1/12/2020

Jenis-Jenis Sastra Lisan Daerah Kepulauan Sangihe Talaud

Apero Fublic.- Setiap tempat dan wilayah di Indonesia memiliki jenis-jenis sastra lisan. Sebagai bentuk perkembangan kebudayaan dan kebiasaan setempat. Secara umum sastra klasik tersebut sama dengan sastra-sastra lisan di daerah lain.

Di Sangir Talaud misalnya sastra bawowo sama dengan sastra lisan masyarakat Kecamatan Sungai Keruh di Sumatera Selatan, badundai. Yaitu sastra lisan yang digunakan untuk menidurkan bayi. Sangir Talaud adalah istilah untuk penyebutan kepulauan tersebut secara umum sebelum banyak pemekaran-pemekaran nama daerah seperti sekarang (2020).

Sangir Talaud adalah terletak di Timur Indonesia. Sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. Pulau Sangir Talaud dikelilingi laut, yaitu laut Mindanau di sebelah utara. Selat Taliso di sebelah selatan. Laut Sulawesi di sebelah barat, dan laut Pasifik di sebelah timur. Kata Sangir adalah pergeseran dari kata ZangerZanger dalam Bahasa Belanda berarti bernyanyi. Belanda menamakan karena penduduk di sana sangat suka bernyanyi.

Sedangkan kata Talaud berasal dari kata, tau dan rode. Tau berarti orang dan rode berarti laut. Maka kata Talaud berarti orang laut. Sehingga kalau digabungkan menjadi Sangir Talaud bermakna orang laut yang suka bernyanyi. Berikut jenis-jenis sastra lisan berbentuk puisi dari masyarakat Sangir Talaud. Sekarang daerah Sangir Talaud telah berkembang menjadi Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Sangihe .

1. Sasalamate
Sasalamate adalah bentuk puisi bebas yang diciptakan untuk mendatangkan keselamatan bagi yang mengucapkannya. Dalam penggubahan sasalamate sama seperti doa-doa mantra seperti di wilayah barat Indonesia. Dimana masyarakat Sumatera Selatan di masa lalu selalu membaca doa-doa dan memberikan persembahan (sedekah).

Seperti sasalamate untuk pernikahan, sasalamate untuk naik atau pindah rumah baru. Sasalamate untuk menerjunkan perahu atau kapal baru ke laut atau sungai. Sasalamate untuk membuat kuburan. Berikut ini, sebagai contoh sasalamate yang diucapkan pada waktu naik rumah baru.

Bale ini bale ini
Banala ini banala
Bale koa i masingka
Langingi taha sipirang
Bale niko su ena
Nipatehang su endumang
Bale rerendunge wera
Sasaripine bisara
Atue kaliomaneng
Bawungane irui dasi
Menginteno kere duata
Manawuheng tahulending
Supatiku dalohone
Kalaumbure kalalaluhe

Terjemahan Bahasa Indonesia:
Ruma ini rumah ini
Istana ini istana
Rumah didirikan oleh yang tahu
Diperbuat oleh yang pandai
Rumah dibuat berdasarkan akal
Didirikan berdasarkan pikiran
Rumah dindingnya kata-kata

Istana dindingnya bicara
Atapnya doa sembahyang
Bumbungnya menjulang ke atas
Memandang ke bawah seperti Allah
Sebarkan kesejahteraan
Kepada segenap isinya
Agar umur panjang selamanya.[1]

2. Sasambo
Sasambo adalah sebuah tradisi sastra lisan berupa pengucapan syair atau puisi yang dilagukan yang diiringi oleh tabuhan tegonggong (sejenis tifa besar). Sasambo memiliki tema-tema dalam syairnya. Seperti tema percintaan, kritik sosial, nasihat, sindiran dan jenaka. Ada dua jenis sasambo. Pertama, jenis sasambo yang terdiri dua larik setiap bait. Kedua, sasambo yang terdiri empat larik dalam satu bait. Berikut contoh sasambo yang terdiri dari dua larik dalam satu bait syairnya.

          Kasarang matang manukang
     Timole hesau kuhia
Kapiang bulang limangu
Nabawa bituing lawa
          Kapiang bulang simenda
          Kahumata nelimangu.

Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia:
          Salahnya burung manukang
          Mengikuti rombongan lumba-lumba (sindiran pada orang tidak jujur).
Kebaikan bulan purnama
Membawa bintang banyak. (maksud, pemerintah yang baik akan membawa berkah bagi rakyat).
          Bulan bersinar bercahaya
          Bulan sabit jadi purnama. (bermakna nasib baik).

Berikut ini contoh sasambo yang setiap baitnya terdiri dari empat larik:

Mebua bou lawesang
Mahundingang keng tulumang
Pakapia magahagho
Makatulung kai rorong
          Sasae sumonang pato
          Bulaeng kere kineke
Suwalaeng tahanusa
Sutaloarang dadoa
Dala putung su saleng
Tatialang pamunakeng
Terimakase nawuna
Salamate natarima.

Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia:
Berangkat dari air pangkalan.
Disertai oleh pengasihan
Kuatkan hati minta berkat
Sebab pemberian dari tuhan
          Disana di haluan perahu.
          Emas bergemerlapan
Di antara pulau-pulau
Di tengah-tengah tanah besar
Di sana api di pantai
Tanda-tandanya akan sampai
Terima kasih sudah sampai
Selamatlah telah tiba.[2]

3. Bawowo
Bawowo adalah bentuk sastra lisan yang dilakukan oleh orang-orang tua atau ibu-ibu. Mereka melantunkan bawowo untuk menidurkan bayi di dalam ayunan atau dipangkuan mereka. Nada suara bawowo di lirihkan dan lembut. Hanya terdengar oleh si bayi sehingga cepat tidur dengan nyenyak. Sastra lisan bawowo terdiri dari dua larik dalam satu bait syairnya.

Kere ogho i lendu, i lairong bakiang
Mogho maki talentu, iro kasiang
          Kawowo inang kawowo, ana nitendengulawo
          Suhiwang Bataha Lawo, takaendengang u apa.

Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia:
Seperti keluhnya merpati, tangisnya merpati hutan
Keluhnya memintah kasih, oh kasihan.
          Sayang si manis sayang, anak dimanja orang banyak
          Di pangkuan Bataha Lawo, tak akan mengapa.[3]

4. Kalumpang
Kalumpang adalah jenis puisi yang khusus dibawakan pada waktu mengupas kelapa (mencukur). Kegunaan syair kalumpang untuk menghilangkan rasa capek dan membakar semangat bersama rekan-rekan. Nada kalumpang diatur sesuai irama-irama agar terdengar indah. Biasanya yang mendendangkan kalumpang dua orang atau lebih. Syair kalumpang bertema pujian pada tuhan, nasihat, humor, dan sebagainya. Berikut ini contoh kalumpang.

Dorong ogoh su Ruata
Kakindoa si ghenggona
Peliheng kebi silaka
Subarang makoa guna
     Mesenggo anging pantuhu
     Nikailaseng u pulangeng
Pakaimang pakatuhu
Madiring kapeberangeng

Terjemahan kedalam Bahasa Indonesia:
Mohon kehadirat Tuhan
Meminta doa kepada Allah
Dari bahaya dihindarkan
Dalam maksud yang berfaedah
          Berlayar searah angin
Terjatuh dari tempat duduk
Harus patuh dan hormat
Agar tidak kena teguran

5. Papinintu
Papinintu adalah jenis perumpamaan yang menggunakan bahasa kias. Berikut contoh papinintu. Kalau di perhatikan papinintu sama dengan pepatah dalam bahasa Melayu. Berikut contoh papinintu.

Bulude siao lempangeng
Mebatu berang kanarang

Maning bulaeng sendepa
Tamaka sulung mesombang u hapi

Terjemahan kedalam Bahasa Indonesia:
Walaupun sembilan bukit dilewati
Demi mencari ilahi

Emas sedepa tak dipedulikan
Lebih baik bertemu kasih.

6. Papantung
Papantung adalah bentuk pantun dalam kesastraan lama Indonesia (Melayu). Menggubah papantung merupakan kebiasaan masyarakat Sangir Talaud sejak lama. Papantung digubah saat-saat riang. Misalnya saat pernikahan, saat berkumpul-kumpul orang banyak. Diwaktu-waktu senggang dan sebagainya. Papantung terdiri dari empat larik dalam satu bait. Larik pertama dan kedua berfungsi menyiapkan larik-larik berikutnya. Berikut contoh papantung.

Paniki pinela hebi
Nikakiking dendiling
Kadariring kami kebi
Sarang sunggile kimiling
      Tarai manuang patung
      Pamileko maghaghurang
       Ia madidi maghurang
     Kapuluku tanawatu.

Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia:
Kelelawar terbang bambu
Di gigit semut merah
Tidak mau kami semua
Sampai tungku pun menggeleng
          Mari memotong bambu
          Pilihlah yang telah tua
          Saya belum mau kawin
          Masa mudaku belum puas

7. Tatinggung
Tatinggung adalah jenis teka-teki. Tatinggung menjadi bentuk permainan oleh anak-anak atau orang tua. Bentuk permainan teka-teki menguji kecermatan orang-orang berpikir. Contoh tatinggung, kelepa masasandehe yang berarti “pelepah kelapa bersandar. Makna dan maksud dari teka-teki kelepa masasandehe adalah hidung manusia. Karena hidung manusia letaknya seperti menempel di wajah.

Anae dudareng
Inange tutundo
Artinya:
Anaknya berjalan
Ibunya merayap.

Makna dari teka-teki adalah perahu. Badan perahu diibaratkan ibu yang berjalan sedangkan dayung ibarat anak dari si ibu. Dayung tampak sangat cepat dan bersusa paya digerakkan oleh pendayung. Seakan-akan seperti gerak orang berlari.

8. Mesamper
Mesamper yang berarti menyanyi. Bentuk kebiasaan masyarakat Sangir yang paling disukai. Mesamper sebagai suatu kegiatan atau tradirisi sastra lisan yang dilaksanakan dengan cara balas-membalas. Dalam adegan mesamper dipimpin satu sampai tiga orang posisi berdiri. Melangkah satu persatu kehadapan hadirin. Tradisi sastra lisan mesamper juga dikenal dengan sebutan metunjuke atau melakukan pertunjukan.

Karena pembawaan yang menghibur membuat mesamper disukai seluruh lapisan masyarakat Sangir, tua, muda, bangsawan, dan laiinya. Di tengah masyarakat Sangir Talaud dikenal bermacam-macam jenis nyanyian mesamper. Seperti nyanyian percintaan, kedukaan, kebahagiaan, kerohanian, peperangan, ditinggalkan dan lainnya.

Tradisi mesamper dalam berbalas nyanyian harus sama maknanya. Misalnya nyanyian peperangan hanya boleh berbalas dengan nyanyian tema peperangan juga. Saat bernyanyi harus memiliki kesinambungan saat bernyanyi dan berbalas nyanyian, sajak, irama, tema, nada dan lainnya. Berikut ini contoh dari nyanyian mesamper.

O Mawu Ruata, teluntuko ia
Napene u rosa, rosa masaria
Tentiro ko sia, daleng mapia
Panata elangu, surararengangu

Terjemahan:
Oh Tuhan, kasihanilah daku
Penuh dengan dosa, berbagai dosa.
Tunjukilah daku, jalan kebaikan
Bimbinglah hamba-Mu, di jalan-Mu.[4]

Dari bahasa yang digunakan masyarakat Sangir Talaud banyak kosa kata yang hampir sama dengan kosa kata dalam bahasa Melayu, seperti kelepa yang berarti pelepa, metunjuke di dalam Bahasa Melayu tunjukke. Seperti kata bale yang berarti rumah.

Di Indonesia bagian barat berarti bangunan besar berbentuk rumah. Apabila ditelusuri dari bahasa menunjukkan kalau masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang satu. Dalam bahasa yang berbeda hanya kosa kata saja. Secara bentuk dan penyebutan bahasa adalah bahasa Melayu.

Oleh. Joni Apero
Editor. Desti. S. Sos.
Fotografer. Dadang Saputra.
Palembang, 13 Januari 2019.
Sumber: Paul Nebarth, dkk. Sastra Lisan Sangir Talaud. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 1985.


[1]Paul Nebarth, dkk. Sastra Lisan Sangir Talaud. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 1985, h. 17.
[2]Paul Nebarth, dkk. Sastra Lisan Sangir Talaud, h. 18-19.
[3]Paul Nebarth, dkk. Sastra Lisan Sangir Talaud, h. 19.
[4]Paul Nebarth, dkk. Sastra Lisan Sangir Talaud, h. 22.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment