segala impian di jauh hari.[2]

(Vita 1955)
Nafiri, Djamil Soeherman

IBU

Diredup bayangan senja
Nono lelap dipeluk bunda
Diayun mata
Dinyanyi lupa

Nono kecil jangan menangis
Ada matahari esok, Nonoku
Ibu buatkan mainan cahaya
Ibu suntikkan setangkai bunga.

Apa ibu harap
Nono yang pintar cerita
Tentang langit dan cinta
Bila renta punggung bunda
Dan matahari bukan ia punya?

Nono yang pintar cerita
Antar saja kembang tiap jumah
Di kubur bunda.[3]

Oleh. Djamil Soeherman.
(suara masyarakat, 1955).

SUBUH

Katakan aku berlindung aku,
pada penyempurna cahaya subuh
Dari petaka segala ciptaan-Nya
Dan gulita bila datang menyeluruh
Dan mereka yang menghembus buhul tali
Dan pendengki bila sakit hati.[4]

(Al-Falaq)
Mohammad Diponegoro, 1988.

Dari perbandingan tersebut dapat membedakan antara syair biasa tanpa cerita. Dengan syarce atau syair yang diberikan pengantar atau cerita diawal atau diakhir syair. Tentu kata-kata yang tidak dapat ditapsirkan sedikit dimengerti oleh pembaca.

Dalam menghadirkan cerita, dapat juga tempatkan dibagian awal atau dibagian akhir dari syarce. Atau cerita boleh juga diberikan pada awal dan akhir. Sehingga syair, puisi, sajak berada di tengah-tengah. Syarce terbagi dua, yaitu syarce fiksi (imajinasi murni) dan syarce nonfiksi atau objektif berdasarkan fakta yang ada.

Oleh. Joni Apero.
Editor. Selita. S.Pd.
Fotografer. Dadang Saputra.
Palembang, 2018.
Daftar Baca.
Djamil Soeherman dan Mohammad Diponegoro, Kabar Dari Langit, Bandung: Pustaka, 1988.
Djamil Soeherman, Nafiri, Bandung: Pustaka, 1983.
Soni Farid Maulana, Matahari Berkabut, Bandung: Pustaka, 1989.
Sumber foto sunrise. Nur Aisyah.


[1]Soni Farid Maulana, Matahari Berkabut, Bandung: Pustaka. 1989, h. 6.
[2]Djamil Soeherman, Nafiri, Bandung: Pustaka, 1983, h. 9.
[3]Djamil Soeherman dan Mohammad Diponegoro, Kabar Dari Langit, (Bandung: Pustaka 1988), h. 43.
[4]Djamil Soeherman dan Mohammad Diponegoro, Kabar Dari Langit, h. 23.

Sy. Apero Fublic