10/14/2020

KEBUDAYAAN: Pengertian Istilah Klasik dari Sumatera Selatan

Apero Fublic.- Berikut ini Apero Fublic akan memberikan sedikit cuplikan tentang pengertian istilah-istilah lama pada masyarakat Melayu Sumatera Selatan. Istilah ini menyangkut bahasa lama semasa Kedatuan atau Kerajaan Sriwijaya, atau semasa Kesultanan Palembang Darussalam. Istilah ini sangat kental dengan Bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu. Juga erat dengan bahasa lain di Nusantara.

1.Milir Seba
Milir artinya menghilir (menuju hilir) atau kehilir. Seba artinya menghadap raja atau datang menghadap pada seorang raja. Raja dalam pengertian ini adalah Sultan/Raja yang berada di Palembang. Posisi Palembang memang di hilir dalam jalur transportasi masa lalu.

Milir seba bermakna menuju ke hilir menghadap raja atau sultan di Palembang. Selain itu, kata ilir juga sama dengan ilo. Lawan kata ilir (ilo) adalah ulu. Ulu juga sering disebut uluan atau daerah ulu.

2.Paseban
Paseban dahulu balai atau tempat menghadap raja atau sultan. Sekarang kata paseban sudah berganti makna. Paseban dalam artian sekarang adalah tempat duduk lebar yang biasanya terletak di serambi atau di pojok rumah.

3.Simbur Cahaya
Simbur bermakna menyiramkan air pada sesuatu dimana air memancar dengan cepat dan membasahi. Simbur Cahaya adalah nama Undang-Undang adat semasa Kesultanan Palembang. Dari UU tersebut memberikan cahaya kehidupan sehingga masyarakat menjadi damai dan tentram.

Untuk tradisi Mandi Simburan adalah adat-istiadat Palembang dalam proses pernikahan. Dimana pengantin laki-laki dan pengantin perempuan disiram dengan air atau mereka menyiramkan air pada keduanya secara bergantian.

4.Pencalang Lima
Pencalang atau pancalang berarti perahu kecil yang terbuat dari kayu atau papan. Pancalang Lima adalah suatu lembaga pemerintahan di Palembang semasa kesultanan yang terdiri dari lima pembesar tinggi kerajaan atau kesultanan. Kelima pembesar tersebut, yaitu Susuhunan atau Sultan, adipati, patih, penghulu dan jaksa. Kelima dari pososi tersebut dinamakan Pancalang Lima.

5. Depati
Depati pada masa dahulu, semasa Kedatuan atau Kerajaan Sriwijaya atau sebelum adanya Kerajaan Sriwijaya adalah gelar pemimpin masyarakat atau raja kecil yang merdeka di Pedalaman pulau Sumatera meliputi; Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung dan Bangka Belitung. Depati semasa Kesultanan menyatukan wilayah dengan Kesultanan Palembang. Depati tidak diwajibkan membayar pajak atau upeti.
 
6.Datu
Pemimpin sekelompok masyarakat pada pemukiman kecil, seperti Talang, Dusun, Rompok. Posisi datu dibawah Depati. Datu dizaman sekarang sama seperti Kepala Desa atau Lurah.

Datu dibeberapa tempat di Nusantara beragam arti. Di daerah masyarakat Batak Datu adalah gelar seorang dukun. Kata datu juga berkembang menjadi kata Datuk.

 
7. Puyang
Gelar kehormatan untuk seseorang yang dihormati atau dituakan. Puyang kadang diberikan pada orang yang dianggap memiliki kekuatan supranatural (dukun). Gelar Puyang dapat diberikan pada seorang laki-laki atau seorang perempuan. Puyang dapat diberikan pada semua orang asal memenuhi syarat.

Gelar puyang diberikan pada semua tingkatan sosial, bangsawan atau rakyat biasa. Puyang sama halnya dengan gelar Datuk, Daeng, Teuku, Susuhunan dan lainnya.

 
8.Pedatuan
Pedatuan adalah nama suatu kawasan yang cukup luas. Kemudian dihuni oleh orang yang masih satu kepuyangan atau memiliki hubungan geneologis. Pedatuan dipimpin oleh Depati yang kadang bergelar puyang. Pedatuan terdiri dari kesatuan puluhan talang atau dusun. Pada masa kesultanan, Pedatuan berkembang menjadi Marga.
 
9.Marga.
Kata marga berasal kosa kata dalam Bahasa Sanskerta. Menurut G.A. Wilken kata marga diambil dari kata varga. Varga bermakna melahirkan atau memunculkan. Marga adalah wilayah dari suatu kelompok masyarakat yang merasa satu keturunan atau dengan istilah satu kepuyangan.
 
10. Kedatuan
Kedatuan berarti kesatuan dari pedatuan dan datu-datu. Kedatuan sama halnya dengan suatu kawasan luas kemudian bersatu menjadi sebuah pemerintahan. Kedatuan sama saja dengan Kerajaan, Kesultanan, dan Kekaisaran.
 
11. Antar Julat
Antar julat adalah sistem antar sesuatu dengan cara berkesinambungan. Dimana saat mengantar pada ukuran jarak tertentu sudah ada orang yang akan mengantar atau meneruskan mengantar hal tersebut.
 
12. Kriya atau Kriyo
Kria atau kriyo sama dengan Kepala Desa atau Lurah dizaman sekarang.
 
13. Miji
Miji adalah seorang laki-laki yang wajib kerja dan melayani Sultan atau bangsawan.
 
14. Priyai
Priyai adalah orang-orang yang dianggap masih memiliki pertalian darah atau tersambung kekeluargaan dengan Sultan. (pengertian Palembang).
 
15. Ratib
Ratib adalah semacam zikir yang secara berulang-ulang mengucapkan; La ilaa ha ilallah (Tiada tuahn selain Allah).
 
16. Penggawa
Penggawa adalah pembantu Kriya atau Pesirah.
 
17. Susuhunan
Susuhunan adalah gelar kebangsawanan atau raja yang berkuasa dibidang pemerintahan dan keagamaan. Raja atau Sultan yang pertama memakai gelar susuhunan adalah Pangeran Senapati pendiri Kesultanan Mataram.
 
18. Pesirah
Pesirah adalah gelar pemimpin Marga. Pesirah mengganti posisi Depati. Tapi kadang depati menjadi gelar seorang Pesirah. Pada masa Kesultanan Palembang kepemimpinan pesirah bersifat monarki atau turun temurun.

Pesirah adalah raja kecil sama halnya seperti depati pada masa sebelum kesultanan Palembang Darussalam menyebarkan pengaruhnya di pedalaman.
 
19. Pibang
Pibang adalah nama senjata tradisional masyarakat Marga Sungai Keruh. Pibang terdiri satu pasang, yaitu pibang kanan dan pibang kidau. Pibang kanan berupa pedang pendek dan pibang kidau berbentuk sebuah pisau.

Dalam pertempuran senjata pibang digunakan bersamaan. Pibang Kidau dipegang tangan kiri (kidau), pibang kanan dipegang tangan kanan. Ada juga yang menamakannya dengan Pibang Lanang (pibang lanang) dan Pibang Batine (pibang kidau).
 
20. Rumah Basepat
Rumah Basepat adalah istilah penyebutan untuk rumah tradisional yang lantainya naik turun. Rumah tradisonal ini tersebar di Sumatera Selatan terutama di Musi Banyuasin.
 
21. Rumah Malamban
Rumah Malamban nama rumah generasi kedua setelah rumah basepat. Rumah ini lantainya tidak berbentuk naik turun. Tapi berbentuk mendatar sehingga seperti bentuk jembatan (lamban).
 
Oleh. Muhammad Hasyim bin Mahmud
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra
Palembang, 14 Oktober 2020.
 
Sy. Apero Fublic.

0 komentar:

Post a Comment