2/22/2022

Kisah Asal Usul Simpai

APERO FUBLIC.- Di suatu masa di Pedatuan Bukit Pendape hiduplah sepasang suami istri yang jahat, bernama Sambunu dan istrinya Rampa. Mereka memiliki lima anak laki-laki dan satu anak perempuan. Demi harta mereka relah menjadi penghianat pedatuannya sendiri. Sehingga membuat bencana di Pedatuan dan bagi keduanya.

Ada segerombolan perampok asing yang memasuki tanah Sumatera melalui Sungai Musi. Lalu menguasai puluhan talang-talang penduduk. Semua kaum laki-laki dipaksa menjadi pasukannya. Sedangkan kaum wanita di perbudak untuk kepentingan mereka. Pemimpin perampok bernama Duruka. Dia ingin membangun Pedatuan sendiri. Dia mengangkat dua orang kepercayaannya Kamita dan Kamito menjadi hulubalang. Dia pun menggelari dirinya, Depati Puyang Duruka.

“Bagaimana caranya kita menaklukkan Pedatuan Bukit Pendape, Kamita.” Tanya Tanya Puyang Duruka.

“Kalau diamati, pedatuan itu kuat. Rakyatnya bersatu dan pandai ilmu kuntau. Kita harus memakai siasat, dan mencari orang yang mau diperalat.” Kata Kamita. Dia makan ayam bakar dengan sangat rakus. Setelah itu, Duruka memerintahkan Kamito untuk mengintai dan memata-matai pedatuan dengan menyamar menjadi pedagang.

*****

Sebuah perahu kajang penuh dagangan merapat ditepian pedatuan. Tiga pekerja dan seorang saudagar. Tampak ramah sekali, mereka mempersilahkan dua pasukan pedatuan mengecek dagangan mereka. Seorang bendahara pedatuan menetapkan pajak untuk barang mereka. Setelah membayar pedagang itu bebas berjualan di seluruh Pedatuan. Menyewa sebuah kamar di pasar, sehingga mereka mudah berdagang setiap hari.

“Berapa kain songket ini.” Tanya seorang ibu-ibu yang ditemani suaminya untuk berbelanja.

“Mura sekali, Uwa.” Kata pedagang itu. “Saya akan memberikan cuma-cuma kalau kita mau saling membantu.

“Apa yang dapat kami bantu.” Ujar suami si wanita itu.

“Menjadi teman kami, seandainya kalian bersedia. Kami akan memberikan dagangan kami dan satu keranjang keping emas.” Kata pedagang itu. Kemudian dia memberikan puluhan kain songket secara cuma-cuma sebagai tanda serius. Sepasang suami istri itu bukan main senangnya. Setelah itu, bertambah sering mereka berkunjung ke tokoh saudagar asing itu. Karena sudah berteman mereka menjadi akrab dan diundanglah sepasang suami istri itu ke pedatuan perampok pimpinan Duruka.

*****

“Kalau kalian mau bekerja untukku, kalian akan Aku berikan satu keranjang emas. Kemudian akan Aku angkat menjadi Depati di pedatuan kalian nantinya.” Kata Perampok Duruka.

“Benarkah apa yang Puyang katakan.” Kata Sambunu. Mata istri Sambunu bersinar mendengar akan mendapat emas satu keranjang dan suaminya bisa menjadi Depati. Alangkah kayanya mereka nanti.

“Benar, Aku berjanji.” Kata Duruka. Sambunu bertanya apa yang harus dia perbuat. Duruka meminta dia membawa masuk pasukannya dengan diam-diam. Baik menyamar sebagai pedagang atau pekerja, atau pura-pura menjadi budak Sambunu. Rencananya, Sambunu diminta mengadakan pesta jamuan untuk warga Pendape. Undang untuk Depati, hulubalang, panglima dan datu-datu talang. Lalu makanan di racun agar mereka dapat dengan mudah mengalahkannya. Sambunu dan istrinya setuju, karena akan mendapat satu keranjang emas dan akan menjadi Depati.

Sebagai hadia pertama, ambillah satu keranjang perak, satu ikat kain songket dan satu ikat baju tenun.” Kata Kamita. Pulanglah Sambunu dan istrinya dengan penuh kegembiraan. Perahu mereka banyak memuat hadiah dan tiga orang pekerja. Mereka seakan menjadi saudagar kaya raya sekarang.

“Apa tidak rugi kita memberikan banyak harta pada orang bodoh itu.” Tanya Makito pada Duruka.

“Nanti kita rampas kembali apa yang kita berikan. Bahkan kita rampas apa yang dia miliki.” Kata Duruka sambil tetawa senang. Dia yakin akan dapat menaklukkan Pedatuan Bukit Pendape.

*****

Sambunu mengadakan pesta jamuan makan besar. Dia memotong lima kerbau, lima sapi, ratusan ayam. Kemudian mengundang Depati, Panglima Pedatuan, Jurai Tue, Hulubalang dan prajuritnya. Para Datu dan pasukannya dari talang-talang. Sebagaimana direncanakan kalau makanan sudah diracuni.

Hulubalang Ujum, dia bertugas mengamankan pedatuan dengan misi-misi rahasia. Dia merasa ada hal aneh. Mengamati banyaknya pelayan tidak dikenal. Adanya saudagar-saudagar baru di pedatuan. Hulubalang melaporkan pada Depati, tapi dia tidak menanggapi dengan serius. Hanya meminta berjaga-jaga saja. Hulubalang menyamar menjadi pengemis bersama beberapa anak buahnya. Sedangkan yang lain bersiap siaga di sekitar itu.

“Ini saudagar terkaya di muaro, Depati. Semua ini pedagang dan pelayan-pelayannya.” Kata Sambunu memperkenalkan pada Depati pada saudagar-saudagar.

“Selamat datang di Pendape, saya harap puyang-puyang senang berdagang di sini.” Kata Depati. Panglima, Jurai Tue, Para Datu yang lain juga menyambut dengan rama.

“Mari-mari, kita makan-makan Depati hari ini. Datu-datu semua, mari makan, jangan sungkan.” Kata Sambunu mempersilahkan tamu-tamu. Semua makan dengan lahap.

“Ahhhh. Uggghhhh.” Teriakan di mana-mana setelah mereka hampir selesai makan. Hanya Sambunu dan kelompok saudagar baru itu yang terus makan. Mereka hanya tersenyum puas dan terus makan. Tahulah kalau makanan telah diracuni. Depati ingat apa yang dikatakan Hulubalang Ujum.

“Ha. Ha. Ha. Ha. Depati, Aku akan menjadi penguasa baru di pedatuan ini.” Kata lelaki yang mengaku saudagar itu. Sambunu berdiri senang tapi dia terkejut saat Duruka berkata kalau dia yang akan berkuasa. Bukankah dia berjanji kalau dirinya yang akan menjadi depati baru.

“Kurang ajar kau Sambunu, ternyata kau penghianat buruk lagi keji.” Ujar Panglima Pedatuan, dia menusuk kerongkongannya dan muntah sehingga semua makanan keluar. Tapi dia langsung ditendang beberapa anak buah Duruka, hingga jatuh pingsan.

Duruka mencabut pedangnya dan ingin menyerang Depati. Sedangkan Makita dan Makito beserta pasukannya yang pura-pura menjadi pelayan mulai akan menyerang para datu dan pasukannya. Mereka tidak berdaya, dengan kondisi teracuni. Beberapa mencoba berdiri dan mencabut pibang. Tapi jatuh kembali dan memegangi dada mereka.

“Brakkkk.” Muncul dari dalam plavon rumah, puluhan prajurit Hulubalang Ujum.

“Heeaaa. Wusss. Wuusss.” Pedang Duruka beradu dengan pibang hulubalang Ujum. Panah banyak menancap di tubuh anak buah Duruka. Sambunu bersembunyi dan hampir terkena serangan panah. Puluhan pasukan hulubalang masuk dan melindungi depati dan para datu. Sebagian mengangkat dan membawa pergi mereka. Puluhan pasukan tidak dapat di selamatkan. Selama melarikan para pemimpin mereka. Hulubalang Ujum dan pasukannya terus menerus di kejar dan dikejar oleh anak buah Duruka. Untung berhasil bersembunyi di hutan dan mengobati mereka semua.

“Masyarakat sudah mengungsi, anak buah Duruka menjarah pedatuan dan membakar rumah-rumah. Mereka juga berlaku bejat pada wanita yang tertangkap.” Lapor seorang prajurit pada Depati dan Hulubalang. Semua bersedih dan marah sekali, terutama pada Sambunu dan istrinya.

“Penghianat itu, akan menerima hukuman berat.” Kata Depati.

*****

Duruka begitu gembira dia berhasil menduduki pedatuan. Dia sekarang menempati balai pedatuan dan membangun benteng. Hulubalang Ujum berhasil mengumpulkan pasukan pedatuan dan berkumpul di tempat rahasia. Depati mulai sembuh dan bersiap memimpin penyerangan. Sementara itu, Sambunu dan istrinya begitu kecewa karena dia hanya diperalat. Tidak ada yang akan mereka dapatkan. Bahkan pemberian Duruka dirampas kembali. Bukan hanya itu saja, harta mereka dan rumahnya diambil oleh Duruka juga.

“Kita harus lari, sebelum mereka membunuh kita.” Kata Sambunu pada istri dan anak-anaknya. Karena Duruka khawatir mereka akan membuka rahasia mereka. Penghianat tidak dapat dipercaya, pedatuannya sendiri dihianati apa lagi musuh. Kata Duruka. Tanpa sengaja Sambunu mendengar kata-kata itu. Mengetahui itu, larilah dia ke hutan bersama anak istrinya.

*****

Pelarian Sambunu dan istrinya berakhir saat dia tertangkap oleh pasukan pedatuan yang berjaga dan patroli. Dia kemudian dihadapkan ke Depati.

“Apa yang membuatmu menjadi penghianat, Sambunu. Harta atau kedudukan yang kau inginkan. Kau tahu tidak akan ada orang yang percaya pada penghianat. Kebanyakan penghianat setelah diperalat, akan dibunuh. Sekarang pedatuan kacau, talang-talang dibakar. Wanita banyak diperkosa dan orang tidak bersalah terbunuh. Semua itu, adalah karena perbuatanmu. Berapa banyak hartamu, tapi sekarang habis dirampas perampok itu lagi. Itulah, hasil perbuatan penghianat sepertimu. Menjadi penghianat berarti; membunuh dirimu dan membunuh negerimu. Sebab pemerintahan itu adalah rumah besar setiap orang. Kalau dia merusaknya, maka dia juga akan rusak rumahnya.” Ujar Depati.

“Ampun depati, Aku menyesal sekali. Aku siap menerima hukuman. Asal anak-anakku dilindungi.” Kata Sambunu dan istrinya. Sementara anak-anaknya dipisahkan dari mereka.

“Kau akan dihukum dengan berat Sambunuh. Supaya menjadi pelajaran untuk anak cucu kita.” Kemudian Depati mencabut pibang saktinya. Lalu membaca matera perubah rupa dan kutuk diri.

Setelah merontah-ronta dan mengeluarkan asap aneh. Tubuh Sambunu dan Rampa istrinya merasa panas dan gatal-gatal. Lama kelamaan tubuh membengkak dan keluar air. Berlarianlah Sambunu dan istrinya tidak tentu arah. Entah apa yang terjadi, tubuhnya mulai tumbuh buluh-buluh kuning. Semakin lama semakin lebat dan lebat. Rupa juga berubah menjadi seperti kera. Tapi berbulu warna kuning dan badannya lebih beasar dari kera, sedangkan suara aneh.

“Ceyyyyyy-ceyyyy.” Suara berulang-ulang. Kadang juga. “Cayyyyyyy-caayyyyy.” Juga berulang-ulang. Penduduk Pedatuan Bukit Pendape menamakan hewan itu dengan, simpai.

Namun mereka punya anak yang menurunkan sifat mereka. Sehingga setiap penghianat dikemudian hari adalah keturunan dari Sambunu dan Rampa istrinya. Sebagaimana kita ketahui, semasa penjajahan Belanda banyak sekali penghianat hanya ingin mendapatkan sedikit imbalan seperti Sambunu dan istrinya, tapi menghancurkan negerinya. Bahkan sampai sekarang dimana banyak penghianat negara, mereka tentulah keturunan Simpai.

*****

Depati mengatur setrategi, dengan cara mengepung Balai Pedatuan. Mereka tidak menyerang langsung. Pasukan tombak dan panah di siapkan, berjaga siang dan malam. Sehari, sebulan dan sampai tiga bulan akhirnya Duruka bersama anak buahnya menyerang keluar. Mereka tidak punya pilihan lain selain menyerang keluar. Kalau tidak mereka akan mati kelaparan, sebab padi di dalam bilik pedatuan habis.

“Heaaaa. Heeaaa.” Terdengar teriakan putus asah anak buah Duruka. Mereka menggunakan tameng untuk melindungi diri. Tapi pasukan pemanah mengurung dan terus menerus memanah. Satu demi satu anak buah Duruka tewas tertembus panah atau tertembus mata tombak. Di setiap sudut hutan telah dijaga ketat, membuat langkah mereka tidak dapat melarikan diri. Perahu dan rakit telah dihancurkan, penjaganya diserang.

“Sekarang Kau mau lari kemana, perampok busuk.” Kata Datu Pedatuan Pendape. Tinggal tersisa Duruka, Makita dan Makito. Datu maju menghadapi Duruka, dan Hulubalang Ujum menghadapi Makita, sedangkan Makito berhadapan dengan Datu Kemenangan dari Talang Rengas.

“Ha. Ha. Ha. Ha.” Tawa Duruka membahana, dia meludah dan sesumbar kalau dia akan mengalahkan datu. “Bertarung satu lawan satu, Aku akan mengalahkan kalian semua. Kalau kalian laki-laki jangan main keroyok.” Kata Duruka sombong. Dia berkata kalau dia sudah sangat banyak berperang dan selalu menang. Datu diam saja, dia berkata agar Duruka segerah menyerangnya dan jangan hanya bicara saja.

“Heeeaaaa.” Trangg. Traang. Trang.” Tiga senjata beradu, dengan terikan membahana. Semua pasukan memperhatikan saja tidak ikut membantu. Karena itu pertarungan satu lawan satu. Pada awalnya Duruka mampu membuat Depati kewalahan dengan serangan membabi buta Duruka. Tapi berikutnya Duruka mulai habis tenaganya.

“Craasss.” Depati menyabet betis dan bahu Duruka. Tidak lama kemudian Hulubalang Ujum menusukkan pibang kidau di dada Makita. Makita roboh dan tewas seketika. Disusul dengan Datu Kemenangan dapat mengalahkan Makito. Tampak pibang kanan Datu Kemenangan menekan leher Makito dan Makito tidak dapat bergerak.

“Hari ini dalah hari terakhir kalian berbuat jahat di bumi ini. Kalian menumpahkan dara orang-orang, memperkosah wanita baik-baik, dan merampok di sana sini. Maka atas nama kebaikan dan penegakan hukum di Pedatuan Bukit Pendape, kalian dihukum mati. Depati Pedatuan kemudian memberi isyarat Datu Kemenangan untuk menghukum mati Duruka dan Makito. Pedatuan Bukit Pendape kembali aman dan tentram sepeti semula.


Oleh. Joni Apero.
Editor. Deni Sutra.
Palembang, 22 Februari 2022.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment