6/28/2019

Wawacan. Babad Majapahit

Apero Fublic.- Sastra memberikan sumbangan pemikiran dan perkembangan peradaban pada suatu bangsa. Indonesia yang sangat kaya dengan kebudayaan bangsanya memiliki banyak cerita sastra masa lalu yang baik berupa naskah, cerita lisan, tembang, pantun, syair, dan sebagainya. Sedangkan babad adalah jenis tulisan-tulisan yang berhubungan dengan sejarah dari budaya Jawa dan budaya  Bali.


Majapahit adalah negara Tradisional ke dua Indonesia, sebagai pengganti Kerajaan Sriwijaya yang menjadi negara tradisional pertama Indonesia. Majapahit sebuah kerajaan besar di Asia Tenggara antara tahun 1293 hingga 1500 Masehi. Wawacan babad Majapahit berarti, suatu cerita sastra sejarah tentang Kerajaan Majapahit. Wawacan, salah satu bentuk karya sastra bangsa Indonesia. Istilah wawacan lahir di dataran Sundah yang populer di abad ke 19 dan ke 20.

Kemudian istilah wawacan berganti dengan sastra berupa prosa sebagaimana mengikuti perkembangan sastra modern Indonesia. Salah satu wawacan yang terkenal sampai sekarang adalah Babad Majapahit. Dalam wawacan menceritakan tentang kerajaan Singasari dan Kediri yang selanjutnya sebagai cikal-bakal berdirinya Kerajaan Majapahit.

Legenda yang sangat populer ini telah di filmkan beberapa kali dalam bentuk episode-episode. Ada episode 80-an dan ada episode 2000-an dimana cerita tetap sama tetapi yang berbeda teknologi dan bintang-bintang perannya. Berikut cuplikan wawacan Babad Majapahit.

Dandanggula

Dandanggula permulaan gending
Awal kisah pembuka cerita
Cerita yang punya lakon
Yang ingin jadi ratu
Mengalami jalan sukar-rumit
Merebut singgasana
Bila tak ditulung
Samar sampai terlaksana
Peristiwanya belum jauh sampai kini
Di zaman Hindu murba.

Zaman murba ‘sluruh tanah Jawi
Wilayah timur yang akan dipapar
Yang sekarang masih ada
Bekasnya masih utuh
Masih dapat menjadi saksi
Saksi yang menyatakan
Yang mula diatur
Dekat Malang yang sekarang
Pada tahun seribu duaratus lebih
Enam puluh delapan

Ada negeri nama Singosari
Atau Tumapel juga disebutnya
Negara besar dan ramai
Membawa banyak ratu
Negeri-negeri lain mengabdi
Singosari disembah
Upeti tiap tahun
Raja-raja tanah Jawa
Malah-malah dari sebrang tak sedikit
Pulau-pulau tetangga.

Dari Sumatra Borneo dan Bali
Lebih-lebih yang dari Madura
Dari Malaka Selebes
Demi yang jadi ratu
Sri Kertanegara Narpati
Sangat ‘doyan’ berperang.

Terlalu percaya akan orang lain
Dengan sikap masabodo saja
Dan suka minum-minuman
Buli maksud diturut
Terlaksana kehendak hati
Tidak terkendalikan
Menuruti nafsu
Bergembira senang-senang
Dan hal ini kelak jadi marga-pati
Seperti akan terkisah.

Anak empat semunya putri
Tidak ada mempunyai putra
Namanya putri Sang Katong
Yang pertama disebut
Tribuana Sang Permaisuri
Demi putri kedua
Putri ayem-ayu
Mahadei Dyah Suhita
Yang ketiga Prajna Paramita Dewi
Gayatri Penutupnya.

Dua putri sudah bersuami
Yang pertama Rahaden Wijaya
Masih satu keturunan
Putra Lembu Tal masyhur
Cucu Narasinga terpuji
Saudara ayah Baginda
Yang kedua bertemu
Dengan raden Ardaraja
Putra Raja Daha atau pun  Kediri
Bernama Jayakatwang.

Terkisah Sri Maha Narpati
Sang Baginda empunya andalan
Pejabat sangat terpakai
Diasih dan dijunjung
Dilebihkan dari yang lain
Melebihi keluarga
Berkuasa penuh
Kaki-tangan Sang Baginda
Banyak Wide namanya tal asing lagi
s’lalu di samping raja.

Tapi sayang meski dikasih
Napsu buruk tan dapat dicegah
Seperti banyak Wide
Punya tekad tak patut
Orang sayang dipulang benci
Kasih dibalas khianat
Brani melawan ratu
Maksud merusak negara
Bersepakat dengan Sang Raja Kediri
Sang Raja Jayakatwang.[1]

.............................................................

Pangkur

.............................................................

Juga perihal aturan
Bagaiman cara-caranya Jurit
Diperinci tak terluput
Ringkasnya cukup lengkap
Isi surat menguraikan yang perlu
Utusan yang membawanya
Tak perlu panjang ditulis.

Terkisah waktu datangnya.
Disampaikan kepada Raja Kediri
Sang Raja berkenan sungguh
Membaca isi surat
Wajah cerah dibarengi sering senyum
Lama menanti masanya
Sekarang datang sendiri.

Se’gra ‘manggil Raden Patya.
Dengan Senapati, lalu berunding
Selesai lalu mengutus
Memanggil gulang-gulang
Disuruh menyiarkan sabda Ratu
Berhimpun para komandan
Mengumpulkan perajurit.

Bertalu bunyi canangnya
Berdengungan bergaung seluruh negeri
Para ponggawa berkumpul
Bala-tentara siap
Senapati yang memerintah dan mengatur
Tentara dibagi dua
Yang banyak dan yang sedikit.

Berkata sang Senapati
Hai kepala barisan yang sedikit
Dari utara menyerbu
Lebih dulu menyerang
Menggalakkan sambil memancing si musuh
Agar supaya disangka
Jumlah yang menyerang kecil.

Sudah pasti musuh kita
kan mengejar kita ke arah utara
Dan oleh karena itu
Bagi barisan kuat
Awas-awas jangan kelihatan musuh
Sambil mendekati kota
Bersembunyi hati-hati.

Juga kita harus awas
Sikap laku musuh kita teliti
Bila pergi ke utara
Mengejar lawan kita
Lekas-lekas kalian ke kota masuk
Istana serta isinya
Rebut hingga berhasil.

Aragani dan Rijana
Tangkap saja dan bunuh sampai mati
Janganlah diberi ampun
Jangan diberi maaf
Nah itulah perintah harus diturut
Inilah perintah raja
Selesai segera pergi.[2]

..........................................................

Buku Babad Majapahit ini adalah bentuk tulisan alih bahasa dari tembang berbahasa Sundah. Diterbitkan oleh Departeman Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1987 di Jakarta. Untuk reka tembang oleh Kadir Tisna Sujana, dan alih bahasa oleh Rusman Sutiasumarga. Buku terdiri dari 72 halaman, diakhir halaman buku dimuat keterangan kata-kata yang tidak terdapat dalam Bahasa Indonesia. Seperti kata dandanggula, kata pangkur dan sebagainya.

Pada buku Babad Majapahit ini menggunakan bagian-bagian sub cerita tembang, atau pembatas tembang dengan istilah, dandanggula, pangkur, magatru, kinanti, dan durma. Dandanggula nama pupuh yang berbentuk puisi tembang, terdiri atas 10 baris, tiap baitnya bersajak: i-a-o-u-i-a-u-a-i-a, untuk melukiskan suasana gembira.

Pangkur adalah nama pupuh yang terdiri dari 7 baris tiap baitnya bersajak: a-i-u-a-u-a-i. Untuk melukiskan suasana panas, persiapan perang dan sebagainya. Magatru adalah nama pupuh terdiri dari 5 baris, tiap baris bersajak: u-i-u-i-o.

Untuk melukiskan suasana prihatin. Kinanti adalah nama pupuh yang terdiri dari 6 baris bersajak: u-i-a-i-a-i untuk melukiskan kesedihan atau asmara. Sedangkan durma adalah nama pupuh yang terdiri dari 7 baris, tiap bait yang bersajak: a-i-a-a-i-a-a. Akhiran bait ini bukan dalam Bahasa Indonesia tapi dalam Bahasa Sundah. Babad Majapahit terdiri dari 251 bait.

Tiap bait diatur menurut pupuh atau bagian-bagian yang baris liriknya konsisten. Apabila sebuah pupuh menerapkan enam baris lirik tembang maka sampai pupuh berikutnya lirik bait-baitnya tetap enam baris. Sampul buku berwarna kuning dan bergambar monas.

Oleh: Joni Apero.
Editor. Selita. S. Pd.
Palembang, 14 Oktober 2018.
Sumber dan Hak Cipta: Kadir Tisna Sujana dan Rusman Sutiasumarga. Babad Majapahit. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.


[1]Kadir Tisna Sujana dan Rusman Sutiasumarga, Babad Majapahit, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987), h.  9-11.
[2]Kadir Tisna Sujana dan Rusman Sutiasumarga, Babad Majapahit, h. 18-19.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment