1/16/2021

Mengenal Kata Datu dan Datun: Gelar Raja dan Ratu Asli Nusantara Yang Terlupakan

APERO FUBLIC.- Sejarah Kebudayaan. Gelar Datu adalah gelar asli dari peradaban bangsa Indonesia dan Asia Tenggara. Datu sama halnya dengan raja, sultan, kaisar, king, presiden. Sebelum masuknya pengaruh asing dalam kebudayaan Nusantara. Masyarakat Nusantara telah memiliki peradaban sendiri yang kita kenal dengan peradaban megalitikum.

Peninggalan peradaban megalitikum memang tidak meninggalkan catatan tertulis. Tapi masih dapat dilacak dari tinggalan arkeologis, berupa tempayan kubur, manik-manik, kapak batu, batu berukir, stupa, sisa makanan seperti kulit kerang, keong dan siput. Selain itu, bahasa dan kesastraan juga menjadi bahan untuk meneliti kebudayaan asli Indonesia.

Dalam penggunaan gelar untuk pemimpin mereka, nenek moyang kita di Nusantara menggunakan istilah Datu. Kata-kata datu dapat terlacak di dalam sastra lisan masyarakat dan sastra lama yang tertulis sebelum masuknya pengaruh Indiah. Seperti pada masyarakat Sasak di Lombok yang memiliki sastra lisan tentang Datu.

Kata datu berarti pemimpin atau raja. Seperti dalam cerita lisan Datu Untal (Raja Untal), cerita Datu Aca dait dan Datun Began yang berarti Raja Untal dan Ratu Tikus. Di sini istilah ratu istri raja atau pemimpin wanita di istilahkan dengan Datun. Ada penambahan hurup n untuk membedakan raja dan ratu.[1]

Sastra lisan dari masyarakat Melayu Makasar di Sulawesi Selatan yang berjudul Meompalo Karelae. Dalam cerita lisan tersebut juga memakai kata Datu untuk gelar atau panggilan untuk seorang pemimpin. Berikut cuplikan dari sastra lisan meompalo Karelae:

Datunna Sangiang Seeri. (Datu sang Hiang Sri).
Tennapajaga mattanro. (Tak henti-hentinya memaki).
Puakku punna bole e. (Majikanku yang punya rumah).
Nasitujuang peggangngi. (Bertepatan sekali). (h. 3).

Datunna tiuseng ede. (Datu Tiuseng).
Bata ede barellede. (Sorgum dan jagung).
Sinning betteng maega e
. (Semua sekoi yang banyak). (h. 6).[2]

Pada sastra lisan meompalo karelea memuat kata Datunna yang berarti Datu. Sastra lisan ini telah terpengaruh oleh kebudayaan India. Tapi masa munculnya kemungkinan pada masa peralihan kebudayaan. Yaitu dari kebudayaan asli Nusantara ke kebudayaan pengaruh India.

Selain itu, di masyarakat Melayu Batak juga terdapat kata Datu. Datu dalam pengertian mereka adalah orang yang memiliki kekuatan supranatural. Datu adalah tokoh keagamaan asli dari masyarakat Melayu Batak. Kisah Datu juga terdapat dalam sastra lisan masyarakat, berjudul Tongkat Bagas Marhusor. Sebuah kisah seorang pemuda Batak pada masa lalu. Dimana masyarakat Batak masih hidup dengan kebudayaan asli mereka.

Dokumen tertulis yang memuat kata Datu untuk penyebutan raja, terdapat pada prasasti peninggalan Sriwijaya yaitu, Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Pulau Bangka, beraksara Pallawa berbahasa Melayu Kuno dan berbentuk tugu. Pada baris kedua dengan jelas tertulis Datu Sriwijaya atau Raja Sriwijaya. Kedatuan Sriwijaya sama halnya dengan Kekaisaran Sriwijaya atau Kerajaan Sriwijaya.

Dikutif dari wikipedia, kata Datu juga ditemukan di Pilifina Selatan. Tepatnya di Mindanau dan Bisaya. Datu digunakan untuk penyebutan para pemimpin atau raja yang berdaulat. Di Kalimantan Selatan para ulama yang telah lama wafat. Penduduk menyebutnya dengan tambahan kata Datu. Seperti Datu Kalampaian, Datu Landak, Datu Sanggul, Datu Nuraya, Datu Ingsat dan lainnya.

Di Banjar dan Brunai Darussalam nenek moyang di sebut nini datu orang Banjar, dan datu nini orang Brunai. Untuk Kalimantan Timur, Datu digunakan untuk gelar atau sebutan untuk raja. Raja Tidung dan Raja Bulungan mereka memaki gelar Datu.

Yang menjadi pertanyaan apakah gelar datu adalah bentuk kata penyebutan pemimpin budaya asli Nusantara?. Apakah Datu adalah bentuk jejak pengaruh dari kebudayaan maritim Kedatuan Sriwijaya?. Awalan kata ke menunjukkan pusat atau menyatu. Sedangkan akhiran an menjelaskan yang lebih dari satu.

Menurut Prof. Dr. Slametmulyana dalam buku berjudul Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara. Bahwa kata untuk pemimpin berawal dari kata yang sangat sederhana, yaitu kata tu. Kata tu berasal dari rumpun bahasa shan, berarti kata ganti diri atau badan. Kata tu mewakili orang yang terhormat. Kemudian kata tu di semenanjung Malaysia berkembang menjadi Tun. Kemudian masuk ke Sumatera menjadi Tuan, lalu masuk ke Pulau Jawa menjadi Ratu.[3]

Apabila kata tu berkembang menjadi kata-kata untuk orang terhormat. Lalu teori tersebut mendekati kebenaran, maka kata tu dapat juga berkembang menjadi kata Datu. Yang kemudian tersebar di seluruh Asia Tenggara. Kemungkinan perkembangan kata Datu lebih tua dari kata tun dan tuan.

Selain itu, kata Datu juga berkembang menjadi kata Datuk dan Dato. Kata Datu juga berkembang di setiap daerah dengan pengertian masing-masing masyarakatnya. Namun yang jelas, kata Datu bermakna orang yang terhormat.

Oleh. Joni Apero.
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra
Palembang, 16 Januari 2020.

Sumber:
Slametmuljana. Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara. Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
M. Arief Mattalitti. Meompalo Karelea. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990.
Shale Saidi, dkk. Sastra Lisan Sasak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.
Internet: wikipedia:Datu.

[1]Shale Saidi, dkk. Sastra Lisan Sasak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987. h. 9.
            [2]M. Arief Mattalitti. Meompalo Karelea. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990.
            [3]Slametmuljana. Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara. Jakarta: Balai Pustaka, 1995. h. 43.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment