7/15/2022

Mengenal Sastra Lisan Lamut (Banjar)

APERO FUBLIC.- Sastra lisan Lamut berkembang di tengah masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Sastra lisan Lamut berproses secara alami dalam rentang waktu yang panjang. Sehingga lamut dianggap masyarakat sebagai sastra yang memiliki kekuatan mitos. Lamut menjadi mitra masyarakat Banjar dalam berbagi fenomena kehidupan. Seperti mengobati orang sakit, menghilangkan rasa takut, membuang sial, dan sebagainya.

Masyarakat yang sangat percaya hal-hal tahayul. Sehingga dalam perkembangannya dalam hal penghilang sial, rasa takut, mengobati orang sakit maka sastra lisan Lamut sering dikorelasikan karena sistem sastra lisan lamut begitu melekat pada pola pemikiran masyarakat. Sebaliknya, terdapat pula sorotan tajam agar menghindari sastra lisan lamut. Maka seiring zaman masyarakat Banjar mulai mencari dan mengembangkan kebudayaan lain.

Sastra lisan lamut berkembang dari dasar jiwa masyarakat Banjar. Muncul dari pengalaman pribadi penutur dan pemaduan dengan realitas sekitar seperti kehidupan manusia, alam dan fenomena yang terjadi. Selain itu, seni lamut berkaitan dengan sikap kelompok masyarakat Banjar dalam menganut kepercayaan. Dalam seni lamut ada juga unsur-unsur kebudayaan Hindu.

Kemudian masyarakat Banjar menjadi penganut Islam yang taat. Lalu masuk juga pengaru Islam dalam seni lamut. Tokoh-tokoh dalam seni lamut seperti para dewa dan mahkluk halus. Dalam pelaksanaan pelamutan sebagai bentuk komunikasi dengan para Dewa. Pihak penyelenggara selalu menyiapkan piduduk sebelum gelar lamut dimulai.

Pelamutan dimulai dengan pembacaan matera-mantera. Mantra tersebut menurut palamut cukup penting. Juga beranggapan dengan mantera tersebut  dia mampu dan lancar dalam bercerita atau bertutur. Selain matera juga dilengkapi sesajian yang ditujukan pada mahkluk halus secara tradisional hanya diketahui oleh palamut.

Seiring waktu banyak juga unsur-unsur yang ditinggalkan karena bertentangan dengan ajaran Islam. Apabila dalam rangkaian membayar nazar atau hajat, pagelaran harus menyiapkan seperangkat piduduk dan sejumlah kue tradisional. Secara tradisional piduduk ini menjadi simbol pembayaran nazar. Setelah semua perlengkapan tersedia, barulah palamut mulai bercerita tutur.

Pelamutan selalu dimulai dengan ritual kecil, seperti membakar kemenyan. Sebelumnya palamut juga melakukan persiapan batin. Dimaksudkan agar palamut kuat selama membawakan cerita. Saat pembakaran kemenyan, palamut membaca mantera untuk memikat para penonton. Apabila selesai membaca mantera dan pembakaran kemenyan, palamut kemudian membelah sebiji buah kelapa muda. Kemudian meminum airnya. Kemudian palamut mengakat tarbang, sejenis alat musik. Palamut kemudian membisikkan sesuatu pada tarbang. Bisikan tersebut tidak lain adalah mantera agar tarbang saat digunakan dapat bersuara nyaring dan merdu didengar para penonton.

Palamut adalah pelaku dari penutur cerita dalam tradisi lamut. Balamut adalah orang yang menyelenggarakan tradisi lamut. Dengan demikian, sastra lisan lamut berpadu dengan, kepercayaan, budaya, dan kesastraan. Banyak seniman lamut muncul dari darah Hulu Sungai Utara serta tersebar di daerah Banjar.

Seni lamut memiliki dua fungsi, pertama sebagai seni tontonan atau hiburan, dan kedua sebagai bagian dari upacara adat.

Pada saat sekarang tradisi lisan lamut dapat dikembangkan sebagai garapan kreatif, seperti pengolahan naskah drama, teori berlakon, atau penciptaan karya sastra dengan pemanfaatan media tradisi sastra lisan lamut. Seni sastra lisan lamut memiliki kemiripan dengan wayang . Hanya saja seni wayang menggunakan media bayang-bayang dari tokoh yang terbuat dari media kulit atau lainnya. Sementara seni lamut menggunakan sistem ritus pemujaan pada hyang.

Sebagaimana diketahui dalam pagelaran seni lamut adanya piduduk. Piduduk bermaksud membangun hubungan antara manusia dan alam semesta, antara mahkluk hidup dengan penciptanya. Anatra tua dan muda, antara suami dan istrinya, antara kiri dan kanan, dan keseimbangan lainnya. Sajian kue dengan aneka ragam rasa adalah gambaran kekayaan jiwa dalam menjalani kehidupan di dunia.

Sejadian terdiri dari kue keras, kelapa, gula merah, pisang, kopi manis atau kopi pahit, rokok, dan air putih. Merupakan tawaran komunitas rohaniah, jiwa dan rasa agar dapat menyelami kehidupan yang tidak menentu (variatif). Sebelum memulai cerita lamut, pelamut membuka kelapa muda dan meminum airnya menandakan untuk membersihkan segala karat dan kotoran hati nurani manusia. Mereka yang meminum air kelapa muda berarti mendapat air kehidupan. Berikut contoh dari sastra lisan lamut berjudul, Kasan Mandi Raja Negeri Palinggam.

Bismillah itu ma lapang kubilang kartas dan dawat jualan dagangan kartasnya putih selain lapang pena pang manulis tangan bagoyang. Tintanya titih di kartas lapang bukan badanku pandai mangarang hanya taingat di dalam badan.

Ka pulau bakara pulang pupang dibilang satu pang tali, dua pang lalaran, katiga pang tungkat, ampat ukuran, kalima jarum, anam kulintang, katuju pos, delapan padoman, kasambilan juri pulitis, nomor sapuluh dengan aturan.

Sapuluh tadi dengan aturan, dimana tali awal permulaan kena saya membuliliakan.

........................

Dahulu itu zaman dewa, banyak batuhan, nabinya Dewa, tuhan sangiang di Jumantara. Dahulu itu jamannya dewa banyaknya manyambah patung babarhala, di alam pawayangan.

Adapun di alam pawayangan, pawayangan itu sama awan di alam kita jua. Apa sababnya sama-sama, atikad di alam pawayangan, karena di alam beda langit, bumi, matahari, bulan bintang dan sebagainya itu, di alam pawayangan.

..........................

Alkisah awal carita sebuah banua.

Jar carita sabuah banua, yakni namanya Nabi Palinggam. Palinggam, namanya kota Palinggam. Kota Palinggam lebar, tanahnya tinggi, kartaknya panjang, alun-alun luas, babatuan padir, nalam biduri. Di Banua Palinggam, makmurnya negeri Palinggam kaya urang di Banua Palinggam, subur di negeri Palinggam, siapa yang nang manjadi di Banua Palinggam namanya Raden Hasan Mandi, adilnya murahan, urang maminta dibari, maminjam diinjami, bautang apa lagi, itulah keadilan raja, apa di Negeri Palinggam apa?

Sarang samut mengambang kapas.
Mariannya labai babaris-baris.
Terbangku handak kulapas.
Waktunya sampai jamnya habis.

Demikianlah sedikit cuplikan permulaan atau pengantar dari seorang palamut dalam mengawali cerita tuturnya yang berjudul Kasan Mandi Raja Negeri Palinggam. Bagi Anda yang ingin mengetahui lebih banyak tentang sastra lisan lamut dapat membaca buku berjudul Struktur Sastra Lisan Lamut yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta pada tahun 1997, ditulis oleh Jarkasi, H. Djantera Kawi, H. Zainuddin Hanif.

Rewrite: Tim Apero Fublic
Editor. Joni Apero
Palembang, 16 Juli 2022.
Sumber. Jarkasi, Dkk. Struktur Sastra Lisan Lamut. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment