PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

11/30/2019

Pribumi Indonesia Itu Ada dan Nyata.

Apero Fublic.- Akhir-akhir ini sering ada tulisan-tulisan yang menyerang pribumi Indonesia. Dari kata-kata mereka menyatakan, menggambarkan, menyiratkan kalau orang Indonesia pendatang semua. Tidak ada yang namanya pribumi asli di Indonesia. Mereka yang menyerang status pribumi adalah orang-orang atau kelompok keturunan tertentu yang ingin diri mereka atau kelompok mereka hendak berlaku sesuka hatinya.

Mereka kelompok yang memiliki tabiat penjajah. Sama misalnya seperti orang Eropa yang datang ke Benua Australia yang mengambil bumi suku Aborigin. Atau di Amerika Serikat yang merampas tanah dari Pribumi Benua Amerika seperti suku Indian.


Orang yang menulis atau kelompok yang menghembuskan istilah tidak ada pribumi adalah individu atau kelompok yang sama tabiatnya dengan kaum penjajah tersebut. Senjata atau alasan yang digunakan untuk menyerang status pribumi adalah dengan teori pesebaran manusia.

Dari Afrika menyebar ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia yang terjadi ratusan ribu tahun yang lalu. Alasan yang tidak masuk akal dan terlalu dipaksakan. Itukan zaman manusia masih belum memiliki kebudayaan dan hidup nomaden. Mereka belum menetap dan menguasai suatu kawasan. Begitupun bahasa mereka masih sangat miskin. Bahkan pakaian mereka belum ada. Kalau teori itu benar.


Dari mana kita melihat pribumi di suatu kawasan atau suatu negara. Pertama, kita lihat dari bahasa yang berkembang dikawasan tersebut. Dapat dilihat dari sisi sastra lisan, tertulis atau mitos-mitosnya. Kedua, dari kebudayaannya yang mereka kembangkan sendiri. Ketiga, dari kesejarahan dari masa purba, megalitik, tradisional sampai sekarang. Dilihat secara arkeologis dan secara kesejarahan yang berkelanjutan.


Pribumi didepenisikan adalah sekelompok manusia yang mendiami suatu kawasan wilayah dalam kurun waktu yang tidak dapat ditentukan secara pasti. Kemudian mereka mengembangkan bahasa dan kebudayaan mereka sendiri. Lalu mereka membangun peradaban mereka baik skala kecil atau luas. Kemudian mereka memiliki peninggalan-peninggalan arkeologis dan sejarah.

Baik itu arkeologi dari masa peradaban kuno misalnya kalau di Indonesia peradaban megalitik (Pagaralam) dan peradaban tradisional seperti pemerintahan kerajaan-kerajaan. Bahkan kalau di Sumatera Selatan sudah terlacak dari manusia purba yang ditemukan di Gua Putri di Muara Enim, lalu tersambung dengan peradaban megalitik disekitar itu. Sangat jelas sekali pribumi Melayu di Sumatera Selatan ada. Termasuk juga diseluruh kawasan-kawasan di Indonesia.


Pendatang asing atau non pribumi adalah manusia yang pindah dari kawasan pribumi ke kawasan pribumi lainnya. Misalnya pribumi Cina datang ke kawasan pribumi Melayu. Orang Cina tersebut adalah pendatang. Begitupun ketika orang Melayu ke negeri Cina dia disebut pendatang juga.

Mengapa demikian, karena dia datang dimana kawasan tersebut telah terbentuk suatu kelompok kebudayaan dan geografis milik suku bangsa yang berbeda. Mereka sudah susah payah mengembangkan kebudayaan mereka. Kadang berjuang mempertahankan diri dari bencana, musibah, wabah, atau berperang melawan penakluk dan penjajah.

Bukankah sesuatu yang kejam ketika orang-orang menyerang status pribumi. Hanya karena ingin berkuasa melampaui batas. Atau ingin berlaku sesuka hati dan meremehkan masyarakat setempat. Tulisan ini bukan anti pendatang asing. Tapi bentuk pembelaan terhadap hak warga asli Indonesia di mana pun.

Di Indonesia semua menerima pendatang dengan baik. Tapi ketika diterima jangan mau menginjak. Agar tidak terjadi konflik dan tindakan rasialisme. Sadar-sadar diri saja, jangan sok atau merasa hebat sendiri.

Tidak masalah misalnya orang Eropa menjadi warga negara Indonesia kalau memenuhi syarat dan bukan untuk jadi mata-mata. Asal jangan kurang ajar seperti bilang pribumi Indonesia tidak ada!!!!. Jangan membawa kebudayaan sosial bebas barat yang bertentangan dengan budaya Indonesia.


Agar rakyat disuatu kawasan yang ditinggali tidak marah. Kalau tinggal di Indonesia, dan sudah menjadi warga negara Indonesia. Ikuti budaya dan ketentuan di Indonesia. Bersatu dan berasimilasi dengan masyarakatnya. Jangan menjadi warga negara Indonesia di KTP. Hidup tenang dan damai dari buah usaha dan pajak pribumi Indonesia.

Tapi budaya dan kelakuan seperti negara asal. Kalau tinggal dikawasan etnik Melayu berasimilasi dengan orang Melayu. Tinggal di kawasan etnis Jawa berasimilasi dengan orang Jawa. Jadilah Indonesia seratus persen dan orang Indonesia tidak pernah mempermasalahkan pendatang asing.

Belum ada ceritanya kalau orang Indonesia membantai pendatang asing bahkan sejak zaman belum beradab sekalipun. Jadi ingat, pribumi Indonesia itu ada. Suku bangsa Indonesia adalah pribumi dan pemilik tanah Indonesia.

Tanah tumpah darah yang sudah berurat berakar dari nenek moyang kami, Indonesia. Bukan pendatang seperti suku bangsa asing seperti orang Eropa di Benua Amerika atau Benua Australia, termasuk juga di Selandia Baru. Kalau tidak suka silahkan pergi dari Indonesia.

#Salam BIRU.#Barisan Indonesia Baru.

Oleh. Joni Apero.
Editor. Selita. S.Pd.
Palembang, 1 Desember 2019.

Sy. Apero Fublic

11/28/2019

Perang Kemerdekaan di Kecamatan Sungai Keruh Tahun 1947

Apero Fublic.- Pada tanggal 1 Januari 1947 perang Palembang dimulai selama lima hari lima malam. Setelah perang lima hari lima malam di Kota Palembang usai. Tentara Republik Indonesia (TRI), Laskar rakyat, dan Rakyat di Kota Palembang mundur ke daerah-daerah. Sehingga medan perang meluas.

Belanda yang bernafsu ingin menjajah kembali Indonesia terus melakukan penyerangan terhadap pertahanan rakyat. Salah satu daerah yang paling bernafsu dikuasai adalah Kabupaten Musi Banyuasin atau Sekayu. Waktu itu nama Musi Banyuasin adalah Kewedanan Musi Ilir dan Sekayu sebagai Ibu Kotanya.

Kewedanan Sekayu masih melingkupi Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Banyuasin sampai ke Kilometer lima sekarang. Sebagian Kabupaten PALI khususnya Panukal. Luasnya wilayah dan banyaknya kilang minyak bumi adalah alasan terbesar Belanda mati-matian menaklukkan Sekayu.

Untuk merebut Sekayu Belanda melakukan dua jalur penyerangan. Dari arah Palembang sepanjang jalan lintas Palembang-Jambi sekarang. Jalan lintas Betung Sekayu adalah medan perang yang tak sudah-sudah. TRI (Tentara Republik Indonesia) kelak menjadi TNI. Laskar Rakyat seperti Tentara Hisbullah, GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), Pasukan Berani Mati, Laskar Sabilillah dan Rakyat.

Mempertahankan mati-matian dengan sekuat tenaga. Namun apa daya, dengan sedikit senjata rampas dari Jepang, bedil kecepek, gobang, pedang, tombak. Tentu tidak dapat melawan tank baja, panser, senapan mesin, sniper, senjata otomatis, pengeboman dari pesawat, mortir, dan granat. Namun perlawan sangat sengit membuat pertempuran berjalan alot.

Sementara itu, pasukan Belanda telah menguasai Pendopo pusat minyak  bumi. Mereka mulai menggerakkan pasukan menuju Kecamatan Sungai Keruh. Tentu saja masyarakat Sungai Keruh yang telah siap untuk perang. Sebab peperangan dengan Jepang telah mereka lakukan sebelumnya di tahun 1945. Maka kordinasi setiap desa tidak terlalu sulit.

Laskar GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), Laskar Hisbullah telah siap sedia. Rakyat telah siap mengungsi setiap waktu ke hutan-hutan kalau pecah perang. Belanda terus menjajaki pertahanan republik di Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan waktu itu.

Pertempuran pertama di Kecamatan Sungai Keruh terjadi di Lesung Batu atau Lubuk Kepayang, 30 Juli 1947. Terletak tidak jauh dari Talang Sungai Dua. Pasukan dipimpin oleh Marimin dan Mardikun keduanya Polisi Tentara. Jumlah pasukan kita sekitar seratus orang. Terdiri dari TRI, GPII, Hisbullah dan Rakyat.

Tentara Belanda terdiri dari satu Peleton KL dan satu Peleton KNIL. Satu peleton kurang lebih lima puluh orang jadi kurang lebih tentara Belanda juga seratusan orang. Pasukan Belanda tersebut melakukan patroli langsung mengamankan perbatasan Pendopo dengan Kecamatan Sungai Keruh.

Seperti biasa pihak pemilik senjata moderen selalu menembak membabi buta untuk mengalakan musuh. Mereka sangat takut mati. Pasukan kita hanya membalas sekali-sekali saja, sambil bersembunyi. Seperti biasa senjata kita senapan karabin rampasan dari Jepang yang menembak sekali-sekali. Kemudian kecepek yang mengisi lama dengan mesiu (obat).

Sedangkan yang memegang tombak, golok, pedang hanya melongok sambil mengintip bersembunyi. Ada seorang dari pasukan kita yang lengah sehingga dia tertembak dan gugur hari itu. Di Lubuk Kepayang tentara Belanda kemudian menembak sesuka hatinya dengan senjata otomatis mereka. Sehingga ada sebelas orang Indonesia mati hari itu, termasuk seorang wanita dan seorang anak-anak. Rumah-rumah penduduk di sana habis dibakar oleh tentara Belanda.[1]

Pada tanggal 1 Agustus 1947, pasukan di Sungai Keruh berencana menyerang markas tentara Belanda di Jirak tepatnya di Gasplant. Tengah malam mereka melakukan pendekatan markas Belanda. Pasukan datang dari Desa Pagarkaya, Sukalali, Kertayu, dan Kertajaya.

Pasukan kita berjumlah 500 orang tapi senjata tradisional seperti biasa. Dari Pagarkaya berjalan menyusuri jalan setapak ke Jirak. Dari Kertayu dan Sukalali berjalan menyusuri jalan dari Pagarkaya menuju Pas Sebelas lalu ke Jirak. Sedangkan pasukan dari Kertajaya melalui jalan setapak Lubuk Batu ke Jirak.

Penyerangan ini diketahui pihak Belanda. Sehingga mereka menunggu dan bersiap di sekitar markas mereka. Saat pasukan kita sampai mereka disambut hujan peluru, dan hujan mortir. Tidak ada korban jiwa, hanya banyak pasukan yang cidera dan luka-luka. Perang ini berlangsung dua jam dari pukul tiga pagi sampai pukul lima pagi.[2]

Untuk menghambat dan memutus hubungan laju tentara Belanda. Maka dikirimlah satu unit pasukan untuk menghancurkan Jembatan Manau Koneng. Karena perhubungan lalu lintas Jirak-Pendopo. Saat pasukan datang mereka disambut peluru tentara Belanda. Belanda yang lebih mengerti setrategi perang telah menjaga tempat-tempat pital. Pasukan kita gugur satu orang dan kemudian mereka mundur.[3]

Tiga hari setelah penyerangan ke Jirak. Kini tentara Belanda juga yang melancarkan penyerangan, 4 Agustus 1947. Sebelumnya telah dikirim Laskar Hisbullah dari Sekayu ke Pagarkaya. Mereka berjalan kaki sejauh 42 kilometer ke Pagarkaya. Dengan perintah langsung untuk menyerang tentara Belanda di Jirak.

Tapi sebelum perintah dilaksanakan Belanda terlebih dahulu menyerang ke Pagarkaya. Pasukan yang baru datang, TRI, Rakyat, Laskar Rakyat sedang melakukan musyawarah di rumah Bahrun pemimpin GPII Sungai Keruh. Musyawara membahas penyerangan kedua ke Jirak. Kemungkinan ada mata-mata Belanda yang menginformasikan atas kedatangan Pasukan dari Sekayu di Pagarkaya.

Saat sedang musyawara tersebut terdengar suara tembakan senjata tradisional Kecepek, di garis penjagaan. Datang melapor beberapa pasukan bahwa Belanda telah menyerang. Pasukan menyebar, kembali Husaini Sidik atau Luin memimpin pasukan.

Husaini Sidik atau Luin orang Pagarkaya pemimpin Laskar Hisbullah dengan pangkat Letnan Dua. Pertempuran sengit berlangsung berjam-jam. Tentara kita dan tentara Belanda bergantian maju dan mundur. Namun kembali senjata yang menentukan. Teknik hujan peluru dan mortir kembali diterapkan.

Pasukan kita berlompatan menghindari peluru dan ledakan mortir yang meledak memekakkan telinga dan merobohkan pohon-pohon. Selain persenjataan kurang pasukan kita yang terdiri dari rakyat biasa, hanya mengandalkan semangat saja. Pasukan terpaksa mundur dan ada lima orang gugur sebagai kesuma bangsa hari itu.[4]

Mundur dari Pagarkaya pasukan kita melakukan konsolidasi di Tebing Bulang. Tebing Bulang adalah markas pusat pasukan kita di Sungai Keruh. Tebing Bulang tempat kedudukan Sub Sektor Selatan Sungai Keruh di Markas Pendopo yang dipimpin Kapten Animan Achyat.

Tebing Bulang tempat yang setrategis di simpang empat, Sekayu, Sindang Marga, Kertayu dan Kertajaya. Enam hari setelah menguasai Desa Pagarkaya. Pasukan Belanda kembali melakukan serangan menuju Tebing Bulang, 10 Agustus 1947. Tentara kita terdiri dari dua seksi yang dikomandoi oleh Letnan Dayat dan Lettu Sunardi, yang dipimpin langsung oleh Kapten Animan Achyat.

Pertempuran berlangsung selama tiga jam. Dari pukul sembilan pagi sampai masuk waktu zuhur. Pertempuran tidak seimbang tentu kembali tentara kita mundur. Satu seksi mundur ke Kertajaya dan satu seksi mundur ke Desa Gajah Mati.

Di Gajah Mati rakyat dan laskar rakyat telah mempersiapkan semua kemungkinan terjadi. Pertempuran di Tebing Bulang tentara kita gugur lima orang dan tentara Belanda lima orang. Di Kertajaya tentara kita membangun pertahanan di bukit Selensing.

Tanggal 12 Agustus 1947 Belanda langsung menyerang dari dua jurusan. Bukit Selensing di Kertajaya dan Ke Desa Gajah Mati. Hari itu ada dua medan pertempuran. Belanda menggerakkan dua Seksi pasukan KL dan KNIL. Pertempuran di Kertajaya atau di Bukit Selensing gugur dua orang dan tentara Belanda tewas dua orang.

Sementara di Gajah Mati telah terbangun post cukup kuat. Pasukan Husaini Sidik sudah diperintahkan membangun post di Gajah Mati sejak 6 Agustus 1947 setelah mundur dari Pagarkaya. Tentara di sini terdiri dari satu regu tentara Gajah Mati, satu regu tentara Sabililah dari Babat Toman di pimpin H. Kopli. Tentara Belanda terdiri satu Kompi KL dan satu Kompi KNIL. Berkekuatan 200 orang tentara dengan senjata sangat lengkap.

Untuk menaklukkan kecamatan kecil Sungai Keruh. Diperkirakan Belanda mengerahkan pasukan mencapai ribuan tentara. Dari pasukan logistik, pengamanan, dan penyerbu. Selain melakukan penyerangan mereka juga menggerakkan pasukannya membangun markas di Tebing Bulang. Setelah kedudukan kuat di Tebing Bulang. Belanda mulai menyelidiki rakyat yang ikut membantu perang. Yang kemudian akan dilakuakan pembersihan dengan menangkap dan membantai rakyat sipil dua minggu setelah perang tersebut.

Pertempuran di Gajah Mati berlangsung dari pukul tujuh pagi sampai pukul sebelas siang. Pasukan Sabillah menjaga rumah-rumah masyarakat. Mereka berada di dalam rumah untuk melakukan perang duel kalau tentara Belanda masuk rumah penduduk. Hari itu, pertempuran di Gajah Mati tentara kita gugur lima orang dan tentara Belanda tewas delapan orang.

Mundur kembali, pasukan kita bertahan di Desa Rantau Sialang. Membangun pertahanan di kiri-kanan Jembatan Sungai Sake. Belanda menyerang dengan kekuatan satu peleton KL dan satu Peleton KNIL, kurang lebih 100 orang tentara. Pasukan kita terdiri dari Laskar Hisbullah dipimpin M. Qorik Ujud.

Laskar Berani Mati dipimpin Korik Bailangu. Pertempuran berlangsung dua jam, dari pukul satu siang sampai pukul tiga sore. Waktu pertempuran berlangsung datang bantuan dari Sekayu. Yaitu TRI (Tentara Republik Indonesia) yang dipimpin oleh A. Kosim Dayat. Pasukan TRI adalah pasukan istimewa waktu itu.

Karena perlawanan hebat dan bertahan mati-matian akhirnya tentara Belanda mundur ke Tebing Bulang dimana mereka telah membangun markas kuat. Pengiriman pasukan Belanda menyerang di Rantau Sialang hanyalah taktik menjauhkan tentara kita dari Tebing Bulang dan misi membaca medan perang untuk menaklukkan Desa Rantau Sialang.

Hari itu ada enam orang pasukan kita yang gugur dan rakyat semua mengungsi ke hutan. Pasukan kita bermusyawara dan juga mengetahui kalau Belanda telah membaca pola penyerangan selanjutnya ke Rantau Sialang. Maka, malam itu pasukan kita mundur ke Kilometer 17 untuk membuat pertahanan.

Pada tanggal 16 Agustus 1947, pasukan GPII dan Laskar Hisbullah yang dipimpin oleh Sersan Matseri Jimbun melakukan pemantauan pergerakan tentara Belanda. Mereka bertemu dengan tentara Belanda yang berpatroli dan terjadi kontak tembak di Rantau Sialang. Tidak beberapa lama pasukan kita mundur karena dikhawatirkan pasukan bantuan Belanda datang.

Pertempuran yang cukup membuat Belanda terpukul hebat adalah pertempuran di Jembatan Ketip Monel. Berjumlah 50 orang lebih tentara Belanda tewas ditempat. Kembali Belanda mundur ke Tebing Bulang. Di tengah jalan mundur itu, karenah marah pasukan Belanda kembali melakukan perbuatan keji. Mereka membakar sebuah rumah warga bernama Alwi yang memiliki penyakit tuli. Sehingga mati terbakar bersama rumahnya.

Penangkapan Rakyat di Kecamatan Sungai Keruh
Sudah di ceritakan sebelumnya kalau Belanda membangun markas di Tebing Bulang. Karena letak Tebing Bulang yang sangat setrategis. Sebagaimana dilakukan pasukan kita sebelumnya. Maka Belanda mulai melakukan pembersihan rakyat yang dianggap anti Belanda.

Belanda menyadari dan mengetahui kalau masyarakat Sungai Keruh sudah dari masa Jepang berperang. Tidak ada jalan lain selain mereka antisipasi dan membumihanguskan bibit-bibit perlawanan. Seandainya masyarakat Sungai Keruh terlati dan memiliki cukup senjata pastilah mereka akan kalah oleh segerombolan orang desa kecil di Sungai Keruh.

Dengan demikian Belanda menyelidiki dari markas mereka di Tebing Bulang untuk menangkap semua yang diperkirakan militan. Tebing Bulang adalah sasaran pertama karena disekeliling mereka. Pada tanggal 7 September 1947. Terdapat 25 orang yang berhasil Belanda tangkap, diantaranya:

1. Benih bin Benah (Tebing Bulang)
2. Daud bin Benih (Tebing Bulang)
3. Badri bin Djahamad (Tebing Bulang)
4. Nurdin bin H. Aman (Tebing Bulang)
5. Rahusin bin Sein (Tebing Bulang)
6. Sahunil bin H. Siin (Tebing Bulang)
7. Syamsuddin bin Kerun (Tebing Bulang)
8. Duwi bin Mail (Tebing Bulang)
9. Ropal bin Ali Arab (Tebing Bulang)
10. Utjin bin Akim (Tebing Bulang)
11. Soleh bin Jabal (Tebing Bulang)
12. Nurdin bin Soleh (Tebing Bulang)
13. Aso bin Remah (Tebing Bulang)
14. Malik bin Deris (Tebing Bulang)
15. Bahrun bin Bahri (Tebing Bulang)
16. Asis bin Unang (Tebing Bulang)
17. Su’un bin Musa (Tebing Bulang)
18. Nurdin bin Marsup (Tebing Bulang)
19. Suro (Gajah Mati)
20. Yusup Keria Kertajaya (Kertajaya)
21. H. Zainal bin Sayip (Asal Sekayu)
22. Basri bin Ujud (Asal Sekayu)
23. Malik bin Samiun (Asal Sekayu)
24. Ayub bin Djasam (Tebing Bulang)
25. Nunsi bin Rahman (Tebing Bulang).[5]

Mengapa hampir semua warga Tebing Bulang dan yang tinggal di Tebing Bulang. Hanya ada dua yang tinggal di luar Tebing Bulang tertangkap. Padahal hampir semua masyarakat di desa-desa di Kecamatan Sungai Keruh ikut perang dan membantu perang. Seperti di desa Pagarkaya misalnya.

Karena saat mendengar kabar adanya penangkapan tersebut yang di desa-desa lain segerah melarikan diri kehutan-hutan. Sementara di Tebing Bulang berada disekitar markas Belanda di Sungai Keruh. Mereka juga menjadi target pertama dan tidak menduga. Barulah informasi tersebut disebarkan oleh penduduk ke desa-desa lain setelah terjadi penangkapan-penangkapan di Tebing Bulang.

Mengenang tentang H. Zainal bin Sayip yang diperlakukan dengan biadab oleh tentara Belanda. Badannya diikat lalu ditarik dengan mobil. Di lehernya digantung tulisan yang berbunyi, “orang yang membakar jerambah.” Waktu kecil dahulu aku mendengar orang-orang tua barisan kakekku bercerita tentang Kakek Suro yang ditangkap Belanda.

Mendengar itu hampir semua laki-laki yang ikut membantu peperangan atau ikut perang bersembunyi ke hutan. Hanya Kakek Suro yang tertinggal informasi dan dia tertangkap oleh Belanda. Tentu juga ada pihak-pihak penghianat dari orang-orang kita. Semoga para penghianat yang sok bersih itu mendapat balasan di hari akhir nanti.

Semua yang ditangkap dibawa ke Pabel. Kemudian dimasukkan kedalam satu lubang dan dieksekusi mati. Kemudian hari setelah kemerdekaan keberadaan kuburan masal mereka dicari, bertemu. Lalu dipindahkan ke Taman Makan Pahlawan di Pendopo. Sebagai putra daerah Sungai Keruh tentu kita bangga dengan kakek-kakek kita zaman dahulu.

Walau mereka bukan tentara tapi ikut mempertahankan kemerdekaan negara. Mereka berkorban jiwa dan raga, harta dan materi lainnya. Mereka membantu apa saja yang dapat mereka bantu. Sudah selayaknya perjuangan mereka semua dihargai. Dikenang, dikenal, diketahui oleh generasi sekarang.

Mari kita suarakan pembangunan sebuah Monumen Perjuangan Rakyat (MONPERA), di Tebing Bulang. Di MONPERA harap ditulis nama-nama yang telah dibantai Belanda tersebut. MONPERA juga mengenang dan menghargai semua jerih payah rakyat Sungai Keruh dari masa perlawanan terhadap Jepang dan Belanda. Rakyat Sungai Keruh telah membuktikan kalau mereka adalah pejuang dan pemberani.

Pengertian:
KNIL: Koninklijk Nederlandsch Indisce Leger atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Banyak anggota tentara KNIL dari orang-orang Indonesia asli, dan orang Indo-Belanda (keturunan campuran). Mereka yang non-Muslim tetap setia dengan Belanda semasa perang kemerdekaan. Sementara yang muslim bergabung dengan tentara dan rakyat berperang melawan Belanda. Misalnya seperti Presiden Soeharto semasa penjajahan sebelum Jepang datang juga menjadi KNIL. Tapi saat perang kemerdekaan dia dan kawan-kawan menjadi tentara republik.
KL. Juga bagian dari KNIL tapi penulisan untuk membedakan kelompok parajurit KNIL orang Belanda tulen.

Oleh. Joni Apero
Editor. Selita. S.Pd.
Palembang, 29 November 2019.
Sumber: Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin, t.pn. ttp, 2010.


[1]Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin, t.pn. ttp. H. 108.
[2]Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin, h. 109.
[3]Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin, h. 110.
[4]Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin, h. 111.
[5]Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin, h. 117.


By. Apero Fublic

11/27/2019

IPNU Sumatera Selatan Menyelenggarakan RAKERWIL dan LAKUT


Apero Fublic.- Nahdlatul Ulama atau yang sering disebut dengan NU saja. Adalah sebuah organisasi masyarakat Islam di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada tahun 31 Januari 1926, oleh ulama-ulama Indonesia. Diantaranya tokoh utama K.H. Hasyim Ansy’ari. NU kemudian berkembang keseluruh pelosok Indonesia dan Asia Tenggara. Bukan hanya itu, NU juga sudah jauh berkembang sampai jauh ke luar negeri, seperti di Belanda dan Amerika Serikat.


Dalam perkembangannya NU bukan hanya bergerak dalam bidang syariat agama Islam. Tapi juga mencakup dunia pendidikan, kesehatan, sosial masyarakat, kepemudaan, dan ekonomi. Salah satu kegiatan yang melibatkan kepemudaan dan pendidikan diwadahi dengan organisasi kepemudaan NU. Diantaranya Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). IPNU sekarang dipimpin oleh Aswandi sebagai ketua umum. Untuk Ketua PW IPNU Sumatera Selatan Arip Farawita. Setiap provinsi di Indonesia sudah berdiri cabang-cabang IPNU.


Kegiatan IPNU berlangsung berkalah, kadang sebatas tingkat wilayah, tingkat nasional dan internasional. Sekarang IPNU Sumatera Selatan melaksanakan RAKERWIL (Rapat Kerja Wilayah) dan LAKUT (Latihan Kader Utama)  se-Sumatera.

Ketua Pelaksana Ali Mustofa, sedangkan Sekretaris Pelaksana M. Imam Nopriansyah. Pelaksanaan kegiatan akan dilaksanakan Jum’at – Ahad 13 sampai 15 Desember 2019. Bertempat di Balai Diklat Kemenag Provinsi Sumatera Selatan. Adapun fasilitas yang diberikan panitia, baju kegiatan, seminar kit, dan sertifikat.

Beberapa persyaratan untuk mengikuti kegiatan.

1. Membawa surat rekomendasi dari  PC IPNU.

2. Telah mengikuti Lakmud yang dibuktikan dengan sertifikat.

3. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP).

4. Pas foto 3 x 4 sebanyak tiga lembar.

5. Mengisi formulir pendaftaran

6. Delegasi minimal lima orang per PC.

7. Delegasi luar Sumatera Selatan maksimal tiga orang.


Batas akhir pendaftaran tanggal 10 Desember 2019. Apabila memiliki pertanyaan atau informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Ali Mustofa kontak 0822 7816 1670 atau M. Imam Nopriansyah 0831 6053 8806. Untuk HTM 100.000.


Laporan. Julya Anggraini

Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, 28 November 2019.

Sy. Apero Fublic

11/26/2019

Sejarah Perang Kemerdekaan Di Kecamatan Sungai Keruh Melawan Jepang

Apero Fublic.- Tahukah kalian generasi muda Kecamatan Sungai Keruh, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Kalau semasa perang kemerdekaan Kecamatan Sungai Keruh adalah medan perang. Baik itu perang dengan tentara Jepang atau dengan tentara Belanda kemudian. Kalau kalian belum tahu ada baiknya mengenal sedikit peristiwa peperangan rakyat Kecamatan Sungai Keruh dengan para penjajah. Kali ini akan mengangkat sedikit kisah perang rakyat melawan tentara Jepang.

Ada dua faktor yang menjadikan wilayah Kecamatan Sungai Keruh sebagai medan perang. Pertama, terletak di jalur masuk tentara Jepang dan Belanda ke Kota Sekayu. Selain itu Kecamatan Sungai Keruh terdapat banyak kilang minyak dan berdekatan dengan pusat minyak di Pendopo. Kedua, adanya aksi para pemuda di Kecamatan Sungai Keruh, termasuk dari daerah Air Hitam.

Air Hitam dahulu masih masuk dalam Kewedanan Musi Ilir Sekayu dan termasuk juga bagian dari Marga Sungai Keruh. Marga adalah semacam pemerintahan tingkat kecamatan, pada masa Kesultanan Palembang dan masa Penjajahan Belanda dan Jepang. Dipimpin oleh seorang Pasirah (camat). Yang dipilih secara demokratis oleh rakyat.

Para pemuda tersebut berhasil mengeco tentara Jepang dan berhasil membawa tiga ratus pucuk lebih senjata laras panjang dan satu senapan mesin. Senapan mesin dan beberapa senjata dikirim ke Sekayu. Pendopo juga dikendalikan oleh para pemuda pejuang. Pemimpin para pemuda yang mengatasnamakan sekutu tersebut, bernama Ahmad Rivai dari Air Hitam.

Hal yang disayangkan waktu itu, saat tentara Jepang kembali mengendalikan Pendopo. Dimana mereka diperintahkan melucuti senjata yang telah dirampas pemuda. Satu kompi pemuda yang memegang senjata dikepung pasukan Jepang sehingga terpaksa menyerahkan kembali senjata-senjata ditangan mereka.

Sebab tidak membaca situasi yang selalu berubah. Sementara yang lain telah pergi kembali ke Kecamatan Sungai Keruh dan sekitarnya. Pengumuman melalui selebaran disebar melalui pesawat terbang agar rakyat menyerahkan kembali semua senjata rampasan. Tidak dipedulikan laskar rakyat di Kecamatan Sungai Keruh. Maka, pelucutan dengan kekerasanlah yang dilakukan Jepang.
*****
Persiapan dan pelatihan perang seadanya di Kecamatan Sungai Keruh, dimulai. Untuk mempersipakan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah Belanda yang kembali. Juga sekaligus untuk menghadapi Jepang. Bukan hanya kaum laki-laki, tapi juga para wanita juga ikut latihan perang. Tidak banyak pemuda Sungai Keruh yang menjadi tentara heiho atau giugun sebelumnya. Sehingga sangat minim SDM laskar-laskar rakyat.

Jenis-jenis senjata, selain senjata rampasan, senjata tradisional bedil kecepek menjadi andalan masyarakat. Masa itu pembuat kecepek yang terkenal Hanan di Sekayu, dan Jimbun di Desa Kertayu, Kecamatan Sungai Keruh. Jenis senjata lainnya yang digunakan tombak, pedang, golok, dan bambu runcing. Pertama sekali pecah perang adalah di dalam desa-desa di Kecamatan Sungai Keruh. Tentara Jepang mencari senjata yang telah dirampas pemuda-pemuda dari gudang senjata Jepang di Pendopo.[1]

Kontak senjata pertama setelah perampasan senjata di Pendopo, terjadi tanggal 3 September 1945. Di bawa pimpinan A. Kosim Dayat pemimpin TKR (Tentara Keamanan Rakyat), Laskar Rakyat dan juga Rakyat. Mereka mencegat sebua truk tentara Jepang. Tentara Jepang tewas tiga orang. Truk dan tiga pucuk senjata beserta pelurunya dirampas pejuang. Selebihnya berlari masuk hutan.

Beberapa saat kemudian tentara bantuan Jepang datang sangat banyak. Mereka menembak membabi buta dengan senapan mesin, senapan otomatis, menembak dengan mortir tiada henti. Membuat para pejuang kewalahan. Namun pertempuran berjalan alot memakan waktu tiga jam. Karena hari telah gelap maka para pejuang mundur teratur.

Pertempuran di Sungai Bongen.
Sungai Bongen terletak antara Desa Tebing Bulang dan Talang Akar. Pasukan kita membuat pertahanan di Jerambah Kayu, di pimpin oleh Husaini Sidik. Pertahan ini juga bertujuan menghadang Jepang dari Pendopo. Jerambah dihancurkan, kayu-kayu dipasang melintang jalan, parit-parit perlindunga digali. Pasukan terdiri dari GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), dan Rakyat Sungai Keruh dari berbagai desa, berjumlah kurang lebih tiga ratusan orang. Pertempuran terjadi pada 20 September 1945.

Tentara Jepang yang berkekuatan besar dan bersenjata lengkap perlahan memukul mundur tentara kita. Diam-diam Jepang membuat setrategi melingkar dan akan mengepung. Untung saja setrategi itu terbaca dan pasukan pejuang ditarik mundur. Kalau terkepung maka akan ada pembantaian. Sebab tentara kita sebagian besar bersenjata tradisional. Tidak ada yang gugur dari pihak pejuang.

Hanya mobil truk dan bahan makanan yang dibakar Jepang. Maka hancurlah pertahanan dan markas di Sungai Bongen. Jalan itu untuk memuluskan jalan Jepang ke Sekayu atau Menyerang Laskar Sungai Keruh kemudian hari. Di sini selain berfungsi menghadang Jepang juga menjadi markas untuk menyerang Jepang lebih intensif. Tapi Jepang membaca hal tersebut dan mereka bertindak cepat, menghancurkannya.[3]

Tanggal 3 Oktober 1945 kembali tentara kita bersama laskar rakyat akan menyerang Pendopo. Terjadi pertempuran di Sungai Dua arah Talang Akar Pendopo. Pasukan Indonesia ditambah rakyat berjumlah 300 orang. Terdiri dari GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesi) yang dipimpin oleh M. Yazid dari Desa Sukalali. Rakyat yang bergabung diantara berasal dari Desa Pagarkaya, Sukalali, Kertayu, Tebing Bulang dan Sindang Marga.

Namun mata-mata Jepang mengetahui. Mereka dihadang di antara Sungai Dua dan Talang Akar. Dalam pertempuran itu lima orang pejuang gugur. Satu orang jenazanya tidak diketemukan sampai sekarang. Karena persenjataan kurang, dan bukan tentara yang terlatih. Membuat pejuang terpaksa mundur teratur.[2]

Tanggal 10 Oktober 1945 terjadi kembali pertempuran di Suban Segetah. Kali ini pejuang dipimpin oleh M. Qorik dari Sekayu.  Pasukan yang sama dari GPII dan Rakyat dari desa-desa di Kecamatan Sungai Keruh yang bersatu. Seperti biasa, teori tentara Jepang dengan menghujani peluru senapan mesin, mortir, dan senapan-senapan laras panjang yang semi otomatis. Tentara kita yang cuma memiliki beberapa senjata rampasan, kecepek, tombak, golok, bambu runcing. Tentu saja tidak dapat melakukan perang terbuka dan frontal melawan senjata moderen. Maka Pejuang kembali ke desa-desa masing-masing.

Serangan Jepang
Pendopo yang sebelumnya pernah dikuasai oleh pejuang kemerdekaan dan Rakyat dari Kecamatan Sungai Keruh. Kemudian Pendopo dikuasi oleh Jepang lagi. Sehingga Laskar Rakyat, GPII, dan Tentara mundur kembali ke desa-desa di Kecamatan Sungai Keruh, membawa serta senjata rampasan. Itulah yang menjadi alasan Jepang menyerang.

Banyak pemuda yang kemudian bergabung dengan laskar yang dipimpin Husaini Sidik atau Luin orang Desa Pagarkaya. Informasi sampai ke telinga Jepang. Maka mereka menyerbu Desa Pagarkaya. Tentara Jepang bermaksud mengepung Desa Pagarkaya. Dengan mengirim dua jalur tentara, dari arah Sungai Dua dan dari arah Jirak. Sebelumnya pertahanan Sungai Bongen telah dihancurkan Jepang. Sehingga laju tentara Jepang disini aman.

Pukul lima subuh ada laporang dari pasukan pengintai kalau pasukan Jepang sudah dekat. Pasukan pejuang berjumlah tiga ratus orang dibagi tiga seksi pertahanan. Seratus orang di sayap kanan menempati Padang Lebar di pimpin Luin. Sayap kiri di Bukit Labu di pimpin oleh Sersan Suri juga orang Pagarkaya.

Di Bukit Petanang juga ditempatkan seratus orang pasukan yang dipimpin oleh Atik Lekat juga orang Pagarkaya. Seperti biasa hujan peluru dan mortir tidak ada ampun. Sedikit senjata rampasan, golok, tombak, dan pedang, bedil kecepek yang cuma menembak sekali dan mengisi lama, akan kalah.

Perlahan tentara Jepang menguasai Desa Pagarkaya. Penduduk sudah lebih dahulu diungsikan jauh dari desa. Ternyata ada seorang pejuang yang diam-diam bersembunyi dibawah rumah-rumah penduduk, bernama M. Zen Syafei. Kemudian dia menembak seorang tentara Jepang dengan kecepek. Tentara Jepang itu tewas seketika. Yang paling mencengangkan adalah tentara Jepang itu berpangkat Kapten.

Tentara Jepang sangat marah lalu membakar rumah penduduk yang menghanguskan 74 bua rumah. Boleh dikatakan jumlah tersebut lebih dari setengah rumah-rumah penduduk Pagarkaya pada masa itu. Kejadian itu membuat kemarahan rakyat Sungai Keruh meningkat. Sehingga semakin berapi-apilah semangat perang rakyat. Bukan hanya melawan Jepang. Tapi Juga saat melawan Belanda dikemudian hari.[4]

Pertempuran di Gangsir Penyemberangan Sekayu.
Sementara itu, para pejuang di Kota Sekayu tidak mengizinkan tentara Jepang ke Pendopo. Tentara Jepang dari Palembang dikirim untuk membantu tentara Jepang di Pendopo untuk melucuti senjata yang telah dirampas para pemuda di Kecamatan Sungai Keruh.

Sudah disebutkan beberapa senjata dan satu senapan mesin rampasan telah dikirim ke Sekayu. Para pejuang di Sekayu juga tahu kalau Sungai Keruh adalah kecamatan kecil yang hanya terdapat delapan desa kecil waktu itu. Kalau tentara Jepang tidak dicegah akan hancur daerah kecil dimana penduduknya bukanlah tentara.

Pada tanggal 29 Oktober tentara Jepang datang ke Sekayu, berkekuatan enam truk penuh tentara Jepang.  Oleh Komite Nasional Indonesia (KNI) yang dipimpin oleh Dokter Slamet tidak mengizinkan. Kalau mereka memang ingin ke Pendopo harus meninggalkan senjata. Tapi Jepang tetap tidak mau dan berkeras tetap ingin ke Pendopo apapun yang terjadi. Maka, KNI tidak menjamin keselamatan mereka kalau mereka tetap ingin ke Pendopo.

Karena Jepang  memaksa, Usman Bakar dan A. Kosim Dayat menyusun pertahan di seberang Sungai Musi dipenyemberangan. Senjata dan senapan mesin yang dikirim dari Sungai Keruh digunakan. Sedangkan tentara kita yang tidak menyemberang ke seberang dipimpin oleh K.H. Muhammad Nur.

Pada saat tentara Jepang di pertengahan Sungai Musi. Pistol K.H. Muhammad Nur meletus tanda perang dimulai. Pertempuran baru selesai menjelang tengah malam dan tentara Jepang menggunakan suasana gelap berenang menghilir sungai musi membawa ponton beserta truk angkut mereka.

Jepang kembali ingin ke Pendopo dan Marga Sungai Keruh. Maka pencegatan kembali dilaksanakan. Pertempuran terjadi antara Sekayu dan Kayuara. Waktu itu perbatasan Sekayu dan Desa Kayuara masih hutan dan rawa-rawa. Pada tanggal 31 Oktober 1945 tentara Jepang muncul. Perang tidak terhindari lagi.

Seperti biasa, persiapan telah lebih dahulu dilakuan. Rumah-rumah penduduk menyediakan perbekalan. Pohon ditebang melintang jalan. Lobang perlindungan di gali, kiri-kanan jalan. Dijaga oleh satuan-satuan penembak. Kembali tentara Jepang mundur dan tertahan tidak dapat melanjutkan perjalanan ke Pendopo untuk melucuti senjata yang telah dirampas rakyat di Kecamatan Sungai Keruh.

Setelah masa itu, mulai terjadi penarikan-penarikan tentara Jepang yang sudah menyerah ke pihak sekutu. Sekarang berganti dengan tentara loreng, yaitu Penjajah Belanda kembali. Rakyat Sungai Keruh akan melawan Belanda.

Pembangunan Monumen Perjuangan Rakyat (MONPERA)
Sudah selayaknya pembangunan sebuah monumen perjuangan rakyat dibangun di Kecamatan Sungai Keruh. Rakyat sudah ikut berperang melawan penjajah. Mengorbankan jiwa, harta, bahkan ada yang hilang sampai sekarang tidak ditemukan jasadnya. Mereka berlatih perang dan hidup dalam tekanan penjajah. Cerita sejarah ini hanyalah sedikit cuplikan yang diceritak oleh satu peteran perang. Tentu beliau juga tidak banyak tahu apa-apa yang terjadi diluar pengetahuannya.

Setiap peperangan selalu melahirkan banyak penderitaan yang tidak diketahui oleh publik. Ini secuil dari konflik dengan Jepang. Bagaimana masa-masa pertama Jepang datang. Yang telah hadir selama tiga setengah tahun. Bagaimana saat Jepang menjemput paksa pemuda untuk menjadi tentara.

Atau kerja paksa, dan kemungkinan ada yang terbunuh tanpa sepengethuan kita. Belum ada cerita kalau wanita yang dijadikan ianpu. Ianpu wanita pemuas nafsu tentara Jepang. Dari itu, sudah selayaknya di Kecamatan Sungai Keruh dibangun sebuah MONPERA. Untuk mengenang dan menghargai jasa-jasa para pejuang dahulu di kawasan Kecamatan Sungai Keruh.

Para pejuang bukan hanya yang ada di taman makam pahlawan. Tapi juga rakyat-rakyat yang ikut berperang. Para ibu-ibu yang memasak, dan petani memberikan padinya untuk makan pejuang. Saat masyarakat bergotong-royong membuatkan senjata kecepek untuk menembak para penjajah. Mereka adalah pejuang juga dan jasa mereka patut dihargai.

MONPERA harus dibangun di Kecamatan Sungai Keruh. Mari masyarakat Sungai Keruh suarakan pembangunan sebuah MONPERA untuk menghargai jasa para pejuang pendahulu kita. Dari elemen masyarakat paling bawah sampaikan aspirasi membangun MONPERA. Semoga suara didengar pemerintah daerah atau pusat, DPRD dan MPR.

Oleh. Joni Apero
Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, 26 Oktober 2019.

Sumber: Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin. T.pn. T.tp, 2010.


[1]Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin. T.pn. T.tp, 2010. H. 74-75.
[2]Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin. H. 76.
[3]Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin. H. 79.
[4]Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin. H. 77-79.
[5]Yusman Haris, Pergolakan-Pergolakan di Daerah Musi Banyuasin. H. 76.


Sy. Apero Fublic

11/25/2019

Belajar Dari Konflik Kawasan Timur Tengah


Apero Fublic.- Di Asia Tenggara dimana terletak tiga negara yang satu rumpun, Indonesia, Brunai Darussalam, dan Malaysia. Singapura sesungguhnya juga Negeri Melayu, namun dikuasi pendatang asing. Singapura dalam geopolitik internasional lebih dekat dengan Sekutu dari pada ke Asia.

Dari sebab itulah, ada tawaran pemikiran dan suatu pengajaran. Yaitu, belajar dari Timur Tengah sekarang. Dimana konflik politik kawasan yang diluncurkan oleh Amerika Serikat dan para Sekutunya. Akibat dari berkonflik sesama saudara sendiri membuat kawasan Timur Tengah bergejolak puluhan tahun.


Seperti di Suriah, Irak, dimana terjadi perang saudara. Arab Saudi dan Iran yang bermusuhan sesama negara Muslim. Memang mazhab syiah banyak perbedaan dengan Sunni. Tapi setidaknya tetap satu keyakinan dan satu Nabi Muhammad. Di Libya juga tidak jauh berbeda, perang kelompok dan suku terus terjadi. Antara pendukung pemerintah dan non pemerintah. Kekacauan ini disebut dengan politik bela bambu. Sebelah di injak sebela di angkat. Maka belah-belahlah bambu yang sebatang menjadi bila-bila bambu yang lemah dan mudah sekali dipatahkan.

Dalam politik belah bambu, Ada kelompok yang didukung ada juga kelompok yang ditekan. Konflik terus di pelihara agar tidak ada kesatuan. Bila perlu agen-agen pengadu  domba disusupkan. Karenag sifat masyarakat di sana yang masih bodoh dan semi tradisional. Belum memiliki jiwa kesatuan dan belum berpikir dewasa dalam hal politk. Masih mengedepankan ego dan individualisme kelompok.


Di wilayah masyarakat seperti ini memang rawan konflik. Salah satu senjata Sekutu, Israel, dan Amerika Serikat adalah politik adu domba atau bela bambu tersebut. Politik belah bambu sangat ampu untuk kelompok masyarakat yang kesukuan, dan bersifat keras dan kaku. Politik bela bambu adalah politik yang sangat kuno. Berhasil diterapkan Belanda di Nusantara. Hampir semua kerajaan pribumi Indonesia runtuh. Akibat Politik belah bambu tersebut. Namun bagi masyarakat di sana adalah hal yang tidak mengerti sedikitpun.


Hanya dengan pendidikan dan pandangan luas yang dihasilkan oleh pengetahuan yang dapat merubah keadaan. Persatuan dan persaudaraanlah yang dapat memenangkan pertaruang melawan politik belah bambu. Sebagai contoh, seperti pada masa awal kemerdekaan dimana negara Indonesai dibuat terpecah-pecah dengan dibentuknya negara-negara boneka oleh Belanda. Kemudian Muhammad Natsir mencetuskan Mosi Intergral dimana semua negara boneka bersatu kembali. Sehingga Indonesia menjadi kuat walaupun baru beberapa tahun merdeka.


Kesatuan paling penting dalam membangun sebuah bangsa. Apa pun bentuk bangsa tersebut, baik itu melalui sistem komunis, religiousme, demokratis, sekuler, monarki dan Pancasila Indonesia. Semua bentuk pemerintahan dan kebangsaan membutuhkan persatuan. Hilangkan keserakahan, kedengkian, sifat sukuisme, perbedaan warna kulit, dan ketamakan agar kita dapat bersatu dan menang.

Hancurkan kebodohan yang sangat mudah dihasut, mudah diadu domba, dan mudah berprasangka buruk. Kalau rakyat Suriah, Irak, Libya, dan semua rakyat di kawasan tersebut tidak bersatu. Maka semuanya akan hancur dan menjadi sampah permainan sekutu sampai minyak bumi mereka habis. Terus bergejolak dan menjadi ladang usaha negara mereka. Masyarakat di negara mereka hidup sejahtera. Sedangkan masyarakat di sana hidup menderita dan berlumuran darah.


Sebagaimana kita ketahui, Yaman perang dengan Arab Saudi. Dimana kelompok syiah Houti memberontak dan berperang. Kemudian Iran dan Arab Saudi bermusuhan. Suriah perang saudara, dan Irak kacau balau. Libya kacau balau, dan Turki tidak dapat berbuat banyak. Kuait di bawah kendali Amerika Serikat. Qatar dan Yordania, Uni Emirat Arab menjadi negara mandul dalam kemewahan. Afganistan dengan konflik pemerintah dengan Partai Taliban. Afganistan juga dipatahkan oleh Amerika Serikat.

Sementara Mesir sibuk dengan masalah internal. Pemerintahan otoriter yang selalu membelenggu Mesir. Pemerintahan otoriter tersebut tentu ada dukungan Ameriak Serikat, Israel, dan sekutu. Sehingga menjadi pion dalam percaturan politik Kawasan Timur Tengah. Sama halnya dengan munculnya pemerintahan otoriter semasa perang dingin. Menjadi kepanjangan tangan Amerika Serikat dalam menumpas kelompok komunis. Sehingga Mesir menjadi mandul dalam percaturan politik Timur Tengah.


Sehingga membuat kondisi politik kawasan lemah dan sangat kacau. Siapa yang untung,???. Yang untung adalah Israel dengan programnya menguasai seluruh tanah Palestina. Mereka berani memindahkan ibu kota Israel ke Yerusalem karena mengambil kesempatan dari situasi kacau tersebut. Sesungguhnya juga adalah bagian dari skenario mereka.

Bahkan salah satu kandidat calon presiden Israel, yang berani berkampanye untuk mencaplok lembah Yordania kalau dia terpilih menjadi presiden. Itu menunjukkan betapa lemah masyarakat Islam di Kawasan Timur Tengah dan mereka anggap remeh sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati.


Kemudian Amerika Serikat dan Sekutu, mereka menguasai ladang-ladang minyak di Suriah, Libya dan Irak. Negera-negara lain seperti Jerman, Rusia, Cina, Amerika Serikat dan negara lainnya untung dengan penjualan industri senjata-senjata mereka. Rusia dapat mengakses perairan hangat melalui Suria. Iran dengan program nasionalisme syiah-nya.

Lalu apa yang di dapat oleh rakyat Libya, Rakyat Suriah, Rakyat Irak, selain dari terkena sasaran peluru dan bom. Rumah hancur, menjadi pengungsi, mejadi miskin, menjadi bodoh dan menjadi terbelakang. Banyak yang terluka, meninggal, anak menjadi yatim, istri-istri yang menjadi janda dan sebagainya. Semoga rakyat di sana segera sadar dan kembali bersatu. Kemudian bangkit dan bermusyawara untuk membangun negara yang maju dan damai. Hal yang paling utama adalah agar rakyat sipil tidak lagi membeli senjata-senjata. Biarlah senjata dikendalikan negara.


Sesungguhnya kawasan Timur Tengah kalau bangkit dari politik tradisional seperti begitu. Masuk dalam transpormasi politik moderen dan mengedepankan persatuan, ilmu pengetahuan, teknologi. Maka Timur Tengah akan menjadi kekuatan dunia saat ini. Untuk merobohkan Amerika Serikat dan para sekutunya terutama Israel cukup dengan politk minyak bumi. Amerika Serikat akan segera roboh sebab 60% produksi minyak dunia masuk dan dibutuhkan oleh Amerika Serikat. Apakah kita tidak mengambil pelajaran dari semua itu?


Begaimana di kawasan Asia Tenggara, khususnya untuk Indonesia, Malaysia, dan Brunai Darussalam. Jangan sampai terjadi konflik dan kekacauan antar negara. Kadang masyarakat Indonesia dan masyarakat Malaysia berkomplik melalui media sosial dan media berita. Itu menunjukkan kalau pemikiran pendek dan terbelakang masih tinggi. Kadang hanya karena suporter sepak bola saja ribut seperti antara muslim dan kafir. Saling membalas caci maki, dan saling ejek. Padahal hanya karena urusan sepeleh-sepeleh begitu, tolol.


Wawasan kebangsaan Masyarakat Islam Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam harus luas. Bersatu dan bekerjasama dalam membangun Islam. Menjaga stabilitas keamanan dan pertahanan dalam negeri dan kawasan. Jangan sampai kita berkonflik secara internal atau eksternal. Masyarakat Islam Indonesia harus benar-benar dewasa dalam melangkah dan mengarahkan pandangan politik. Saya juga berharap agar masyarakat di Provinsi Aceh untuk tidak lagi menyuarakan pemisahan dari NKRI.

Mari kita bersatu dan mencari jalan terbaik dalam memperjuangkan agama Islam. Dengan bersatu kita menjadi kuat. Jangan sampai pihak Asing masuk dan menjalankan politik belah bambu di negara kita. Mari kita bangun Islam dan bergandengan tangan dengan pemerintah. Hancurkan bibit yang tumbuh antara radikal dan non radikal yang marak sekarang. Sesungguhnya semua itu lelucon tolol yang emosional tanpa ilmu. Mari kita cari jalan tengah dari keduanya. Kita bersatu. #Himpunan Muslim.

Oleh. Joni Apero
Editor. Selita. S.Pd.
Palembang, 26 November 2019.

Sy. Apero Fublic