6/28/2019

Setiap Hari Sebuah Puisi. Sastra Moderen Indonesia


Apero Fublic.- Buku ini menjelaskan tentang kebaikan berpuisi, juga di hadirkan berbagai macam puisi dari penulis yang berbeda. Dapat dikatakan sebagai antologi puisi yang dipadukan dengan opini dari penulis. Puisi-puisi dijadikan contoh dan gambaran dari maksud pesan yang disampaikan penulis. Buku Setiap Hari Sebuah Puisi adalah sebuah buku mengajak untuk berpuisi, dan membuat puisi.

Sebagai bentuk mengenalkan puisi ke dunia anak-anak. Buku ini untuk bacaan anak-anak, juga banyak memuat puisi-puisi dari majalah bobotabloid Yunior, koran kompas dan sebagainya. Bukan hanya menghadirkan puisi modern tahun 90-an, juga mengetengahkan puisi-puisi dari penyair angkatan pujangga baru seperti Y.E. Tatengkeng.

Selain mengajak berpuisi dan membuat puisi juga menjelaskan kemenarikan puisi, dan manfaat puisi. Dalam ungkapan penulis buku, bahwa apabila direnungkan, dunia ini sebenarnya penuh dengan puisi. Alam semesta ini adalah puisi, karena banyak mengandung keindahan, panorama yang elok mempesona.

Hidup ini pun puisi karena merupakan anugerah teramat indah dari Allah, Tuhan Yang Maha Indah. Puisi adalah karya yang indah, mengandung unsur keindahan. Bukankah alam semesta, berbagai peristiwa dan fenomena kehidupan, bahkan hidup dan kehidupan itu sendiri, penuh dengan unsur keindahan.


Puisi juga sangat dekat dengan kehidupan manusia, menyatu dengan, atau malah sama dengan keindahan, kelembutan, kejujuran, kedamaian, sikap hidup yang humanis dan religius. Mengutip perkataan Y.E. Tatengkeng mendepenisikan puisi sebagai nyanyian sukma yang menjelma indah kata. Buku Setiap Hari Sebuah Puisi memuat 39 puisi dari berbagai penyair, baik dari penyair angkatan 45 seperti Chairil Anwar, penyair angkatan 80-an, dan seterusnya.

Penulis buku Setiap Hari Sebuah Puisi, Yant Mujianto dilahirkan di Jepara, 20 Mei 1954, pendidikan dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas di Jepara. Melanjutkan sekolah di FKSS IKIP Semarang (sekarang UNNES). Pekerjaan mengajar di SMP, SMA, PTS, kemudian menjadi dosen di PBS FKIP dan mahasiswa Pascasarjanah PBI Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Telah banyak menulis seperti cerpen, esai, puisi, buku pegangan kuliah di kampus, buku ilmiah populer. Diantara bukunya, Nasihat-Nasihat Kecil Sang GuruCendera Mata From ABG to ABGUntuk Kita Renung HayatiMozaik Perjalanan dari seri 1-5, Silen is Gold atawa Diam itu EmasSayangSeikat Fatwa Pujangga, dan antologi puisi bersama penyair lain.

Seperti Wajah-WajahKicau Podang 3Jentera TerkasaSetengah Abad Indonesia MerdekaKali ProgoSoliloku Sketsa NuraniKampung Akhirat/Estetika ZikrullahRumah ReformasiHapuslah Air Mata DuniaLaksana Bintang BerkilauEksotika Rasa Anugerah PencerahanSajak-Sajak Inner Beauty Merajut Bening HatiDunia Sekitar Dalam Puisi dan 234 Pantun Gaul untuk ABG Indonesia.

PAGAR BAMBU.

Rumah kami sangat sederhana.
Pagar bambu di sekelilingnya.
Kata ayah, pagar itu untuk keamanan.
Juga berguna sebagai hiasan.

Pagar bambu, kuning dan kukuh.
Bambu disebut juga buluh.
Bambu tumbuh di dalam kebunku.
Bambu melindungi rumahku.

Dari pintu kulihat rumpun bambu.
Rimbun daun meneduhkan halamanku.
Rebung atau bambu muda disayur ibuku.
Bambu, terima kasih kepadamu.
Pagar bambu, engkau mulia.
Menjaga rumah dan isinya.
Pagar bambu, kau terkena hujan dan angin.
Tetapi kau tak merasa dingin.

(Karya Khiria Oktariani, kelas V SDN Kowangan I Temanggungan. Dari bobo, tahun ke XXIII, 2I Maret 1996, halam 17).[1]

WARNA

Karena dirimu dunia jadi indah.
Karena dirimu alam jadi cerah.
Karena dirimu semua jadi mega.

Tanpamu tak tahu apa jadinya.
Mata melihat seperti buta.
Semua jadi gelap-gulita.
Semua terasa hampa.

Warna, kau sungguh mempesona.
Kau hiasi seluruh dunia.
Pelangi tanpamu apa jadinya.
Pasti terasa tak indah.
Warna, teruslah kau menyala.
Menghiasi alam raya pada.[2]

(Karya Amilin Pekalongan dari Kompas, Minggu 13 Maret 2005, halama 30).

SENYUM PELANGI

Kala hujan datang dengan derasnya.
Sempat aku merasa kecewa.
Namun, saat mentari kembali bersinar.
Menggantikan hujan menyinari bumi.
Kulihat pula
Lengkung senyum bahagia di angkasa
Hari ini.......
Kulihat senyummu, wahai pelangi
Senyum selama ini kunanti.
Ku berharap.
Kau kan datang kembali.
Selalu di sampingku, seiring berjalannya waktu.[3]

(Karya Mukti Anggorowati, kelas V SDN 5 Jalan Kaswari 5 Kebumen dari Yunior, edisi 296, tahun ke-6, Minggu, 11 Desember 2005, halam 11).

WAKTU MENCATAT

Waktu mencatat
Pada pertemuan kita
Tawa kita
Lara kita

Waktu mencatat
Tiap langkah kita
Desah kita
Rayu kita

Waktu mencatat
Catatan kecil langkah kita
Gemuruh kecil jiwa kita

Waktu mencatat
Amat teliti
Jeli sekali

Waktu mencatat
Teka-teki diri
Sejujur-jujurnya
Sepolos-polosnya.[4]

(Karya Muslima, Ponpes Pasarean Putri Kajen, Margoyoso, Pati dari Kaki Langit Horison, November 2000, halaman 21).

ALAM MENANGIS

Betapa banyak alam yang telah musnah.
Betapa banyak lingkungan yang kehilangan fungsinya.

Tidakkah kita perhatikan sabda alam.
Alam yang kita cintai diambang kemusnahan.
Manusia hanya berpikir apa yang diambil.
Tetapi tidak berpikir akibat dari semua itu.

Tidakkah kita perhatikan sabda alam.
Alam melihat kita setiap hari.
Gerak-gerik kita diperhatikan.
Tingkah laku manusia semakin ganas terhadap alam.

Tidakkah kita perhatikan sabda alam.
Alam mulai sedih melihat tingkah laku manusia.
Alam menitikkan air mata yang tidak pernah kering.
Alam menangis melihat kita tidak lagi.
Mencintai alam.[5]

(Karya Amrul Wajidi Na’imi, MAN 2 (Model) Banjarmasin dari Kaki Langit Horison, Januari 2005, halaman 19).

Oleh: Alvin Are Tunang.
Editor. Selita. S.Pd.
Foto. Melly Diana.
Sumber dan Hak Cipta: Yant Mujiyanto, Setiap Hari Sebuah Puisi, Surakarta: Mediatama, 2007.

[1]Yant Mujiyanto, Setiap Hari Sebuah Puisi, Surakarta: Mediatama, 2007, h. 5.

[2]Yant Mujiyanto, Setiap Hari Sebuah Puisi, h. 9.

[3]Yant Mujiyanto, Setiap Hari Sebuah Puisi, h. 18.

[4]Yant Mujiyanto, Setiap Hari Sebuah Puisi, h. 36-37.

[5]Yant Mujiyanto, Setiap Hari Sebuah Puisi, h. 43.


Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment