PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

7/15/2022

Mengenal Sastra Lisan Lamut (Banjar)

APERO FUBLIC.- Sastra lisan Lamut berkembang di tengah masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Sastra lisan Lamut berproses secara alami dalam rentang waktu yang panjang. Sehingga lamut dianggap masyarakat sebagai sastra yang memiliki kekuatan mitos. Lamut menjadi mitra masyarakat Banjar dalam berbagi fenomena kehidupan. Seperti mengobati orang sakit, menghilangkan rasa takut, membuang sial, dan sebagainya.

Masyarakat yang sangat percaya hal-hal tahayul. Sehingga dalam perkembangannya dalam hal penghilang sial, rasa takut, mengobati orang sakit maka sastra lisan Lamut sering dikorelasikan karena sistem sastra lisan lamut begitu melekat pada pola pemikiran masyarakat. Sebaliknya, terdapat pula sorotan tajam agar menghindari sastra lisan lamut. Maka seiring zaman masyarakat Banjar mulai mencari dan mengembangkan kebudayaan lain.

Sastra lisan lamut berkembang dari dasar jiwa masyarakat Banjar. Muncul dari pengalaman pribadi penutur dan pemaduan dengan realitas sekitar seperti kehidupan manusia, alam dan fenomena yang terjadi. Selain itu, seni lamut berkaitan dengan sikap kelompok masyarakat Banjar dalam menganut kepercayaan. Dalam seni lamut ada juga unsur-unsur kebudayaan Hindu.

Kemudian masyarakat Banjar menjadi penganut Islam yang taat. Lalu masuk juga pengaru Islam dalam seni lamut. Tokoh-tokoh dalam seni lamut seperti para dewa dan mahkluk halus. Dalam pelaksanaan pelamutan sebagai bentuk komunikasi dengan para Dewa. Pihak penyelenggara selalu menyiapkan piduduk sebelum gelar lamut dimulai.

Pelamutan dimulai dengan pembacaan matera-mantera. Mantra tersebut menurut palamut cukup penting. Juga beranggapan dengan mantera tersebut  dia mampu dan lancar dalam bercerita atau bertutur. Selain matera juga dilengkapi sesajian yang ditujukan pada mahkluk halus secara tradisional hanya diketahui oleh palamut.

Seiring waktu banyak juga unsur-unsur yang ditinggalkan karena bertentangan dengan ajaran Islam. Apabila dalam rangkaian membayar nazar atau hajat, pagelaran harus menyiapkan seperangkat piduduk dan sejumlah kue tradisional. Secara tradisional piduduk ini menjadi simbol pembayaran nazar. Setelah semua perlengkapan tersedia, barulah palamut mulai bercerita tutur.

Pelamutan selalu dimulai dengan ritual kecil, seperti membakar kemenyan. Sebelumnya palamut juga melakukan persiapan batin. Dimaksudkan agar palamut kuat selama membawakan cerita. Saat pembakaran kemenyan, palamut membaca mantera untuk memikat para penonton. Apabila selesai membaca mantera dan pembakaran kemenyan, palamut kemudian membelah sebiji buah kelapa muda. Kemudian meminum airnya. Kemudian palamut mengakat tarbang, sejenis alat musik. Palamut kemudian membisikkan sesuatu pada tarbang. Bisikan tersebut tidak lain adalah mantera agar tarbang saat digunakan dapat bersuara nyaring dan merdu didengar para penonton.

Palamut adalah pelaku dari penutur cerita dalam tradisi lamut. Balamut adalah orang yang menyelenggarakan tradisi lamut. Dengan demikian, sastra lisan lamut berpadu dengan, kepercayaan, budaya, dan kesastraan. Banyak seniman lamut muncul dari darah Hulu Sungai Utara serta tersebar di daerah Banjar.

Seni lamut memiliki dua fungsi, pertama sebagai seni tontonan atau hiburan, dan kedua sebagai bagian dari upacara adat.

Pada saat sekarang tradisi lisan lamut dapat dikembangkan sebagai garapan kreatif, seperti pengolahan naskah drama, teori berlakon, atau penciptaan karya sastra dengan pemanfaatan media tradisi sastra lisan lamut. Seni sastra lisan lamut memiliki kemiripan dengan wayang . Hanya saja seni wayang menggunakan media bayang-bayang dari tokoh yang terbuat dari media kulit atau lainnya. Sementara seni lamut menggunakan sistem ritus pemujaan pada hyang.

Sebagaimana diketahui dalam pagelaran seni lamut adanya piduduk. Piduduk bermaksud membangun hubungan antara manusia dan alam semesta, antara mahkluk hidup dengan penciptanya. Anatra tua dan muda, antara suami dan istrinya, antara kiri dan kanan, dan keseimbangan lainnya. Sajian kue dengan aneka ragam rasa adalah gambaran kekayaan jiwa dalam menjalani kehidupan di dunia.

Sejadian terdiri dari kue keras, kelapa, gula merah, pisang, kopi manis atau kopi pahit, rokok, dan air putih. Merupakan tawaran komunitas rohaniah, jiwa dan rasa agar dapat menyelami kehidupan yang tidak menentu (variatif). Sebelum memulai cerita lamut, pelamut membuka kelapa muda dan meminum airnya menandakan untuk membersihkan segala karat dan kotoran hati nurani manusia. Mereka yang meminum air kelapa muda berarti mendapat air kehidupan. Berikut contoh dari sastra lisan lamut berjudul, Kasan Mandi Raja Negeri Palinggam.

Bismillah itu ma lapang kubilang kartas dan dawat jualan dagangan kartasnya putih selain lapang pena pang manulis tangan bagoyang. Tintanya titih di kartas lapang bukan badanku pandai mangarang hanya taingat di dalam badan.

Ka pulau bakara pulang pupang dibilang satu pang tali, dua pang lalaran, katiga pang tungkat, ampat ukuran, kalima jarum, anam kulintang, katuju pos, delapan padoman, kasambilan juri pulitis, nomor sapuluh dengan aturan.

Sapuluh tadi dengan aturan, dimana tali awal permulaan kena saya membuliliakan.

........................

Dahulu itu zaman dewa, banyak batuhan, nabinya Dewa, tuhan sangiang di Jumantara. Dahulu itu jamannya dewa banyaknya manyambah patung babarhala, di alam pawayangan.

Adapun di alam pawayangan, pawayangan itu sama awan di alam kita jua. Apa sababnya sama-sama, atikad di alam pawayangan, karena di alam beda langit, bumi, matahari, bulan bintang dan sebagainya itu, di alam pawayangan.

..........................

Alkisah awal carita sebuah banua.

Jar carita sabuah banua, yakni namanya Nabi Palinggam. Palinggam, namanya kota Palinggam. Kota Palinggam lebar, tanahnya tinggi, kartaknya panjang, alun-alun luas, babatuan padir, nalam biduri. Di Banua Palinggam, makmurnya negeri Palinggam kaya urang di Banua Palinggam, subur di negeri Palinggam, siapa yang nang manjadi di Banua Palinggam namanya Raden Hasan Mandi, adilnya murahan, urang maminta dibari, maminjam diinjami, bautang apa lagi, itulah keadilan raja, apa di Negeri Palinggam apa?

Sarang samut mengambang kapas.
Mariannya labai babaris-baris.
Terbangku handak kulapas.
Waktunya sampai jamnya habis.

Demikianlah sedikit cuplikan permulaan atau pengantar dari seorang palamut dalam mengawali cerita tuturnya yang berjudul Kasan Mandi Raja Negeri Palinggam. Bagi Anda yang ingin mengetahui lebih banyak tentang sastra lisan lamut dapat membaca buku berjudul Struktur Sastra Lisan Lamut yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta pada tahun 1997, ditulis oleh Jarkasi, H. Djantera Kawi, H. Zainuddin Hanif.

Rewrite: Tim Apero Fublic
Editor. Joni Apero
Palembang, 16 Juli 2022.
Sumber. Jarkasi, Dkk. Struktur Sastra Lisan Lamut. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997.

Sy. Apero Fublic

7/14/2022

DONGENG WOLIO: Asal Usul Kelapa Bermata.

APERO FUBLIC.- Pada suatu zaman yang lampau, pohon kelapa belum ada di dunia. Dikisahkan hiduplah seorang istri yang sangat pemarah dan suka menaruh curiga pada suaminya. Kemarahannya karena suaminya selalu pulang kerja sore dan kadang malam. Di dalam hati dan pikiran istri orang itu selalu menaruh curiga dan membuat suaminya serba salah.

Dia menduga dan curiga kalau suaminya berselingkuh dan bermain serong dengan wanita lain. Padahal suaminya memang bekerja dan setiah. Suaminya selalu bersumpah agar istrinya percaya, namun tabiat yang buruk tetap tidak mau percaya, negatif thingking.

Suatu sore pertengkaran terjadi dan salah satunya tidak mau mengalah. Suaminya sudah capek meladeni dan sabar pada istri yang selalu berpikir buruk pada suaminya sendiri. Karena keras kepala dan selalu mau menang sendiri. Maka menangislah istrinya sejadi-jadinya sambil membanting-bantingkan pantatnya ke tanah. Karena terus menerus, akhirnya pantat istri orang itu tertancap ke dalam tanah. Lama kelamaan terus masuk kedalam tanah dan akhirnya istri orang itu hilang ditelan bumi.

Satu tahun kemudian, ditempat itu tumbuhlah sebatang pohon yang kemudian dinamakan oleh penduduk dengan, kelapa. Lama kelamaan pohon tumbuh besar dan akhirnya berbuah. Itulah awal bermulah pohon kelapa, dan mengapa buah kelapa selalu ada matanya di tempurungnya. Karena amarah seorang istri pada suaminya. Amarah seorang istri yang menjulang menjadi pohon kelapa.

Karena asalnya dari manusia, itulah sebabnya kelapa memiliki mata dan hidung. Kalau jatuh biah kelapa tidak pernah menimpa manusia. Kalau sekiranya ada buah kelapa jatuh dan menimpa manusia, pastilah itu kelapa yang buta atau tidak memiliki mata.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 14 Juli 2022.
Sumber: M.Arief Mattalitti, Dkk. Sastra Lisan Walio. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta, 1985.

Sy. Apero Fublic

DONGENG WOLIO. Pelanduk dan Harimau

APERO FUBLIC.- Pada suatua masa disuatu kawasan hutan luas, hiduplah seekor harimau dan seekor pelanduk di sana. Harimau tersebut menyimpan rasa sakit hati pada pelanduk yang selalu berhasil menipunya. Suatu hari, lagi-lagi harimau berhasil di tipu pelanduk yang sama. Sejak saat itu, harimau mulai menghabiskan waktu hanya untuk mencari pelanduk. Dia sudah sangat marah pada pelanduk itu.

Waktu berlalu, tanpa disangka-sangka harimau menemukan pelanduk yang sedang berjalan menuju sebuah sungai. Harimau mengikuti dari belakang, dan pelanduk tahu kalau dia sedang diikuti harimau. Tapi, untuk berbalik arah tidak mungkin, sama saja dia menyerahkan diri. Pelanduk pun akhirnya timbul rasa takut.

“Suda pasti harimau tidak akan memberiku jalan dan tidak akan melepaskanku.”       Kata pelanduk. Dia berjalan cepat-cepat dan terus menuju sungai. Ternyata sungai itu sangat besar dan dia tidak mungkin menyemberanginya. Sementara harimau berjalan santai mendekati pelanduk dari belakang sambil tersenyum.

“Baru kau rasa, akan Aku koyak-koyak tubuhmu. Baru Aku dapati sekarang. Mau kemana lagi kau.” Kata hati harimau penuh kemenangan. Pelanduk berpikir keras, di belakang harimau di depan sungai membentang lebar dan banyak buaya sepertinya. Benar saja, pelanduk melihat seekor buaya yang sedang mengapung di permukaan sungai.

“Hai kawan, apakah engkau belum mendengarnya?.” Kata Pelanduk, buaya mendengarkan dan melihat harimau yang berjalan mendekat tebing sungai . “Raja negeri ini hendak mengetahui, seberapa banyak jumlah kalian di dalam sungai ini. Oleh karenah itu, panggil memanggilah kalian datang kemari dan berbaris agar aku mudah menghitung jumlah kalian.” Kata pelanduk dengan serius, buaya yang mendengar memanggil teman-temannya semua. Mereka percaya pada kancil, karena mereka pikir benar sebab harimau yang menjadi raja hutan sedang menuju tempat itu. Maka muncullah buaya satu demi dan berbaris memanjang sehingga sampai ke seberang.

“Satu, dua, tiga, empat, lima.” Kata pelanduk menghitung buaya sisetiap dia melompati di belakang para buaya itu, dan sampailah dia di seberang. Sementara harimau telah mendekati tebing sungai dan melihat apa yang terjadi.

“Sudah, tugas kalain sudah selesai dan pulanglah. Penghitungan kalian sangat baik karena disaksikan langsung oleh wakil raja hutan.” Kata pelanduk sambil cengar-cengir, dan para buaya merasa bingung, benarkah pelanduk sudah jadi raja hutan.

Mendengar kata-kata pelanduk itu, betapa geram hati harimau. Sekarang pelanduk akan lepas lagi darinya. Kemudian dia melompat untuk mengejar pelanduk. Tapi sayang para buaya sudah mulai menenggelamkan diri. Sehingga saat harimau tiba di atas para buaya tubuh harimau langsung masuk kedalam air dan buayan terus menyelam pergi. Harimau sangat marah, dan kembali berenang ke pinggir sungai. Tubuhnya basah dan kedinginan sehingga dia menggigil. Saat melihat ke seberang sungai, pelanduk sudah pergi entah kemana.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 14 Juli 2022.
Sumber: M.Arief Mattalitti, Dkk. Sastra Lisan Walio. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta, 1985.

Sy. Apero Fublic

DONGENG WALIO: Kisah Ayam dan Kera

APERO FUBLIC.- Pada zaman dahulu ayam dan kera berteman. Suatu hari, Kera mengajak ayam untuk jalan-jalan. Karena sibuk menikmati keindahan alam sekitar, keduanya tidak menyadari kalau sudah jauh dan hari menjelang malam. Dalam perjalanannya kera merasa sangat lapar, sehingga dia menangkap ayam temannya untuk dijadikan makanannya.

“Aku lapar, ku makan engkau ayam.” Kata kera sambil mencabuti bulu-bulu ayam. Tentu saja ayam tidak tinggal diam. Dia terus meronta dan berusaha melepaskan diri. Bulu ayam hampir habis dicabuti oleh kera jahat itu. Beruntung beberapa saat setelah itu, ayam berhasil melepaskan diri. Dia berlari dan menuju rumah sahabat lamanya, si Kepiting.

Saat menjumpai sahabat kepitingnya, dia menceritakan semua hal telah menimpanya. Sehingga kepiting tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Itulah kata orang tua, kalau kita mencari teman, haruslah memilih teman yang baik hatinya dan setia. Sudah, masrilah masuk kedalam rumah.” Kata kepiting menasihati ayam, lalu mengajak masuk kedalam rumahnya.

“Kepiting tolonglah, bagaimana bulu-buluku kembali tumbuh seperti semulah.” Kata si Ayam. Kepiting mengangguk dan dia memandikan ayam dengan santan setiap hari. Sehingga dalam waktu beberapa hari bulu ayam kembali seperti semulah.

“Bagaimana caranya kita dapat menghukum kera itu.” Tanya ayam pada kepiting.

“Aku punya ide, kita membuat sebuah perahu dari tanah liat yang ada disekitar lobangku ini. Setelah selesai, kita undang kera itu untuk pergi berlayar ke sebuah pulau yang banyak buah-buahannya.” Saran kepiting, ayam setuju dan mereka mulai membuat perahu dari tanah liat. Beberapa minggu kemudian perahu selesai. Ayam pun pergi mencari kerah yang dulu hampir memakannya dan mencabuti bulu-bulunya. Ayam menjumpai kera itu di suatu tempat. Mereka bertutur sapa dan berbasah-basih.

