12/21/2022

Fenomena atau Kenyataan: Orang-orang Membenci Pertanian.

APERO FUBLIC.- Dunia pertanian terus berkurang peminatnya. Dari waktu ke waktu jumlah petani di dunia terus berkurang, begitu juga di Indonesia. Doktrin kehidupan kita telah salah selama ini. Menganggap dunia pertanian sebagai provesi dan pekerjaan yang rendah derajadnya. Hampir semua orang malu mengaku dirinya sebagai petani. Selain itu, tidak ada orang tua yang berharap, bahkan mengajarkan anaknya menjadi petani atau peternak.

Doktrin inverior dan efek penjajahan dan perbudakan telah merubah mental dan pikirian bangsa Indonesia. Saat mereka melihat kehidupan kaum penjajah yang makmur, bekerja di kantor dan berpakaian rapi. Saat itulah anggapan mereka muncul bahwa petani adalah pekerjaan kelas rendah. Hanya menjadi PNS atau abdi negara yang mereka doktrinkan pada anak-anaknya. Menjadi polisi, menjadi dokter, menjadi artis atau lainnya.

Tidak satupun para orang tua ingin anaknya menjadi petani. Padahal dunia pertanian adalah pekerjaan paling penting. Dimana semua sektor kehidupan di dorong dan ditopang oleh sektor pertanian. Kita tidak perlu membahas kekurangan beras. Saat cabai harganya melambung sudah membuat panik seluruh masyarakat.

Kita lihat dunia pertanian kita yang benar-benar tertinggal. Mulai dari SDM sampai ke teknologi para petani. Semua tidak memadai dan amburadul dimana-mana. Pertanian masyarakat kita sangat sederhana. Mengandalkan cangkul dan parang dalam mengolah lahan mereka. Pengairan mengandalkan curah hujan atau air sungai sekitar. Kemudian kesulitan dalam mengurus hama, pupuk, dan pemasaran. Sehingga panen tidak menentu dan saat hasil panen melimpa. Harga turun dan menjadi sangat murah.

Di sepanjang jalan pedesaan kita menemukan perkebunan sawit atau perkebunan karet yang ditanam tradisional. Sawit untuk beberapa tahun terlihat subur dan bersih. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya akan mulai tidak terawat. Kesuburan perkebunan sawit terus menurun. Panen telah menurun dan bahkan tidak ada lagi hasil panen kemudian.

Karet yang ditanam seadanya bermodal linggis dan pembersihan dengan parang. Hanya sebatas usaha perkebunan tradisional yang bermodal kecil. Kelak, saat pembukaan kebun karet rakyat mereka. Getah karet tidak begitu banyak dan hanya cukup di jual harian atau mingguan. Dimana hasilnya hanya cukup dimakan sehari-hari.

Dalam kuwalitas SDM masyarakat kita dibidang pertanian masih sangat rendah. Sistem tradisional yang mereka kuasai dari meniru cara orang tua mereka. Demikian juga untuk lahan yang telah digarap bertahun-tahun tentu akan menurun kesuburannya. Tak ayal lagi, kehidupan petani terus merosot dan terpuruk. Kesulitan hidup terus melanda mereka. Bahan-bahan pokok naik tak seimbang dengan pendapatan lagi. Jangankan untuk mengkuliahkan anak di Perguruan Tinggi, makan sehari-hari pun seadanya.

Lalu adakah anak muda yang bercita-cita menjadi petani. Ingin membangun dunia pertanian dan mensejahterakan petani. Membuat orang menjadi bangga berprovesi sebagai petani. Memang itu hal mustahil, tapi bukan tidak mungkin. Kita berharap suatu hari nanti ada terobosan dalam dunia pertanian kita. Jangan seperti sekarang, pupuk subsidi pun menghilang. Bukan karena tak dianggarkan. Tapi disulap dengan sedemikian cara, itu tak ada tapi nyatanya ada. Hal ini, hanya tuhan yang dapat menjawabnya.

Demikianlah, orang-orang tua yang berputus asah. Mereka mulai membenci kehidupan petani. Dari zaman dahulu sampai dengan zaman sekarang. Ditambah lagi ada larangan membakar lahan, sehingga tambah sulit mereka menanam. Dengan alasan mencegah kebakaran hutan dan lahan. Yang namanya petani pastilah orang miskin, hidup susah dan kekurangan. Lihat mereka PNS, Pekerja Kantoran yang bersih tampak gemuk dan sejahtera. Demikianlah kisah petani kita, yang semakin lama semakin sedikit. (Red)

Disusun: Tim Apero Fublic
Editor. Rama Saputra.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment