Artikel
Esai
Kampus
Mahasiswa
Opini
Pendidikan
Pengaruh Figur Lekat Terhadap Perkembangan Moral Anak, Remaja, dan Dewasa Awal
APERO FUBLIC I ESAI.- Menurut Erikson (penganut teori psikodinamika) pertumbuhan kepribadian seseorang terbagi menjadi beberapa tahapan psikososial. Ia berpendapat bahwasanya dalam setiap tahapan perkembangan pada seseorang diikuti oleh konflik yang harus diselesaikan.
Potensi munculnya konflik ada karena kecenderungan bawaan yang terlihat dari setiap tahapan perkembangan mental. Tiap konfrontasi yang terjadi antara diri seseorang dengan lingkungan pada setiap tahapan perkembangannya disebut ‘krisis’. Krisis menuntut seseorang untuk dapat melakukan fokus kembali kepada energi naluri dan diteruskan dengan adanya tuntutan baru yang muncul pada tiap tahap perkembangan.
Faktor penting dalam masa perkembangan seseorang salah satunya adalah perkembangan moral (Ratnawulan, 2018). Perkembangan moral seseorang akan terbentuk melalui tahapan yang sama seperti perkembangan pada aspek-aspek lainnya. Tiap tahapan perkembangan memiliki ciri moralitas yang dicapai oleh individu (Gunarsa, 2012)
Pengaruh figur lekat terhadap perkembangan moral anak pada tiap tahapan perkembangan
Usia 0-1 tahun (Trust vs Mistrust). Tahapan ini pada perkembangan psikososial pada dasarnya mirip dengan tahapan yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Tahap ini terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan bayi. Tahap ini merupakan tahap ketidakmampuan seseorang yang paling besar. Bayi sangat bergantung sepenuhnya kepada orang lain untuk bertahan hidup, keamanan, serta kasih sayang.
Hubungan antara ibu dan anak pada tahapan ini bukan hanya hubungan secara biologis saja, namun juga lebih kea rah hubungan sosial. Interaksi yang terjadi antara bayi dan orang terdekatnya-umumnya seorang ibu, akan menentukan apakah bayi tersebut akan melihat dunia dengan sikap percaya atau tidak (Ratnawulan, 2018). Hal tersebut menandakan peranan figur lekat sangat penting peranannya dalam tahap ini, karena pada tahap ini anak membangun sebuah kepercayaan diri.
Kegagalan pengembangan kepercayaan akan menghasilkan rasa takut dan kepercayaan bahwasanya dunia tidak konsisten dan sulit ditebak. Krisis yang tidak terselesaikan pada tahap ini akan membuat seseorang sulit percaya pada orang lain disepanjang hidupnya, sehingga akan menimbulkan sikap selalu berprasangka buruk kepada orang lain atau berpikir bahwa orang lain akan selalu berusaha mengambil keuntungan dari dirinya (Jahja 2011 ; Crain, 2007 ; Byod, 2003).
Pentingnya peranan figur lekat dalam pengasuhan pada tahap ini akan membuat anak lebih percaya kepada orang lain dan menghindari prasangka buruk terhadap apa yang dilakukan orang lain kepadanya, sehingga akan muncul moralitas yang positif dalam diri seseorang.
Tingkat kelekatan antara anak dengan figur lekat mereka juga sangat menentukan perkembangan moral anak. Anak dengan secure attachment akan cenderung mempunyai pandangan yang positif terhadap orang lain, dan mempunyai kepercayaan interpersonal kepada orang lain, sehingga mampu menjalin hubungan dengan orang lain dengan baik (Baron dan Byrne, 2005).
Hal tersebut sejalan dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Adharini dan Kustanti (2020), yang menunjukkan bahwa kelekatan antara anak dengan figur lekatnya-terutama orang tua, akan memeengaruhi perilaku prososialnya. Anak dengan kelekatan yang tinggi dengan orang tuanya akan menunjukkan perilaku prososial yang tinggi pula.
Usia 1-3 Tahun (autonomy vs shame and doubt)
Tahapan ini merupakan tahapan dimana seorang anak mulai belajar mengontrol dirinya. Seorang anak akan cenderung melatih otonomi atau kehendak mereka pada tahap ini (Yudrik, 2011 ; William, 2007 ; Denise, 2006).
Anak mulai mengembangkan kemampuan fisik dan kemampuan mental yang ia miliki. Pada tahapan ini seorang anak akan cenderung memperlihatkan perkembangan keterampilannya untuk melakukan sesuatu sebanyak mungkin yang ia bisa.
Semua kemampuan tersebut sangat penting untuk dapat ia tangani. Ia akan memperlihatkan tingkah laku asli (prototypes) terhadap suatu konfik atau permasalahan. Seorang anak akan memilih menyelesaikan suatu permasalahan dengan damai atau dengan bermusuhan (Ratnawulan, 2018).
Pada tahapan ini anak diharapkan dapat belajar menyesuaikan diri dengan aturan-aturan dan norma sosial namun dengan tetap memahami otonomi mereka atas dirinya (Jahja, 2011 ; Crain, 2007 ; Byod, 2006). Hal terpenting dalam tahapan ini adalah seorang anak akan belajar melalui kekuatan otonomi yang mereka miliki, walaupun mereka masih bergantung kepada orang tuanya.
Pada tahap ini, seorang anak akan mulai melihat bahwa dirinya adalah orang yang memiliki kekuatan dan ingin melatih kekuatan tersebut. Tahapan ini akan menjadi kunci apakah masyarakat luas dan orang tuanya dapat mengizinkannya untuk dapat mengekspresikan kemampuan yang ia miliki
Ketika seorang anak merasa frustasi karena dibatasi oleh orang tuanya dalam melatih otonomi diri yang mereka miliki, maka anak akan tumbuh dengan perasaan bimbang dan malu kepada orang lain (Ratnawulan, 2018).
Hal tersebut berarti peranan figur lekat juga sangat penting dalam perkembangan moral anak pada tahapan ini, walaupun anak sudah menyadari dan mulai belajar atas otonomi diri yang mereka miliki, anak masih membutuhkan peranan orang yang dekat dengan mereka untuk membentuk kepribadian dan sikap prososial mereka.
Bagaimana cara seorang anak menyelesaikan masalah akan ditentukan pada tahapan ini, apakah nantinya mereka akan menyelesaikan suatu konflik dengan permusuhan atau dengan cara berdamai.
Usia 3-6 Tahun (Initiative vs Guilt)
Tahapan ini merupakan tahapan dimana seorang anak mulai belajar dalam melakukan perencanaan dan melaksanakan tindakan mereka. Kepercayaan diri anak akan ditentukan perkembangannya pada tahapan ini. Keterampilan ego yang didapatkan pada tahapan ini adalah tujuan seorang anak dalam hidupnya. (Jahja, 2011 ; Crain, 2007 ; Byod, 2006).
Pada tahapan ini anak sudah mulai memasuki bangu sekolah dan akan berhadapan dengan pengaruh-pengaruh sosial yang lainnya. Anak akan berusaha melakukan sesuatu agar mendapatkan kepuasan berupa suatu penghargaan dan pujian (Ratnawulan, 2018).
Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan keinginan mereka dalam mengambil sebuah inisiatif dalam berbagai aktivitas. Inisiatif yang berupa fantasi juga berkembang dan dimanifestasikan dalam keinginannya untuk mencintai orangtua dengan jenis kelamin yang berlawanan serta anak akan merasa dan menganggap bahwa orang tua yang berjenis kelamin sama dengannya sebagai saingan (Ratnawulan, 2018).
Peranan orang yang dekat dengan anak-terutama orang tua, sangat penting dalam perkembangannya. Perlakuan orang tua dalam bereaksi pada insiatif dan fantasi anak akan sangat menentukan perkembangan anak dalam tahapan ini, terutama bagi kepribadian dan moralitas anak.
Orang tua yang selalu memberikan hukuman dan mendiamkan tingkah laku anak akan membuat anak mengembangkan serta mempertahankan kesalahan yang mereka lakukan yang berpengaruh pada semua aktifitas diri mereka. Orang tua yang dapat mengasihi dan memahami anak akan membuat anak tumbuh menjadi orang yang realistis.
Hal ini berarti figur lekat, terutama orang tua sangat memegang peranan yang penting bagi modal seorang anak untuk mempersiapkan dirinya dalam perkembangan mereka dimasa yang akan datang. Tahapan ini akan menentukan apakah seorang anak akan menjadi orang yang bertanggung jawab dan memiliki moral (Ratnawulan, 2018).
Usia 6-12 Tahun (Industry vs Inferiority)
Tahapan ini merupakan tahapan dimana seorang anak mendapatkan kepuasan dan kesenangan ketika menyelesaikan suatu tugas, khususnya tugas akademik. Pekerjaan yang sukses dalam tahap ini akan membuat anak mampu menyelesaikan permasalahan dan bangga atas prestasi yang ia peroleh. Keterampilan ego yang timbul pada tahapan ini adalah kemampuan berkompetisi (Jahja, 2011 ; Crain, 2007; Byod, 2006).
Pada tahap ini, umumnya seorang anak telah memasuki bangku sekolah dan dihadapkan pada pengaruh-pengaruh sosial lainnya yang dapat membentuk kepribadian dan moral anak, baik di rumah ataupun di sekolah. Anak akan belajar mengenai ketekunan dan kerajinan pada tahapan ini dan akan mendapatkan kepuasan ketika menghasilkan suatu keberhasilan dalam mengerjakan suatu pekerjaan (Ratnawulan, 2018).
Pada tahap ini anak akan bermain dengan segala aturan-aturan yang mengarahkannya pada pertumbuhan dan penampilan yang umum ditunjukkan dalam bentuk-bentuk membuat suatu benda tertentu. Anak laki-laki akan cenderung membuat model pesawat udara, sedangkan anak perempuan akan cenderung memasak dan menjahit.
Perkembangan anak pada tahapan ini akan ditentukan oleh sikap dan perilaku orang tua dan gurunya. Anak yang dicaci maki dan ditolak akan cenderung tumbuh menjadi anak dengan perasaan rendah diri, sedangkan anak yang mendapatkan penguatan positif akan menjadi anak yang berkompeten dan mampu bekerja keras (Ratnawulan, 2018).
Perkembangan anak pada tahapan ini tidak hanya ditentukan oleh peranan figur yang mereka anggap dekat, namun juga sangat dipengaruhi oleh orang-orang yang ada di lingkungan sosial mereka, khususnya lingkungan sekolah.
Namun, peranan figur lekat juga penting dalam membentuk kepribadian dan moralitas anak dalam tahap ini, kemampuan anak dalam menghadapi permasalahan sosialnya sangat bergantung kepada reaksi orang tua dan gurunya kepadanya. Anak yang kurang mendapatkan penguatan positif akan tumbuh menjadi anak yang cuek dan kurang peka terhadap permasalahan sosial yang muncul.
Usia 12-18 Tahun (Identity vs Role confusion)
Tahapan ini merupakan tahapan dimana seorang remaja mencari identitas diri mereka secara seksual, umur dan kegiatan. Tahap ini adalah tahap standarisasi diri seorang remaja (Jahja, 2011 ; Crain, 2007 ; Byod, 2006).
Tahapan ini harus dilalui oleh seorang remaja dan diharapkan dapat menanggulangi krisis identitas ego dasar mereka. Identitas ego merupakan citra diri yang dibentuk pada masa remaja dengan menyatukan ide-ide tentang siapa dirinya dan ia ingin menjadi apa. Krisis identitas merupakan suatu keadaan dimana seseorang memperlihatkan sebuah kegagalan ketika meraih ego dalam masa remaja mereka.
Remaja cenderung sulit menerima identitas diri mereka, sebagaimana mereka harus membedakan peran dan ideologi yang menentukan kelayakan mereka. Masa remaja adalah masa senjang antara masa anak-anak dan masa dewasa. Pada masa ini diperlukan penundaan psikologis untuk melakukan suatu peran (Ratnawulan, 2018).
Tahapan ini sangat menentukan perkembangan moral remaja untuk masa yang akan datang. Seorang anak yang berhasil menghadapi krisis pada tahapan ini dengan baik, maka akan muncul sikap percaya diri dan sikap prososial. Remaja yang gagal dalam menghadapi krisis pada tahapan ini akan cenderung tumbuh menjadi orang yang tidak mengetahui siapa, apa dan dimana mereka sebenarnya.
Mereka akan cenderung menghindarkan diri dari kehidupan normal seperti bekerja, menikah, dan kehidupan akademik. Mereka akan memperlihatkan identitas negatif dalam dirinya seperti menjadi orang yang nakal, minum minuman keras dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang (Ratnawulan, 2018).
Peranan orang yang dekat dengan remaja juga penting dalam tahap ini. Namun, figur lekat tidak sepenuhnya memegang peranan dalam segala tindakan remaja. Pada tahapan ini, remaja akan cenderung lebih dipengaruhi oleh lingkungan sosial mereka, terutama pada kelompok atau teman sebaya mereka. Akan tetapi, figur lekat terutama orang tua tetap menjadi sumber utama bagi perlindungan mereka (Jahja, 2011 ; Crain, 2007 ; Byod, 2006).
Usia 18-35 Tahun (Intimacy vs Isolation)
Tahap ini merupakan tahapan yang lebih lama dari tahapan-tahapan sebelumnya (Ratnawulan, 2018). Pada tahap ini individu dewasa awal akan mulai belajar bagaimana cara untuk berinteraksi kepada orang lain secara lebih mendalam. (Jahja, 2011 ; Crain, 2007 ; Byod, 2006).
Pada tahapan ini individu akan mengusahakan beberapa bentuk kerja yang productid serta akan mulai membentuk pertemanan yang akrab dalam berhubungan dengan orang lain dan menutup persahabatan. Pada tahapan ini individu akan mulai mampu menciptakan sebuah komitmen dan mampu melepaskan identitas diri mereka tanpa rasa takut.
Pertemanan yang akrab akan membuat seseorang menjadi melebur dan menyatukan identitas diri mereka (Ratnawulan, 2018).
Peranan figur lekat dalam membentuk moralitas seseorang sudah tidak memegang pengaruh penting dalam tahapan ini. Figur lekat, terutama orang tua hanya dapat membantu menentukan dan membantu untuk menyeleksi teman akrab pada usia awal.
Orang yang tidak bisa menentukan teman akrabnya pada usia awal akan merasa terasingkan dan akan cenderung menghindari kontak sosial dengan orang lain, dan akan menjadi orang yang agresif dan memiliki sikap prososial yang rendah (Ratnawulan, 2018). Orang yang mampu menghadapi krisis sosialnya pada tahapan ini akan menjadi orang yang penuh kasih sayang dan rasa cinta (Jahja, 2011; Crain, 2007 ; Byod, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Affrida, E. N. 2018. Gambaran Perilaku Attachment antara Ibu dengan Peran Ganda dan Anak Usia Prasekolah Ditinjau dari Aspek Perkembangan Emosi Sosial. Learning Community: Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 2(2) : 43-47.
Ananda, R. 2017. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Implementasi Nilai-nilai Moral dan Agama pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1) : 19–31.
Andharini, D., & Kustanti, E. R. 2020. Hubungan Antara Kelekatan Aman Orangtua-Anak dengan Perilaku Prososial pada Siswa SMP Negeri 27 Semarang. Jurnal Empati, 9(1) : 72-79
Baron, R.A., & Byrne, D. 2005. Psikologi sosial. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.
Fatmawati, N., & Supriyanto, D. 2018. Pengaruh Metode Bercerita (Tentang Kisah – Kisah Nabi dan Rosul) Terhadap Perkembangan Nilai Agama dan Moral Anak Usia 4-5 Th di 13 RA. Perwanida Raci Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan Tahun Ajaran 2017-2018. Prosiding : The Annual International Conference on Islamic Education, 3(2) : 332– 337.
Fitri, M. 2020. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral Pada Anak Usia Dini. Al-Athfaal: Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1) : 1-15.
Gunarsa. S.D. 2012. Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta : Libri.
Khaironi, M. 2018. Perkembangan anak usia dini. Jurnal Golden Age, 2(1) : 01-12.
Nauli, V. A., Karnadi, K., & Meilani, S. M. 2019. Peran Ibu Pedagang Pasar 24 Jam Terhadap Perkembangan Moral Anak (Penelitian Studi Kasus di Kota Bekasi). Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1) : 241.
Ratnawulan. T. 2018. Perkembangan dan Tahapan Penting dalam Perkembangan.
Inclusive : Journal of Special Education, 4(1)
Santrock. J.W. 2002. Life Span Developmnent. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Sudirjo, E., & Alif, M. N. 2018. Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik: Konsep Perkembangan dan Pertumbuhan Fisik dan Gerak Manusia. Sumedang : UPI Sumedang Press.
Oleh: Rahmat Noferdy
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.
Editor. Tim Redaksi
Sy. Apero Fublic
Via
Artikel

Post a Comment