“Kera, marilah kita berlayar ke sebuah pulau yang banyak buah-buahannya, sedangkan engaku sangat pandai memanjat.” Kata ayam.

“Ayam, ayam. Dimana kita mendapat perahu untuk berlayar ke pulau itu.” Tanya kera meremehkan.

“Tenang saja, nanti saya ajak temanku si kepiting. Dia punya perahu dan kita dapat berlayar ke seberang bersama-sama.” Kata ayam. Pergilah keduanya menuju tepian dimana terdapat perahu dan kepiting. Setelah itu, kepiting mengajak ayam dan kerah naik perahu dan perjalanan berlayar ke tengah laut dimulai. Kera dengan sangat gembira naik ke perahu. Dia berpikir kalau akan makan sepuas-puasnya buah-buahan di pulai itu, sementara ayam dan kepiting akan mati karena tidak dapat memanjat.

“Kalau kita sudah di tengah laut. Aku akan memberi komando dan mulai melubangi perahu. Lakukan diam-diam supaya perahu kita bocor dan perahu perlahan tenggelam.” Ujar kepiting.

“Do-mi-so-la-so-mi. Aku lubangi hooo!!1.” Ayam bernyanyi-nyanyi sambil tertawa-tawa.

“do-mi-so-la-so-mi. Jangan dahulu, hooo!!!.” Balas kepiting menyanyi. Mereka pura-pura bermain dan terus tertawa. Kera tidak menyadari apa yang dilakukan ayam dan kepiting.

“Aku lubangi, hooo.” Kembali ayam bernyanyi.

“Nanti dalam sekali hooo.” Balas kepiting. Setelah di tengah lautan, mulailah kepiting dan ayam melobangi perahu tanah liat mereka perlahan-lahan. Beberapa saat kemudian perahu mulai terisi air. Ayam melompat terbang kedaran, dan kepiting menyelam ke dalam laut. Sementara kera merasa kebingungan karena perahu terus tenggelam. Karena tidak bisa berenang akhirnya kera mati lemas tenggelam.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Rama Saputra
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 14 Juli 2022.
Sumber: M.Arief Mattalitti, Dkk. Sastra Lisan Walio. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta, 1985.

Sy. Apero Fublic

7/12/2022

Mengenal Seni Suara Daerah Sasak atau Lombok (NTB)

APERO FUBLIC.- Daerah Lombok adalah salah satu kawasan yang kaya seni budaya di Indonesia. Salah satunya adalah seni suara yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Seni suara tersebut semoga tetap terjaga keberadaannya di tengah masyarakat Lombok. Sayang sekali kalau sampai hilang warisan budaya tersebut.

1.Kayak

Kayak jenis seni suara vokal yang terdapat di seluruh Pulau Lombok. Bentuknya berbait-bait seperti pantun. Penggunaan seni kayak biasanya diikuti seni tari dan musik instrumental.

2.Cepung

Cepung jenis seni suara yang diiringi dengan rebab  dan seruling dan diikuti dengan gerakan-gerakan sederhana. Cepung hadir biasnya untuk menghibur masyarakat saat ada keramaian.

3.Tembang

Tembang adalah jenis seni suara yang berkembang secara sendiri di tengah masyarakat Lombok, terutama pada masyarakat-masyarakat biasa di desa-desa. Pelantunan tembang tersebut dilakukan saat ada keramaian yang berhubungan dengan adat. Tembang masyarakat Lombok hampir sama dengan tembang yang terdapat di daerah Jawa dan Bali.

4.Tandak Gerok

Tandak gerok sejenis seni suara vokal yang disertai dengan gerak-gerak sederhana. Penggunaan seni suara Tandak Gerok juga untuk mengisi keramaian saat ada acara adat. Perkembangan seni ini meliputi daerah Lombok Tengah dan Timur.

5.Lelakak

Lelakak sejenis seni suara vokal yang susunannya berbait-bait juga dan menyerupai pantun. Penggunaan Lelakak untuk menyatakan perasaan hati. Lelakak tersebar di seluruh Pulau Lombok.

6.Lawas

Lelakak suatu jenis seni suara vokal yang spontan, tersebar di tengah masyarakat. Tapi penggunaan Lawas dapat dimana saja. Misalnya sedang berjalan-jalan di sawah, pulang dari ladang atau sedang santai-santai. Lawas termasuk seni rakyat yang tidak teratur atau dapat dimainkan oleh siapa saja.

7.Genggong

Genggong adalah jenis seni suara instrumenta yang menggunakan alat musik dari kulit bambu atau kulit pelepah enau. Genggong juga termasuk seni suara dan musik tradisional masyarakat yang juga tidak teratur. Masyarakat membuat dan memainkan genggong untuk hiburan mereka secara langsung dan pribadi.

8.Redep atau Rebab

Redep atau Rebab adalah sejenis seni suara yang menggunakan alat musik sederhana yang digesek menyerupai biola. Penggunaan meliputi lagu-lagu vokal dan lagu instrumental. Redep atau Rebab tersebar di seluruh Lombok.

9.Rebana

Rebana adalah alat musik yang terbuat dari kulit kambing. Acara rebana ini dimainkan untuk mengisi keramaian-keramaian dan acara adat. Rebana juga terdapat dan tersebar di seluruh Lombok.

10.Tawak-Tawak

Tawak-Tawak sejenis seni suara instrumental yang alat-alat musiknya terbuat dari abahan perunggu, kayu, julit dan lain-lain. Penggunaanya untuk menyertai acara-acara adat. Tawak-tawak tersebar dan terdapat di seluruh Lombok.

Itulah sepuluh jenis seni sura dan musik dari masyarakat Lombok. Untuk saran dan tambahan-tambahan dapat di tulis pada kolom komentar. Kirimkan artikel tetang jenis-jenis seni suara dari daerah Anda ke Apero Fublic melalui www.fublicapero@gmail.com. Kalau Anda menginginkan informasi lebih banyak tentang Lombok masa lalu, dapat membaca buku Sejarah Daerah Nusata Tenggara Barat yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Palembang, 13 Juli 2022
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra
Sumber: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta, 1977/1978.

Sy. Apero Fublic

7/10/2022

BIMA: Mengenang Perang Donggo (1907-1909)

APERO FUBLIC.- Pada awal abad ke 20 ada sedikit masyarakat Bima yang masih menganut paham animisme, disebut dengan orang Donggo. Orang Donggo sebenarnya masih termasuk orang Bima. Tapi perbedaan itu terbentuk ketika sebagain besar orang Bima memeluk agama Islam. Sementara yang tidak mau masuk Islam pergi menjauh dan membangun pemukiman di sebelah timur teluk Bima. Mereka membuka hutan-hutan di lereng gunung-gunung dan sekitarnya. Mereka kemudian hidup menetap di sana dari berladang, berkebun, berternak, berkuda, berburu, meramu.

Walau demikian mereka tetap tunduk pada Sultan Bima. Mereka tidak mau tunduk pada pemerintah lain selain Sultan Bima. Saat mendapat kabar Kesultanan Bima telah ditundukkan oleh Belanda. Mereka menjadi gusar dan marah sekali. Kemarahan mereka kembali memuncak saat Belanda memaksa mereka untuk membayar pajak. Yang dirasakan mereka sangat berat. Oleh karena itu, dibawah pimpinan Ntehi Ama Ntihi dan Ncahu Samiu seorang wanita dari Desa Kala berkata:

Pertama, masyarakat Donggo tidak mau dijajah Belanda.  Kedua, masyarakat Donggo tidak mau membayar pajak yang ditetapkan oleh Belanda. Ketiga, masyarakat Donggo tidak lagi menyukai Sultan Bima bernama Sultan Ibrahim karena menurut mereka Sultan sudah diperalat oleh Belanda.

Sebelum terjadi perang, Sultan Ibrahim datang untuk berunding dan menyadarkan masyarakat Donggo agar tidak terlalu keras, mengalah sedikit. Sultan memikirkan masyarakat Donggo agar tidak banyak korban jiwa. Sultan menjelaskan untuk saat ini Belanda bukan tandingan mereka untuk berperang. Namun masyarakat Donggo tetap pada pendiriannya. Menurut mereka, Belanda sudah menodai kehormatan Sultan mereka dan itu berarti menodai bangsa mereka juga.

Karena permasalahan terus berlarut-larut dan dikhawatirkan akan membawa dampak meluas di Kesultanan Bima. Maka pada tahun 1907 sultan mengizinkan Belanda menyerang orang Donggo. Sebelumnya Orang Donggo telah bersiap menanti serangan Belanda. Maka mereka membuat benteng yang kuat, dan mempersiapkan jalur evakuasi ke bukit-bukit dan pegunungan kalau keadaan terdesak.

Pusat pertahanan mereka terletak di Bukit Doro Kaboe dan Mpirin Daru. Di ujung-ijung atas jalan mendaki mereka membuat berupa serambi-serambi menjorok-menggantung dengan kayu-kayu. Pada bagian ujung diikat dengan tali dan diisi dengan batu-batu. Apabila tali tersebut di potong maka batu-batu akan jatuh berguling dan akan mengejar dan menimpa orang yang berjalan mendaki. Tempat pertahanan mereka sangat di rahasiakan.

Untuk pertama kalinya kontak senjata antara Orang Donggo dan pasukan Belanda yang dibantu pasukan Sultan terjadi di Desa Oo dan Desa Kala. Berhari-hari kedua desa mereka dipertahankan oleh orang Donggo. Namun, seberapa kuat mereka bertahan tetap dapat dikalahkan karena persenjataan mereka yang tidak sebanding.

Dengan demikian masyarakat Donggo mundur ke pegunungan yang berhutan lebat. Saat di dalam hutan-hutan itulah membuat kekuatan mereka sebanding dengan kekuatan Belanda yang dibantu pasukan Sultan Bima. Di dalam hutan tersebut banyak pasukan Belanda yang terbunuh karena disergap dari balik pepohonan dan semak-semak. Dimana kekuatan serdadu Belanda dengan senapan laras panjang kurang berpungsi.

Masyarakat Donggo banyak memasang jebakan, seperti jerat, jaring dan jebakan bambu yang tajam sehingga membuat pasukan Belanda kacau dan mereka merasa ngeri. Karena perang yang berlarut-larut membuat Sultan Ibrahim turun ke medan perang. Sultan dapat melumpuhkan dua pemimpin masyarakat Donggo bernama Mangge dan Hoti dapat dia tembak.

Kemudian di bawah pimpinan Ntehi Ama Ntihi dan Ncau, orang-orang Donggo mundur ke daerah Mpiri Lua. Tentara Belanda mengejar, saat itulah jebakan yang dibuat mirip serambi setengah menggantung yang terletak di ujung atas bukit mereka potong talinya. Batu-batu yang mereka letakkan diatas serambi terjatuh dan berguling menimpa para pasukan Belanda. Dalam peperangan lanjutan itu, kembali pimpinan masyarakat Donggo gugur bernama, Samoe, Ngkati dan Ndri Ama Mundu.

Setelah itu, perlawanan masyarakat Donggo menjadi terpencar-pencar di hutan-hutan yang sangat mengganggu keamanan. Sehingga sangat mengkhawatirkan Belanda dan pihak sultan akan menjalar ke daerah-daerah lain. Sehingga perang harus diakhiri dengan segerah. Sultan Bima kembali membujuk agar mereka mau berdamai dengan Belanda. Akhirnya Ntehi Ama Ntihi bersama beberapa pengikutnya bersedia datang ke ke Bima untuk berunding.

Di Bima mereka di sambut dengan baik dan ramah tama oleh semuanya. Kemudian tibalah waktu rapat untuk memutuskan masalah mereka. Maka mereka di ajak berunding di dalam kapal perang Belanda. Namun, lagi-lagi taktik tipu muslihat Belanda berhasil, mereka di tangkap setelah berada di dalam kapal. Kemudian, mereka dibuang ke Sulawesi. Lalu daerah Donggo berhasil dihancurkan oleh Belanda setelah pimpinan utamanya ditangkap.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Palembang, 10 Juli 2022.
Sumber: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta, 1977/1978.

Sy. Apero Fublic