Syukuran Terhadap Keselamatan Ibu dan Bayi dalam Kandungan
APERO FUBLIC I OPINI.- Adat 7 bulanan atau (pelet betteng) merupakan salah satu tradisi penting yang masih dijaga oleh masyarakat Madura hingga saat ini. Upacara ini dilakukan ketika usia kehamilan mencapai tujuh bulan, yaitu masa yang diyakini sebagai momen penting perkembangan janin. Melalui rangkaian ritual, masyarakat Madura mengungkapkan rasa syukur, mencurahkan doa keselamatan, serta memperkuat hubungan sosial antarkeluarga dan warga sekitar. Tradisi ini bukan hanya sekadar kegiatan seremonial, melainkan wujud nyata dari perpaduan nilai religius, budaya, dan solidaritas yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Adat 7 bulanan memiliki makna religius yang mendalam. Dalam kepercayaan masyarakat Madura, usia tujuh bulan dianggap sebagai masa ketika janin telah siap menyongsong dunia dan memerlukan doa serta perlindungan tambahan. Oleh karena itu, rangkaian doa dan selamatan digelar sebagai bentuk permohonan kepada Tuhan agar ibu hamil diberi kesehatan serta proses kelahiran berlangsung lancar. Pembacaan doa, tahlil, atau ayat-ayat Al-Qur’an menjadi bagian utama dalam prosesi ini, menegaskan bahwa tradisi tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam yang kuat dalam kehidupan masyarakat Madura.
Tradisi ini sarat dengan simbol budaya yang menggambarkan kearifan lokal. Salah satu ritual khasnya adalah mandhi kembang atau mandi air bunga yang dilakukan oleh ibu hamil. Prosesi ini melambangkan penyucian diri, pembaruan semangat, serta harapan agar bayi yang lahir membawa kebersihan hati dan keberkahan. Selain itu, makanan khas seperti nasi tumpeng, jajan pasar, dan lauk pauk tradisional disajikan sebagai simbol rasa syukur dan kebahagiaan keluarga. Setiap elemen makanan memiliki makna tertentu, misalnya bentuk tumpeng yang mengerucut ke atas melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan.
Adat 7 bulanan berperan penting dalam memperkuat hubungan sosial dan kebersamaan. Pada masyarakat Madura, gotong royong dan solidaritas merupakan nilai yang sangat dijunjung tinggi. Ketika keluarga mengadakan selamatan 7 bulanan, para tetangga, kerabat, dan sahabat ikut serta membantu persiapan acara, mulai dari memasak, menghias tempat acara, hingga mempersiapkan perlengkapan doa. Kehadiran banyak pihak ini mencerminkan bahwa kehamilan bukan hanya urusan keluarga inti, tetapi juga menjadi kebahagiaan bersama seluruh warga. Dengan demikian, tradisi ini mampu mempererat tali silaturahmi dan menciptakan hubungan sosial yang harmonis.
Adat 7 bulanan turut berfungsi sebagai sarana pewarisan budaya kepada generasi muda. Di era modern, banyak tradisi lokal mulai ditinggalkan karena pengaruh gaya hidup praktis. Namun melalui pelaksanaan ritual ini, anak-anak dan remaja dapat mengenal nilai-nilai budaya nenek moyangnya. Mereka tidak hanya melihat rangkaian acara secara langsung, tetapi juga belajar tentang filosofi, simbol, dan etika yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, adat 7 bulanan berperan dalam membentuk identitas budaya dan rasa bangga terhadap warisan leluhur.
Tradisi ini memiliki nilai moral yang penting dalam kehidupan masyarakat. Adat 7 bulanan mengajarkan pentingnya menghargai kehidupan sejak dini, memahami tanggung jawab keluarga terhadap calon bayi, serta menumbuhkan sikap saling mendukung dalam menghadapi proses kelahiran. Nilai-nilai tersebut menjadi pedoman berharga dalam membangun masyarakat yang harmonis dan berkarakter.
Secara keseluruhan, adat Madura 7 bulanan adalah tradisi kaya makna yang mencerminkan perpaduan antara spiritualitas, simbol budaya, dan nilai sosial. Tradisi ini tidak hanya mengiringi perjalanan ibu hamil, tetapi juga memperkuat ikatan keluarga serta mempertegas identitas budaya masyarakat Madura. Melestarikan adat 7 bulanan berarti menjaga warisan leluhur, mempertahankan nilai-nilai kebersamaan, dan menghargai kehidupan sejak dalam kandungan. Oleh karena itu, tradisi ini layak terus dipertahankan sebagai bagian penting dari kekayaan budaya Indonesia.


Post a Comment