1/17/2021

Hikayat: Alas Duduk Kulit Kerbau

Apero Fublic.- Ada cerita tetang sepasang alas duduk yang dibuat dari kulit kerbau. Alas duduk milik Datu, dan setiap hari alas duduk itu diduduki olehnya. Kalau sudah selesai diduduki dia letakkan di sempare. Sempare tempat meletakkan alat-alat rumah tangga yang terbuat dari bambu dan terletak diatas tungku api.

Karena di letakkan di atas sempare, tempat duduk ini tidak henti-hentinya diintip oleh tikus yang ingin sekali memakannya. Konon, berkat kekuasaan Tuhan, sepasang alas duduk itu dapat berkata-kata seperti manusia. Alas duduk itu satu laki-laki suaminya dan satu perempuan istrinya.

“Wahai istriku, bagaimana jadinya kita ini, kalau kita terus menerus menjadi alas duduk, pasti kita dimakan tikus, sebab siang malam kita diintip oleh tikus. Sekarang, bagaimana jika kita menjadi tikus?.” Kata alas duduk yang laki-laki pada alas duduk istrinya. “Aku setuju, suamiku.” Jawab sang istri. Keduanya berdoa pada Tuhan agar keduanya diizinkan menjadi tikus. Sebuah keajaiban pada sepasang alas duduk dari kulit kerbau itu. Keduanya pun menjadi tikus.

“Nah, sekarang kita sudah menjadi tikus. Tidak perlu takut lagi untuk dimakan tikus.” Kata suami alas duduk pada istrinya. Keduanya menjadi gembira dan bahagia karena sudah menjadi tikus. Akan tetapi kegembiraan mereka tidak bertahan lama. Mereka tidak bebas seperti dulu lagi bermain. Mereka harus bersembunyi dan tidak berani berisik saat ada kucing. Oleh karena itu, suami alas duduk dari kulit kerbau berkata pada istrinya.

“Menjadi tikus susah, kita merasa tidak aman juga. Diincar dan diintai oleh kucing, suatu hari kita akan menjadi makanan kucing. Sebaiknya kita memohon kembali pada tuhan, untuk menjadi kucing.” Kata suami alas duduk pada istrinya. Istrinya setuju, keduanya berdoa pada tuhan, untuk menjadi kucing. Doa keduanya dikabulkan oleh Tuhan dan keduanya berubah menjadi kucing. Setelah berubah menjadi kucing, keduanya keluar dan jalan-jalan. Tapi, baru saja keduanya keluar bertemu seekor anjing. Keduanya pun dikejar oleh anjing.

“Rupa-rupanya menjadi kucing juga tidak enak dan susah. Lebih baik kita menjadi anjing saja.” Kata suami alas duduk pada istrinya. Istrinya menurut saja, lalu keduanya memohon pada Tuhan untuk berubah menjadi anjing. Doa keduanya dikabulkan oleh Tuhan, dan berubahlah keduanya menjadi Anjing. Saat menjadi anjing keduanya lapar, dan mendekati manusia yang sedang menumbuk padi di lesung. Mereka mencari dedak untuk dimakan. Saat keduanya mendekat, kepala mereka dipukul manusia itu dengan alu.

“Menjadi anjing juga tidak enak, dan susah istriku. Oleh sebab itu, mari kita berdoa pada Tuhan untuk menjadi manusia.” Keduanya berdoa pada Tuhan, doa keduanya dikabulkan oleh Tuhan. Keduanya akhirnya menjadi manusia. Setelah menjadi manusia keduanya dipaksa oleh Kliang bekerja memikul batu. Tiada henti-hentinya keduanya dipaksa memikul batu untuk membuat jalan. Kliang adalah orang yang selalu memerintahkan orang untuk kerja paksa.

Keduanya tidak tahan menjadi manusia. Kemudian berdoa pada Tuhan untuk menjadi Kliang yang selalu memerintahkan orang-orang kerja paksa memikul batu. Doa keduanya dikabulkan oleh Tuhan, keduanya pun akhirnya menjadi Kliang. Setelah menjadi Kliang, keduanya tidak henti-hentinya diperintahkan oleh Datu. Tidak pernah keduanya dapat tidur nyenyak siang atau malam. Baru saja tertidur, datang utusan raja membangunkan mereka mengantarkan surat perintah. Akhirnya keduanya juga tidak tahan menjadi Kliang.

Kepada istrinya dia berkata untuk berdoa pada Tuhan untuk menjadi Datu. Doa keduanya pun dikabulkan oleh Tuhan. Keesokan harinya keduanya menjadi Datu dan Datun. Memiliki kekuasaan dan pasukan, harta benda dan tidak ada lagi yang menyuruh-nyuruh atau memerintah mereka. Tapi di sisi kedatuan mereka terdapat sebuah kedatuan lain. Datu dari kedatuan itu sangat pemberani dan akan menyerang kedatuan mereka. Kedatuan itu kuat dan pasukannya sangat banyak, bersenjata lengkap. Maka keduanya yang sudah menjadi Datu dan Datun menjadi takut.

Dalam pertimbangan keduanya, kalau mereka berperang melawan Datu dari negeri tetangga yang kuat itu. Pastilah mereka akan kalah perang, lalu mereka akan dibunuh atau ditawan. Kalau ditawan pastilah mereka dijadikan budak. Diperintahkan mengurus kuda, menyabit rumput untuk makanan kuda Datu, atau memandikan kuda Datu negeri itu. Berkatalah dia pada istrinya dengan sedih. “Istriku, sebaiknya kita menjadi apa?. Agar tidak ada lagi yang berani melawan kita.” Kata suami alas duduk yang sudah menjadi raja. Istrinya menggeleng dan dia menurut saja. Lalu dia berkata lagi.

“Bagaimana, sebaiknya kita menjadi Tuhan juga. Bukankah tidak akan ada yang dapat melawan kita.” Ide yang bagus menurut suami dari alas duduk yang terbuat dari kulit kerbau itu. Istrinya setuju dan keduanya berdoa pada Tuhan, meminta untuk jadi tuhan juga. Namun, setelah keduanya berdoa meminta menjadi Tuhan. Tuhan pun menjadi murkah, sehingga keduanya yang sudah menjadi Datu dan Datun dikembalikan Tuhan ke wujud mereka semua, menjadi alas duduk raja.

Demikianlah cerita tentang mahluk yang tidak mau bersyukur dan selalu mengeluh tentang kehidupannya. Hidup dalam keadaan apa pun tentu ada kesulitan dan kemudahan. Jangan melampaui batas termasuk takabur dan menyalahi kodrat Tuhan sang maha pencipta. Cerita ini berasal dari masyarakat Melayu Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 18 Januari 2021.
Sumber: Shaleh Saidi, Dkk. Sastra Lisan Sasak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment