Kampus
Mahasiswa
Opini
Pendidikan
Teknologi Mengubah Segalanya; Transformasi Pendidikan Nonformal di Era Digital
APERO FUBLIC I OPINI.- Di tengah aktivitas sehari-hari yang semakin lekat dengan teknologi, kita mungkin tidak menyadari bahwa cara kita belajar juga ikut berubah. Bukan hanya di sekolah, tetapi juga dalam pendidikan nonformal yang sejak dulu dikenal lebih fleksibel dan dekat dengan masyarakat.
Kini, berbagai aplikasi, platform belajar, hingga ruang diskusi virtual membuat proses belajar terasa jauh lebih praktis dan dinamis. Sebagai mahasiswa pendidikan nonformal, saya melihat sendiri bagaimana teknologi tidak lagi sekadar pelengkap, tetapi telah menjadi bagian penting yang membentuk ulang cara kita mengajar, belajar, dan berinteraksi. Perubahan inilah yang membuat transformasi digital terasa begitu nyata, terutama ketika kita mencoba memahami bagaimana pendidikan nonformal beradaptasi dan berkembang di tengah arus digitalisasi yang semakin cepat.
Transformasi digital sedang mengubah banyak aspek kehidupan kita, termasuk cara kita belajar. Dalam konteks pendidikan nonformal yang selama ini dikenal lebih fleksibel, dekat dengan masyarakat, dan tidak terikat ruang kelas. Kehadiran teknologi membawa perubahan yang sangat nyata. Internet, aplikasi, dan berbagai platform pembelajaran membuat proses belajar menjadi lebih terbuka, praktis, dan selaras dengan kebutuhan masyarakat yang semakin dinamis (Aini, 2021).
Sebagai mahasiswa pendidikan nonformal, saya merasakan langsung bagaimana teknologi tidak lagi hanya menjadi alat bantu, tetapi telah menjadi bagian penting dari ekosistem pembelajaran. Dalam perkuliahan maupun kegiatan praktik di lapangan, teknologi digital menciptakan cara belajar baru yang menuntut kemampuan adaptasi, kreativitas, dan literasi digital yang lebih kuat.
Pengalaman ini sejalan dengan pandangan Kemendikbud (2020) yang menegaskan bahwa percepatan digitalisasi mendorong seluruh lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal untuk bertransformasi. Pendidikan nonformal yang sejak awal bersifat luwes justru lebih mudah mengikuti perubahan tersebut dan bahkan mendapatkan banyak manfaat dari fleksibilitas yang ditawarkan teknologi.
UNESCO (2020) juga menyoroti bahwa pemanfaatan teknologi digital telah meningkatkan akses pendidikan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini membuat pembelajaran menjadi lebih inklusif dan tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Dalam praktiknya, kemudahan ini tercermin dari munculnya budaya belajar yang lebih fleksibel. Warga belajar kini tidak harus datang langsung ke lokasi pembelajaran karena kelas virtual, video materi, dan modul digital memberi kesempatan belajar kapan saja dan dari mana saja (Sari & Putra, 2021). Pembelajaran yang cepat dan praktis seperti ini sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern yang membutuhkan informasi instan dan mudah dijangkau (Aini, 2021).
Selain fleksibilitas, digitalisasi juga melahirkan berbagai inovasi media pembelajaran. Tutor dan pendidik nonformal kini dapat memanfaatkan YouTube, media sosial, infografis, hingga sesi live teaching yang memungkinkan interaksi langsung dengan warga belajar (Nasution, 2022). UNESCO (2020) menegaskan bahwa pendekatan visual dan interaktif ini sangat sesuai dengan karakter generasi pembelajar saat ini yang terbiasa mengonsumsi informasi secara cepat dan visual. Media pembelajaran yang lebih kreatif membuat suasana belajar menjadi lebih menarik dan relevan bagi peserta didik dari berbagai kalangan.
Di sisi lain, transformasi digital juga memperluas akses terhadap informasi. Teknologi memungkinkan warga belajar memperoleh referensi kapan pun tanpa bergantung pada satu sumber saja (Kemendikbud, 2020). Namun, kemudahan ini membuat literasi digital menjadi kebutuhan mendesak. Warga belajar perlu mampu memilah informasi yang kredibel, memahami cara kerja platform digital, serta menyadari risiko misinformasi yang semakin banyak beredar di dunia maya (Supriyanto, 2020). Penguatan literasi digital tidak hanya membantu warga belajar, tetapi juga penting bagi pendidik agar dapat mendampingi proses belajar secara berkualitas.
Meski memberikan banyak peluang, digitalisasi tetap membawa tantangan tersendiri. Tidak semua warga belajar memiliki perangkat memadai atau akses internet stabil, dan kemampuan menggunakan teknologi masih bervariasi di beberapa wilayah (Sari & Putra, 2021). Ketimpangan ini menandakan perlunya upaya pendampingan yang terus dilakukan, terutama dalam pengembangan literasi digital. Menurut Supriyanto (2020), penguatan literasi digital harus sejalan dengan upaya membangun kemampuan berpikir kritis agar teknologi tidak hanya digunakan, tetapi dapat dimanfaatkan secara tepat dan bermanfaat.
Dalam dinamika perubahan ini, mahasiswa pendidikan nonformal memiliki peran strategis sebagai agen perubahan. Mahasiswa didorong untuk menjadi inovator dalam mengembangkan media pembelajaran digital, menyusun program pemberdayaan berbasis teknologi, serta melakukan penelitian mengenai dampak transformasi digital terhadap masyarakat (Nasution, 2022; Aini, 2021). Peran ini tidak hanya memperkaya kompetensi mahasiswa, tetapi juga membantu masyarakat beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat.
Secara keseluruhan, transformasi digital memberikan dampak signifikan terhadap pendidikan nonformal. Teknologi membuka peluang baru dalam fleksibilitas pembelajaran, memperkaya media dan metode pengajaran, serta memperluas akses informasi (Kemendikbud, 2020; UNESCO, 2020). Namun, keberhasilan pemanfaatan teknologi tetap bergantung pada kesiapan literasi digital dan kemampuan adaptasi seluruh pihak yang terlibat. Dengan pendampingan dan pemahaman yang tepat, digitalisasi dapat menjadi kekuatan besar untuk memajukan pendidikan nonformal agar semakin relevan dan berdaya guna di era digital saat ini.
Ditulis/oleh: Cantika Putri Merdianti
Mahasiswi Pendidikan NonFormal, FKIP, Untirta.
Editor. Tim Redaksi
Sy. Apero Fublic
Via
Kampus

Post a Comment