6/20/2019

Futhri Mardhatillah. Kembalikan Aku Waktu


Apero Fublic.- Aku duduk merenung di sekitar senja, bertetangga dengan segumpal awan, dan bercengkrama dengan elusan angin. Daun kelapa memanggil kalbuku, dengan melambai tiada henti bersama angin. Sudah dua musim aku duduk di sini, kemarau dan musim hujan. Telah cukup lama melewati masa-masa yang lalu.

Sedangkan angin musim juga selalu berhembus membawa putaran waktu. Menerpaku, lalu aku seakan mengulang putaran waktu itu. Masih ingatkah disana, sahabat, tentang cerita kita. Kau bertanya banyak tentang sesuatu, yang aku juga tidak tahu. Tetapi aku menjawab, dengan jawaban yang tidak kau mengerti.

Sehingga kita saling bertengkar dan saling memarahi. Tetapi aneh, aku tertawa dan kau tertawa. Waktu itu, tidak pernah kita bersedih. Sebab dunia milik kita. Kita jelajahi tempat-tempat yang belum kita datangi. Kita makan apa yang belum kita makan. Kau tahu kekuranganku, aku pun mengerti kekuranganmu.

Aku memiliki kebiasaan buruk, kau memberi nasihat. Lalu aku meninggalkannya, dan menjadi lebih baik. Begitupun denganmu yang memiliki kebiasaan yang aneh, kemudian aku memberi penjelasan itu tidak baik. Kau menjadi saudaraku, saat jauh dari keluarga. Makan seadanya itu adalah hal biasa.

Tidak canggung untuk berekspresi dan tidak malu untuk mengadu. Kita bercerita tentang masa lalu, dan kita bersama-sama menggantungkan harapan untuk masa depan. Kau mengaminkan doaku. Akupun mengaminkan doa-doamu. Kita bersama-sama berjuang dan saling menguatkan.

Kita melangkah melintasi padang gurun, kita lalui berbukit terjal. Kemudian kita arungi lautan luas, menghadapi gelombang, menghadapi badai. Terkadang kita saling menjerit dan menangis. Terasa menderita sekali perjalan itu. Kita berkata tidak ingin mengulangi lagi perjalanan ini. Perlahan, pantai pun mendekat dan kita sampai di seberang.

Sahabat, masih ingat saat kita berlari-lari di bawa langit biru. Air danau yang terbentang luas. Kupu-kupu yang menari. Kita tertawa lepas, tanpa beban, tanpa ratap, tanpa sedih. Waktu itu, walau sedang terluka tetap kuat. Bila aku ingat saat pertama memulai semua ini, aku merasa tidak akan kuat tinggal bertahun-tahun.

Namun, waktu berlalu singkat, jalan yang panjang menjadi pendek, masa yang lama terasa sebentar. Kau tahu sahabat, karena kau disisiku. Kau telah memberi kekuatan, sehingga dapat aku lewati masa sulit itu. Pahit menjadi manis, asam menjadi manis, tawar menjadi manis. Sekarang, kita telah berpisah oleh aturan waktu. Kita terpisah oleh jalan kita masing-masing.

Terpisah oleh doa kita yang kita amini dulu. Sekarang berjalan sendiri-sendiri. Ada amplok-amplok dan serabutan mimpi. Kita mencari kehidupan lain, yang kita namakan impian. Hanyalah pesan singkat, dan rencana-rencana bertemu. Sedikit bertanya kabar, sedikit berkata tentang rindu.

Tetapi itu sudah menjadi cerita yang usang. Jauh di lubuk hati memendam kerinduan masa lalu. Sekarang hidup kita sudah dirampas oleh takdir.  Di sini, nanjauh aku termenung. Sesungguhnya kalian adalah kado terindah di dalam hidupku. Aku tidak dapat memungkiri, aku rindu kalian sahabatku. Dapatkah kita mengulang sekali lagi.?

SAHABAT AKU RINDU

Kau takkan melihat senyum, sang bulan.
Kalau tak ada bintang-bintang.
Bintang-bintangpun akan kegelapan,
Kalaulah tak ada sang rembulan.

Bagaimana memiliki kenangan.
Kalau tidak ada yang kulihat.
Untuk apa kita melihat,
Kalau tidak ada yang terlihat.

Sahabat, kau bulan dalam hidup ku.
Yang hadir dan terang benderang.
Kau bintang dilangit ku.
Bagaimana aku melewati hari-hari tanpamu.
Ranting boleh patah, dedaunan boleh gugur.
Hendaklah kisah kita tetap abadi.

Sahabat, kau hadia terindah kehidupan
Kau menjadikan dunia terasa indah.
Dunia pun menjadi milik kita.

Sekarang, seperti ombak yang berbalik.
Meninggalkan buih di pantai.
Meninggalkan batu dan pasir-pasirnya.
Kini kita tenggelam oleh laut kita sendiri.
Lautan mimpi kita, dulu.
Kita terpisah oleh jalan yang berbeda.

Sahabat, kau hadia terindah.
Lalu kita terpisah.
Oleh kubangan hidup nestapa.
Sekarang dunia tak lagi milik kita.
Karena kita tersandera kodrat kita.
Mengejar mimpi, yang tak tahu apa.
Andai watu diputar, aku ingin mengulangi masa itu.
Dan aku, takkan mau kesini.
Sahabat, aku rindu.

Penyair cantik ini, lahir di Kota Palembang pada 11 Juli 1996. Gadis yang menyukai warna biru pink, dan hitam ini, adalah lulusan Universitas Sriwijaya pada bidang studi Pendidikan Luar Sekolah, pada Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Dia menyukai makanan apa saja yang penting enak, asal rasanya tidak pahit, tidak terlalu asin, dan masam. Sedangkan film favoritnya, yaitu film horor, atau thriller, film Naruto, Tokyo Ghoul. Untuk motto hidupnya, "don't give up without fighter.

Dia berpesan, jadilah pribadi yang baik dan mampu memperbaiki diri sendiri, disetiap waktu. Perbaiki dari kekurangan kita, dan perbaiki juga kelebihan kita, agar tidak sombong dan terus berprestasi. Sampai ketemu lagi pada karya saya yang lainnya. Salam sastra kita.

Oleh. Futhri Mardhatillah.
Editor. Selita. S.Pd.
Palembang, 26 Januari 2019.
Sumber foto. Futhri Mardhatillah.
Fotografer. Dadang Saputra.
Kategori. Syarce fantasi.
Catatan: Yang mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama: Bagi teman-teman yang ingin mengirim atau menyumbangkan karya tulis seperti puisi, pantun, cerpen, cerita pengalaman hidup seperti cerita cinta, catatan mantera, biografi diri sendiri, resep obat tradisional, quote, artikel, kata-kata mutiara dan sebagainya.

Kirim saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama pengirim.

Sertakan nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis. Jumlah karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat email: fublicapero@gmail.com idline: Apero Fublic. Messenger. Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment