5/12/2021

Mengenal Tanaman Pinang (Areca Catechu): Budaya Indonesia, Industri dan Farmasi.

Apero Fublic.- Bangka atau Pinang adalah jenis tanaman keras yang memiliki nama ilmiah areca catechu, dari keluarga arecaceae genus, divisi magnoliophyta classis. Tumbuh di kawasan Pasifik, Asia, dan Afrika Timur. Dalam bahasa Inggris Pinang disebut betel palm. Pada masyarakat Melayu di Sumatera Selatan dinamakan, bangka.

Di Aceh disebut pineung, dan pining di daerah Batak-Toba. Daerah lain juga memiliki nama masing-masing. Pinang masuk dalam klasifikasi tumbuhan monokotil, berakar serabut. Bangka atau pinang masuk jenis palem-paleman.

Kelopak pelepah menempel pada batang. Pada pelepah muncul daun yg memanjang. Tulang daun berupa lidi halus. Bentuk daun seperti lambung perahu. Saat daun tua berwarna kuning, kemudian jatuh kebawah. Kelopak pelepah sering dijadikan mainan anak-anak.

Batang pinang meninggi seiring kemunculan pucuk daun, secara berkelanjutan. Tangkai bunga muncul dari sela kelopak atau batang atas. Tangkai buah menggantung, buah bentuk bulat telur. Umumnya  warna buah mentah hijau, saat masak warna buah kuning tua (orange). Kulit buah berserabut, biji keras hitam. Biji masak tersebutlah yang dimanfaatkan.

Pinang adalah tumbuhan yang sangat dekat dengan budaya masyarakat di nusantara. Di Asia Tenggara terutama di Indonesia (Aceh sampai Papua), buah pinang dijadikan kunyahan kebiasaan sehari-hari, dan untuk upacara adat-istiadat. Dahuluh laki-laki dan wanita terutama orang tua selalu mengunya pinang-sirih (menyirih). Dalam bahasa Melayu di Sumatera Selatan dikenal dengan, ngilim atau menyirih. Wadah alat-alat menyirih dinamakan tepak atau paliman.

Di Indonesia terdapat dua jenis pinang, pinang unggul dan pinang biasa. Pinang betara berasal dari Betara-Jambi, Tanjung Jabung Barat. Pinang Bulawan dari Kotamobagu, Sulawesi Utara juga varietas unggul. Buanya besar, kadar tanin yang tinggi, memiliki produksi yang besar.

Selain itu Pinang Merah (gyrtostachys lakka becc) yang berasal dari Semenanjung Malaka, Sumatera dan Kalimantan. Jenis lain, pinang Aceh, pinang hutan, pinang irian (prychosperma macarthuii nicholson), pinang biru, pinang kelapa (actinorhytis calapparia).

Budaya saat bermusyawarah keluarga menjelang pernikan, lamaran, sirih dan pinang menjadi simbol kekeluargaan dan musyawarah. Adat ini sampai sekarang masih berlaku di Sumatera. Pada zaman kerajaan dan kesultanan musyawarah istanah, diplomasi negara, dan pernikahan juga diawali dengan makan pinang-sirih.

Kebutuhan adat dan kebutuhan konsumsi itulah, menjadikan pinang tanaman yang diperlukan. Lalu setiap penduduk menanam pinang di dekat pemukiman mereka, di pekarangan rumah, kebun dan ladang.

Dari budaya makan pinang-sirih tersebut, dijadikan awal kata dalam buku-buku negara kita duhulunya diawali dengan kata, sekapur siri. Karena mengambil intisari dari budaya kita. Dimana dalam mengawali pembahasan sesuatu (pembukaan kata), berkata-kata selalu diawali dengan memakan pinang-sirih. Dalam ramuan pinang sirih terdapat kapur. Maka, di tulislah awal pembahasan buku dengan, sekapur sirih.

Namun oleh orang-orang yang buta budaya (sok maju) dan tidak mengerti ciri khas budaya nusantara (nenek moyang Indonesia) kemudian mereka rubah menjadi, kata pengantar. Mereka disebut kelompok interior dalam bidang kebudayaan.

Kelompok inferior kebudayaan tersebut mengagungkan budaya asing dan merendahkan budaya sendiri. Mereka juga mengidap penyakit sosial akut, yaitu neofeodalisme. Sehingga pola pikir mereka hanya bisa mengikuti atau menjiplak. Lalu menjiplak kata Preface atau kata pengantar mengganti kata sekapur sirih.

Selain itu, kemungkinan mereka  t memiliki pengetahuan kebudayaan Indonesia asli dimana menganggap makan pinang atau pinang-siri cuma di beberapa tempat saja, Seperti orang Melayu (Sumatera, Malaysia). Padahal budaya makan pinang sirih adalah milik bangsa Indonesia.

Selain itu, buah pinang muda juga dijadikan pelengkap adat hantaran pernikahan. Seperti pada masyarakat Sungai Keruh, Sumatera Selatan. Kemudian saat adanya kematian, secara budaya masyarakat memasukkan pucuk pinang muda (umbut) untuk masakan budaya (kebiasaan) saat acara kematian.

Dalam kesastraan rakyat ada ungkapan yang diambil dari pinang: “bak pinang dibelah dua.” Ungkapan ini memberikan gambaran dua hal yang sama persis. Misalnya untuk ungkapan menggambarkan sepasang suami istri yang cocok, wajah orang kembar yang sangat sama, dan lainnya.

Selain kebutuhan kebiasaan makan pinang sirih. Pinang zaman sekarang termasuk jenis tanaman obat dan industri. Buah pinang diekspor ke Cina, dan Asia Selatan. Kemajuan teknologi telah mengubah pemanfaatan buah pinang. Seperti Cina dan India telah mengubah buah pinang menjadi permen.

Sebagai inspirasi usaha, pinang dapat diolah menjadi bubuk atau tepung. Seperti memadukan tepung pinang dan tepung kopi. Tepung pinang dapat diolah menjadi bahan baku makanan ringan, dan permen. Namun perlu dilakukan formulasi yang baik dan penelitian agar memenuhi syarat.

Produk pengolahan pinang menjadi minyak atsiri pinang. Produk turunan lanjutan pada bidang farmasi, minyak bahan bakar pengganti solar, minyak wangi. Biji pinang mengandung atsiri dan tanin alkoloid. Tanin merupakan senyawa yang penting penggunaannya dalam bidang kesehatan dan industri.

Membudidayakan pinang cukup mudah, tidak memerlukan perawatan yang intensip. Dapat dibudidayakan bersama tanaman keras lain, seperti karet, buah-buahan, kelapa, dan lainnya. Sehingga tidak mengganggu produksi dan perkembangan perkebunan lainnya. Salah satu caranya usaha petani: membentuk kelompok tani, kemudian bersama-sama membudidayakan pinang di daerahnya.

Sehingga terbentuk kelompok tani pinang. Tentu hal demikian adalah usaha sampingan perkebunan yang menjanjikan. Bekerjasamalah dalam menanam, pengumpulan saat panen, dan saat memasarkan hasil panen. Dalam waktu cepat akan terbentuk sentra penghasil buah pinang.

Oleh. Joni Apero
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 13 Mei 2021.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment