Bencana
Kampus
Mahasiswa
Opini
Pendidikan
Suara Rakyat
Banjir Dayeuhkolot Kenapa Kita Masih Kena Bencana yang Sama?
Banjir
Dayeukolot (dok. internet) |
APERO FUBLIC I OPINI.- Banjir besar yang melanda Dayeuhkolot lagi-lagi bikin warga kerepotan. Curah hujan ekstrem memang jadi pemicu utama, namun banjir yang terus berulang menunjukkan bahwa persoalan ini tidak bisa dianggap sepele. Lebih dari 50 rumah terendam dan ratusan warga harus mengungsi. Dampaknya bahkan lebih parah dibanding banjir 2024 seiring dengsan semakin rusaknya kondisi lingkungan dan pesatnya urbanisasi semakin tidak terkendali.
Secara geografis, Dayeuhkolot merupakan wilayah rawan banjir karena berada di dataran rendah dan dilalui aliran sungai citarum. Hujan ekstrem selama 12 jam akibat perubahan iklim membuat cuaca tidak stabil. Kondisi ini diperparah penggundulan hutan di hulu Citarum (sekitar 40% hilang dalam 10 tahun terakhir), Selain itu, permasalahan infrastruktur, seperti Sungai yang di penuhi sampah , drainase dan kanal yang tidak berfungsi optimal, urbanisasi tak terkendali, dan alih fungsi sawah menjadi perumahan yang menghilangkan lahan resapan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat setidaknya lima banjir besar terjadi di wilayah Bandung Raya dalam sepuluh tahun terakhir. Data ini menunjukkan bahwa banjir bukan lagi kejadian insidental, melainkan masalah struktural yang terus berulang tanpa penanganan menyeluruh.
Warga menilai pemerintah masih lambat dan kurang tegas. Program reboisasi dan normalisasi sungai memang ada, tapi pelaksanaannya lambat, bahkan, muncul dugaan bahwa sebagian anggaran mitigasi banjir dialihkan ke proyek lain yang tidak berdampak langsung pada pencegahan bencana. Survei independen menunjukkan sekitar 70 persen warga meyakini banjir sebenarnya dapat dicegah apabila pemerintah lebih sigap dan serius. Kondisi ini menunjukkan adanya kesenjangan antara perencanaan kebijakan di atas kertas dengan realisasi nyata di lapangan.
Banjir Dayeuhkolot 2025 seharusnya jadi alarm bagi semua pihak. Masalah ini bukan semata – mata akibat hujan deras, melainkan hasil keputusan dan prioritas yang selama ini kurang tepat selama bertahun – tahun. Reboisasi hulu sungai harus dipercepat dan melibatkan masyarakat, infrastruktur seperti sungai, tanggul, dan drainase perlu dibenahi secara menyeluruh, serta edukasi lingkungan soal sampah serta tata ruang harus ditingkatkan agar masyarakat lebih sadar menjaga lahan resapan.
Selain itu, transparansi anggaran mitigasi banjir menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Dana publik harus benar-benar digunakan untuk pencegahan bencana, bukan sekadar proyek formalitas. Jika langkah-langkah ini tidak segera diwujudkan, bukan hal yang mengejutkan apabila banjir dengan pola yang sama kembali terulang di tahun-tahun mendatang—dan masyarakat lagi-lagi harus menanggung dampak dari masalah yang seharusnya bisa dicegah.
Tagar
#BanjirDayeuhkolot #TanggungJawabPemerintah #LindungiLingkungan
e-Epilog. Suara Rakyat
Tulisan ini mengangkat persoalan banjir yang terus berulang di wilayah Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, dengan menyoroti faktor struktural seperti kerusakan lingkungan di hulu Sungai Citarum, lemahnya pengelolaan tata ruang, buruknya infrastruktur drainase, serta lambannya respons dan prioritas kebijakan pemerintah dalam mitigasi bencana. Opini ini juga menekankan pentingnya transparansi anggaran, keterlibatan masyarakat, dan edukasi lingkungan sebagai langkah pencegahan jangka panjang agar bencana serupa tidak terus terulang.
Penulis: Vriliana Ridzkia Lutfi
Surat Elektronik: vrililutfi@gmail.com
Mahasiswi dari Universitas Kebangsaan Republik Indonesia, Fakultas Ilmu dan Sastra, Jurusan Ilmu Komunikasi.
Editor. Tim Redaksi
Sy. Apero Fublic
Via
Bencana

Post a Comment