PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

7/13/2019

Nur Aisyah. e-Antologi Puisi Religi

Apero Fublic.- Puisi religi adalah puisi yang bernafaskan agama. Dalam e-Antologi puisi religi termuat puisi-puisi yang menggambarkan ajaran agama. Apabila penulisnya seorang penganut agama Islam, maka puisinya akan bernafaskan ajaran Islam. e-Antologi puisi religi yang bertema Hiraku-Hijramu, memuat tentang nasihat-nasihat ahlak dan keimanan.

Mengajak istiqomah dalam beribadah dan menutup aurat. Pesan-pesan yang disampaikan akan menjadi nasihat, bentuk dakwa literasi, dan penguat bagi yang membacanya. Kenapa dikatakan penguat, sebab saat seorang membacanya dan dia tahu bahwa dia tidak sendiri dalam hijrahnya.

Kita dalam dakwa harus bersama-sama membentuk lingkungan kimaman. Bukan hanya lingkungan di alam nyata, tetapi juga lingkungan di dunia maya atau internet. Kurangnya bacaan yang baik, akan menyebabkan orang-orang mencari bacaan lainnya. Sebagaimana kita ketahui, bahwa di dunia ini lebih banyak manusia berbuat yang tidak baik.

Aku berhijrah, dan kalian berhijrah. Kalau kalian belum hijrah jangan membuli atau berusahalah untuk berhijrah. Terutama kaum muslimah, sebab kaum wanita mempunyai tanggung jawab mendidik anak supaya baik, dan bertanggung jawab dalam sosial masyarakat. Jangan bilang lelaki bajingan, kalau kita wanita sewaktu kecil tidak memberikan didikan yang baik pada anak laki-laki kita.

Sesungguhnya apabila wanita teguh, beriman, berahlak, tidak akan muncul lelaki hidung belang. Kadang wanitalah yang tidak teguh berpegang pada tali agama, Al-quran. Sehingga membuka kesempatan syaitan masuk menggoda dari semua sudut. Dari sudut hatinya, telingahnya, matanya, hingga nafsunya biologisnya. Hati wanita yang lembut dan baik itu dimanfaatkan syaitan agar dia terjerumus. Ayo hijrah saudara dan saudariku.

Kalau selama ini, wanita yang diminta hijrah. Semoga kedepannya kaum laki-laki juga mulai hijrah. Kalau kaum wanita menutup aurat maka kaum laki-laki mulai menundukkan pandnagannya. Sahabat semua, hijraku adalah hijramu. Jangan menyalakan syaitan karena menggoda, tapi sadarkah kita apakah sudah belajar tidak tergoda. Jangan salahkan godaan, tapi apakah sudah menggunakan akal, bukankah kita tahu antara yang benar dan yang salah.

Indahnya Kerudung

Tertulis jelas perintahnya untukku
Terpatri indah Rasulullah sampaikan
Tak lekang dimakan usia perintahnya bagiku
Tersalur masuk ke sanubari melekat di hatiku

Betapa indahnya kerudung diterpa angin
Sejuk dipandang menentramkan di hati
Bergetar asa mengharap, berdoa kuingin.
Tetap istiqomah mengenakannya, tulus di hati.

Kerudungku kewajiban dan kebutuhanku.
Lembut hati, juga kata, karena kerudung.
Laksana ratu tanpa mahkota, indah itu.
Itulah diriku tanpa memakaimu kerudung.

Sempurnahkan ahlak memantapkan hati.
Tersulut memancar aura tanpa diperlihat.
Cantik hati menambah pahalah, Terpatri.
Selalu terpandang harta dan juga tempat.

Oleh. Nur Aisyah.
Palembang, 4 Maret 2019.

Duhai Muslimah

Duhai salihah yang adam tunggu.
Duhai engkau bunga rona indah memikat
Jangan anggap remeh hijab dan ahlakmu
Jangan lupa kewajiban muslimahmu

Wahai engkau mutiara di laut biru
Namamu indah seindah artinya
Wahai engkau salihah rupa merak itu
Jadilah merak indah yang sulit ditangkap.

Duhai muslimah perindu jannah Allah
Libatkan Allah disetiap hijramu
Tempatkan Allah, paling atas dalam urusan cintamu.
Agar lancar tiada hambatan urusanmu.

Duhai muslimah pemilik mahkota emas
Curahkan asahmu dihadapan Allah.
Bentuk ahlakmu serupa hijabmu.
Indah, baik, terpuji dan aman dipandang.

Oleh. Nur Aisyah
Palembang, 4 Maret 2019.

Hayat Perindu

Telah lama diri ini menunggu,
Indahnya fitrah yg diberikan
Tetap saja hati ini bertaut menuju dirimu,
Ingatkan diri ini pada ya robb, pencipta qolbu
Alang alang membentang menebar warna
Nestapa merindu seluas lautan alang alang

Entahlah, tak terpungkiri,
Kerinduan ini tak tertahan, tak terjaga
Akankah dirimu yg disana,
Juga ikhlas menebar doa,
Pastikan sebut namamu disetiap doa
Untukmu wahai diri yg mengisi ruang kosong,
Tempat dan tepat penggerak qolbu
Rincikan kerinduan tak tertahan ini

Ilahi, sampaikan salam rinduku padanya,
yang selalu mengisi kerinduan belaka
Di bait-bait yang tertanam disetiap diksi,
Serupa kata kata berbentuk putus asa
Diri ini menjamah setitik cahaya,
Meneluk masuk tanpa permisi
Daari rindu mengekang rasa membentuk fatomargana

Aku khawatirkan fikirku untuk menduakan cintamu ya robbku
Ranaan melipurkan diri pada pencipta hati,
Sang maha pembolak-balik hati
Beginikah hayat para perindu?
Hayat diam tapi mendoakan
Begitu hebat menyayat setiap relung rasa,
Tapi membentangkan doa keajaiban.

Oleh. Nur Aisyah
Palembang, 30 Maret 2019.

Radang Mengangngah di Dada

Radang menganga menutup tak berubah
Berombak-ombak tawa merupa luka,
Juga tersendat bagai anak tangga
Pohon rindang tak semua menghasilkan matangnya buah
Terlihat jelas,
Tak semua baik tanpa masalah dalam rumah tangga

Terlihat tak terawat batang hidung anak bangsa
Karung rongsok dibawakan selalu terlihat,
Di setiap lampu merah dan persimpangan
Tubuh kusam, kotor, juga letih dan tak tentu arah menelangsa
Akankah rasa bersalah,
Melingkup diruang rongga disetiap simpang
Siapa? Siapa yang berperan? Siapa yang salah? antagonis?

Radang menganga tertanam pasti tumbuh,
Mencontoh antagonis.
Tak terlihat tak terjamah,
Tak tertebak di belakang muka dua
Pura-pura tolol hidupkan segala tipu sadis
Menutup mata dan juga hati,
Dalam radang yang menganga

Di radang menganga merongga luas milik kita
Batang hidung anak bangsa terpaksa melanglang buana
nelangsa tak tentu arah di desa maupun koto
Di negara tercinta ini,
Terdapat radang menganga membesar tercipta
Wahai calon generasi bangsa Indonesia,
Tutuplah radang yang menganga di dada negara ini.

Oleh. Nur Aisyah.
Editor. Selita. S.Pd.
Palembang, 31 Maret 2019.

Sumber foto. Nur Aisyah. Lokasi foto Sungai Lematang, Kota Lahat, Sumatera Selatan. #Kunjungi akun wattpad Nur Aisyah: Klik di sini.
Catatan: Yang mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama: Bagi teman-teman yang ingin mengirim atau menyumbangkan karya tulis seperti puisi, pantun, cerpen, cerita pengalaman hidup seperti cerita cinta, catatan mantera, biografi diri sendiri, resep obat tradisional, quote, artikel, kata-kata mutiara dan sebagainya.

Kirim saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama pengirim.

Sertakan nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis. Jumlah karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat email: joni_apero@yahoo.com. idline: Apero Fublic. Messenger. Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.

Sy. Apero Fublic

Bisnis Cerdas Di Era Digital

Apero Fublic.- Tumbuh dari keluarga miskin dan sederhana telah mengajarkan aku menjadi seorang pekerja keras. Walau dulu aku tenggelam dalam kebodohan dan kemalangan hidup tidak menjadikan aku pasra menerima kenyataan hidup. Tidak terbetik di hatiku untuk menyerah di kehidupan yang pahit ini.

Sedikit demi sedikit aku mulai bergeser dan melangkah. Secara perlahan aku bangkit dan bergerak. Aku masuk ke sekolah Paket B dan dilanjutkan ke Paket C. Setelah lulus aku mengikuti tes SBMPTN dan lulus.

Aku menyelesaikan kulia selama lima tahun. Sabar dan terus telaten belajar. Aku sadar banyak kekurangan di dalam diriku. Aku tidak banyak waktu untuk bersantai dan berhura-hura. Aku banyak menghabiskan waktu membaca di perpustakaan. Jujur kadang aku merasa sangat malu karena aku sudah sangat dewasa.

Namun keharusan dan kewajiaban sebagai muslim yang mementingkan ilmu membuat aku harus menahan dan menelan rasa malu mentah-mentah. Aku takut sekali saat orang bertanya tentang tahun kelahiranku.

Seharusnya aku sudah selesai S2, di umurku sekarang. Tapi aku baru masuk jenjang S1. Setelah tamat kulia aku ingin menjadi seorang penulis. Baik penulis novel atau penulis ilmiah. Kekurangan pengetahuan dalam bahasa Indonesia dan keterampilan menulis membuat aku kesulitan sekali untuk menyelesaikan satu novel saja.

Namun aku tetap berusaha dan bertekad menyelesaikannya. Sambil belajar menulis aku putuskan untuk bergabung dengan HNI-HPAI sebuah perusahaan marketing muslim yang memproduksi produk-produk halal. Sehingga sekarang aku memiliki bisnis santai tanpa perlu menghilangkan waktu aku untuk membaca buku dan menulis.


Teman-teman yang ingin menambah pendapatan harian atau bulanan mari bergabung bersama saya dalam keluarga besar HNI-HPAI. Tidak perlu khawatir sebab kita tidak berjualan seperti pedagang asongan atau seperti sales yang berkeliaran kemana-mana.

Kita fokus saja pada pasar internet. Kita bangun jaringan bersama-sama. Apabila kita bertekad dan yakin disertai doa maka insya Allah kita dapat membangun bisnis bersama-sama. Berkantor dirumah kita tanpa perlu tempat khusus.
Bisnis ini sangat menjanjikan. Penduduk negara kita yang mencapai 85% adalah muslim. Perkembangan dunia teknologi terus maju. Menyatukan seluruh pelosok negara. Penduduk juga sudah menyadari pentingnya produk halal dan alami atau herbal dalam mengatasi permasalahan kesehatan.

Apabila kita mengembangkan dari sekarang pasar dan jaringan kita lambat laun akan menjadi besar. Tanpa kita sadari dan membuat kita kehilangan waktu. Ibarat kita sekarang menanam kebun buah-buahan yang nantinya akan berbuah terus.
Saya tunggu kehadiran teman-teman bergabung pada bisnis HALAL MART. Hubungi saya pada kontak. Atau anda ingin membeli produk-produk kebutuhan keluaraga anda. Hubungi kontak. 089607544565 atau email. joni_apero@yahoo.com.

Sy. Apero Fublic.

Perjalanan di Kota Pelajar. Yogyakarta

Apero Fublic.- Langit biru dengan awan putih, bagai iringan raja raksasa. Tibalah aku dan para sahabat di sebuah Kota yang banyak sejarah, Kota Pelajar. Bel dan klason terdengar, sepasang burung terbang di udara. Dua ekor anak kucing berlari di pedestrian jalan. Dan suara ketuk gerobak yang menawarkan dagangan, memberi ilham bagi perut yang lapar.

Serombongan kami mengenakan almamater kuning datang, mengingatkan tentara Sriwijaya pada masa lalu datang ke Yogyakarta dan mendirikan candi Borobudur. Sriwijaya dari Palembang, dan kami juga dari Palembang. Maka dari itu, saya katakan seakan mengingatkan, karena kami mahasiswa Universitas Sriwijaya dari tanah Melayu, Palembang.

Pada tanggal 10 Maret 2017, kami mahasiswa Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Sriwijaya melakukan Praktek Kuliah Lapangan, di Kota Yogyakarta. Pada saat kunjungan di Kota Pelajar itu, ada tiga tempat yang kami kunjungi. Yaitu, Jalan Malioboro, Kaliurang, dan Candi Borobudur.

Namun yang paling berkesan bagi kami semua adalah kunjungan ke Puncak Pronowijoyo. Aku tidak dapat melupakan perjalanan dan kegiatan di sana. Kaliurang, begitulah di dalam benakku bertanya-tanya. Sebuah sungai, yang benar saja. Sebagai anak Sumatera sungai adalah hal biasa. Setelah melakukan perjalanan panjang, teka-teki di benakku terjawab.

Ternyata Kaliurang adalah nama sebuah tempat wisata meliputi, gunung dan pemandangannya, beserta air terjunnya. Disinilah pembelajaran kami dimulai, kami berangkat dengan bus dari jam 08.00 pagi menuju ke Kaliurang, dan tiba disana sekitaran pukul 10:00 WIB.

Setelah tiba, kami mendapat arahan apa yang harus di lakukan. Yaitu, kami harus mencari tumbuhan yang akan dibuat herbarium. Terutama tumbuhan yang tidak terdapat di pulau Sumatra. Specimen ini dijadikan herbarium dan digunakan dalam pembelajaran biologi nanti.

Banyak sekali tumbuhan yang ada di Kaliurang. Mulai dari tumbuhan menjalar, tumbuhan paku yang hidup di tempat lembab, ada tumbuhan yang mampu hidup di dekat gunung yang aktif, dan ada tumbuhan yang memiliki bagian tubuh yang besar-besar, entah apa namanya.

Salah satu tumbuhan yang kami cari ternyata juga ada di daerah ini, yaitu tumbuhan dengan anak kelas asteridae. Setelah selesai mencari tumbuhan untuk specimen, kami kemudian melakukan pendakian ke puncak.

Perjalanan dimulai, bersama teman-teman, aku berjalan menyusuri lereng gunung.Dalam pendakian suasana alam sangat mempesona mata kami. Di tengah perjalanan kami menjumpai air terjun yang menawan. Suara air terjun yang jatuh menimpa batu-batuan bagai nyanyian alam. Suara beburung juga bagai panggilan merdu untuk bermain. Maka, rasa capek terobati.

Kami pun, seperti mendapat tenaga baru dan menjadi kuat kembali. Perjalanan begitu melelahkan, karena jalan mendaki. Tentu saja membuat kaki terasa pegal dan tubuh capek sekali. Walau capek, namun observasi terus berjalan seiring kaki terus melangkah ke atas puncak gunung.

Di perjalanan kami banyak menjumpai beberapa tanaman yang memiliki bintik kuning, yang bereaksi dengan sulfur di pergunungan. Kali ini, setelah kecapean yang sangat, akhirnya berganti kebahagiaan yang luar biasa. Karena melihat keindahan alam dari puncak Pronowijoyo.

Dari menara pandang, dapat menyaksikan alam terbentang luas. Puncak Pronowijoyo terletak di ketinggian 1040 MDPL, dengan kelembapan udara 710  dengan suhu 260c, 3314 kaki. Taman Nasional Gunung Merapi. Dari menara pandang, dapat menyaksikan pucuk pepohonan yang menghijau terbentang bagai permandani.

Angin berhembus sejuk, dengan langit biru. Pepohonan menghijau membentuk tinggi rendah, mengikuti bentuk lereng yang naik turun, sehingga dedaunannya nampak bergelombang indah. Moment berfoto juga tidak boleh di tinggalkan untuk kenangan pikirku. Tidak menyesal menjadi anak biologi. Kulia biologi aja ya.!!!

Jujur ini adalah untuk pertama kalinya bagiku berjalan kaki menuju puncak gunung dengan berjalan kaki. Keadaan alam gunung yang masih alami, dan asri. Sangat melelahkan tapi saya sangat bahagia dan bangga mejadi anak biologi. Bahwa kebesaran allah SWT sungguh luar biasa dapat aku ketahui dari mempelajari alamnya.

Begiltulah sedikit kisah aku dalam mengunjungi Kaliurang. Semoga suatu saat nanti aku dapat kembali datang berkunjung. Kurang waktu rasanya berada di sana. Moment perjalanan ini, juga menjadi ikatan kenangan bersama teman-teman satu jurusan, Pendidikan Biologi, Universitas Sriwijaya.


Saat menulis ini, datang kerinduan dengan para sahabat, dan rindu waktu itu. Aku menulis bukan untuk di kenal, tetapi untuk pengobat rindu pada saat itu. Sekaligus pengobat rindu pada teman-teman semua. Setelah di tulis, sering aku membaca berulang-ulang.

Seakan saat itu berulang kembali. Hati bertanya, masih adakah kesempatan untuk mengulang masa-masa itu, sahabat. Jangan ditanya, karena air matalah yang akan menjawab. Hal yang aku ilhami di sini adalah, berbahagialah saat kalian bersama sahabat-sahabat kalian, jangan membuat mereka terluka di waktu yang sedikit itu.

Tidak seberapa kita bersama, dan perpisahanlah yang abadi. Buat kenangan terindah, dan berikan kasih dan sayang pada mereka. Bermacam-macam sifat sahabat kita, maka hadapilah dengan pengertian dan kedewasaan. Saya akhiri, wassalam.
Foto kenangan saat berkunjung ke Candi Borobudur, setelah kami pulang dari mengunjungi Puncak Pronowijoyo, di Kaliurang

Oleh. Ulandari.
Editor. Desti. S.Sos.
Yogyakarta, 10 Maret 2017.
Sumber foto. Ulandari.
Praktik Kulia Lapangan, FKIP-Biologi. Universitas Sriwijaya.


Sy. Apero Fublic

Surat Kita. Restu Yang Tak Tergapai

Apero Fublic.- Surat Kita. Angin bawalah kata hati ini pergi jauh. Jauh di upuk yang terjauh. Lalu pantulkan pada dinding karang. Agar memecah dalam pesan pada semua. Buah surat yang tak beralamat, ini.

Sering hari yang cerah kita menyambutnya dengan ungkapan semua rasa kebahagiaan. Kita menikmati pagi yang cerah, sejuk dan bersahaja. Kita persiapkan hari-hari itu dengan bermacam rencana-rencana kita. Kita buat agenda yang sesuai dengan keinginan kita. Kitapun melangkah dengan pasti tanpa merasa beban sedikitpun.

Sehingga kita lupa membawa payung, dan kita kehujanan diperjalanan. Kita pikir dapat menentukan waktu pada waktu dan jalan yang tepat, namun jalan macet, banjir, dan sebagainya telah memakan waktu kita. Kita lupa membawa air minum, sehingga kita kehausan dan terpaksa membeli dengan susa payah. Inilah, perumpamaan hidup kita yang hanya dapat berusaha dan berencana.

Maka aku tulis surat ini, bukan aku meminta simpati pada kalian yang membacanya. Surat tanpa alamat ini aku tulis sebagai ungkapan hati dan ungkapan hidup. Aku tidak meminta belas kasih pada siapapun. Dengan cara ini aku dapat menuangkan semua keluh dan kesah u, setelah sepanjang malam aku berdoa pada Allah.

Disini aku bercerita pada alam, pada dunia, pada angin, pada hati kalian semua. Sesunggunya yang paling mengerti diri kita, hanyalah Allah dan diri kita sendiri. Sedangkan semua orang hanya dapat berkata sabar, sabar, dan sabar. Tapi terimakasih juga atas sedikit kepeduliannya, walau itu tidak menenangkan jiwa.

Adilkah dunia?, mungkin dunia tidak adil?, benar!!!. Hanya Allahlah yang maha adil itu. Di dunia orang hanya dapat melihat kita dari luar, dan sesuai pemahaman mereka. Aku tidak menyalakan siapapun akan hidupku yang sederhana ini. Tetapi aku mengakui bahwa dalam hidup kita harus memiliki kedewasaan yang tinggi. Pernah hati begitu mencintai seseorang, pernah harapan begitu besar dan sangat menutup pintu imanku.

Aku lupa dengan takdir yang telah ditulis oleh Allah, dan merasa akulah yang menulis takdirku sendiri. Aku tulis dengan rencana-rencanaku, hayalan ku, imejinasi ku. Tatapi itu kandas dengan satu bait restu, yang telah ditakdirkan itu. Apakah itu, sebuah rhidoh dari orang tuanya, yang tidak aku dapatkan. Sebuah restu dari orang tuanya, untuk menjadi pendampingnya, menjadi ibu-ibu anak-anaknya.

Tetapi, aku tidak marah atau membenci sebab memang selama ini aku menulis takdir sendiri, dan melupakan takdir Allah SWT. Aku tidak kecewa, sebab aku sadar, aku akan menjalani denga ikhlas jalan takdir Allah. Mungkin aku masih terlalu kekanak-kanakan, dan belum pantas menjadi istri dan menantu.

Dalam sebuah hubungan, restu itulah yang sebenarnya, menjadi takdir kita. Sesekali aku putar kenangan petikan gitar jemarimu. Menikmati suara khas sendumu. Nada sumbang yang aku suka, lalu kau Tersenyum. Mengingat kembali tentang teduh mu. Bolah mata yang berbinar menjadi cahaya dalam malam-malamku. Kasih, kau menawan kalah itu.

Yang sekarang membuat aku terusik, ingatan ku terusik. Ada buku dairy yang selalu aku tulis, khusus tentangmu dahulu. Sekarang, aku tutup buku itu, tak ingin melanjutkan  tulisan-tulisan itu lagi. Tapi dunia harus tahu, lalu aku menulis dilembar jiwaku yang luka.  Meski gemetar, berdebar, kadang air mata yang menjadi tintanya. Aku kuatkan dan aku paksakan. Satu hal, yang menjadi inti dalam hal ini, dan menjadi nasihatku adalah, “jangan terlalu sayang lagi.”

Aku tahu, pandangan hidup mereka tentang aku, mereka menerka, mereka menduga. Lalu batinku bertanya, kenapa? Mengapa?. Berulang kali aku bertanya dan mencari jawaban, tetapi tetap tidak dapat aku jelaskan!!!.  Aku “sudah berusaha, sudah menyakinkan, tapi tidak bisa.

Sekali, duakali, atau sekali lagipun. Jawabnya tetap sama, tidak,  Aku tidak menerima, katanya. Hatiku bertanya, dapatkah penolakan sebelum dikenal, bagaimana bisa. Oke, aku bertanya juga, perempuan seperti apa yang mereka mau untukmu. Wanita macam apa yang mereka inginkan, mungkin aku dapat merubah diriku demikian.

Tetapi itu tidak dapat menjawabnya, aku kalah dan tersingkir dengan sendirinya. Sejak itu, Aku musnah, Aku hancur.  Tinggal kenangan dan cerita yang berakhir dengan kenyataan yang tidak pernah aku bayangankan. Kekasih masa lalu, semakin jauh. Berdosakah bilah hati berharap ada keajaiban.

Tetapi sekaranga aku sudah bukan anak-anak lagi, gadis imut dengan keluguan hidup. Aku kini kembali pada jalan semestinya sebagai seorang hamba, seorang muslimah. Doa, dan memantaskan diri serta menanti yang sudah ditakdirkan untukku. Selamat tinggal masa lalu, kau telah menjadikan aku seorang yang tanggu.

Pesan ku, pada semua sahabat yang aku sayangi, juga pada semua gadis-gadis yang sedang mencari pasangan sejatinya. Ingatlah, jangan terlalu dalam mencintai, dan ukurlah batas bahwa kita masih bersahabat dengan orang yang kita cintai, itu. 

Ingat ada tiga hal yang belum kita tahu, pertama takdir Allah yang sudah tertulis, kedua rhidoh Allah akan jodoh kita, ketiga restua orang tua kita dan orang tua dia yang dapat memisakan atau menyatukan.

Maka saat kita berjalin kasih, jangan sampai melanggar norma-norma adat, norma-norma agama kita Islam, dan sebagai Muslimah beriman. Yang paling penting jaga harga diri kesucian kita. Agar apabila kita tidak berjodoh denganya, kita tidak menjadi sisa darinya.

Aku bersyukur karena aku dapat menjaga norma-norma itu. Dan, kita tidak mengecewakan orang yang mencintai kita dikemudian hari. Kita tidak mengecewakan lelaki dan keluarganya yang mau menerima kita apa adanya. Agar kita tidak mengecewakan seorang lelaki yang menua bersama kita, ia pengganti ayah kita, ia akan memberikan kita anak-anak yang lucu dan cintanya, bukan sekadar janji atau hubungan semu atau pacaran.

Intinya kita tidak melukai orang yang mencintai kita nantinya, mungkin ia dapat menerima kekurangan kita, namun jauh di lubuk hatinya teriris. Ia bersedih, namun demi menyenangkan kita ia perlihatkan senyuman dan kebahagiaan. Maka dari itu, kaum hawa cintailah seperlunya dan sewajarnya demi suami kita kelak.

Wanita yang setia itu, bukan setia pada kekasihnya tetapi setia pada jodohnya yang belum berjumpa, semoga kita semua setia pada jodoh kita, dan tetap istiqomah. Ingat, lelaki mungkin dapat menerima kita apa adanya, namun ia tidak akan pernah rhidoh dengan yang terjadi di masa lalu. Surga wanita tergantung rhidonya suaminya.

Bahkan lebih banyak lelaki akan meninggalkan kita saat dia tahu kalau kita tidak suci lagi. Sebab seburuk-buruk lelaki dia tetap mencari istri yang baik dan suci untuk ibu dari anak-anaknya. Apalagi lelaki baik-baik dan tidak pernah berzina. Semoga kita kaum muslimah mulai sadar dari drama-drama cinta yang tidak perlu. Kembalilah ke Islam wahai kaum muslimah. Aammiinnnn.

Oleh: Purnama.
Editor. Selita. S.Pd.
Palembang. 26 November 2018.
Sumber foto. Nur Aisyah.

Sy. Apero Fublic

Rendra. Ballada Orang-Orang Tercinta


Apero Fublic.- Buku antologi puisi Ballada Orang-Orang Tercinta ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1957, di Jakarta. Cetakan kedua pada tahun 1971 yang diterbitkan oleh PD. Pustaka Jaya di Jakarta. Kemudian diterbitkan terus sampai cetakan yang kedelapan pada tahun 1999.

Buku antologi ini memuat 19 sajak, dengan jumlah halaman 52 halaman. Pada latar sampul menyajikan pemandangan dengan langit biru, awan, tanah gersang membentang yang di lihat dari pinggir dimana terdapat pepohonan.

Antologi puisi Ballada Orang-Orang Tercinta ini merupakan buku pertama kumpulan sajak-sajak Rendra. Sajak Rendra ini tidak berbentuk lirik seperti kebanyakan sajak sezamannya, tetapi berbentuk epika. Rendra pada tahun 1957 mendapat hadiah Sastra Nasional dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN), sebagai penyair terbaik tahun-tahun 1955-1957.

Rendra berasal dari Solo, Jawa Tengah, ia dilahirkan pada tanggal 7 November 1935. Ia anak seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa. Selain menulis sajak beliau juga menulis cerita pendek, dan terjun di  bidang teater. Berikut ini kutipan sajak Rendra dari antologi puisi Ballada Orang-Orang Tercinta.

Ballada Lelaki-Lelaki Tanah Kapur

Para Lelaki telah keluar di jalanan
Dengan kilatan-kilatan ujung baja
Dan kuda-kuda para penyamun
Telah tampak di perbukitan kuning
Bahasa kini adalah darah.

Di belakang pintu berpalang
Tangis kanak-kanak, doa perempuan.

Tanpa menang tiada kata pulang
Pelari akan terbujur di halaman
Ditolaki bini dan pintu berkunci.

Mendatang derap kuda
Dan angin bernyanyi :
- ‘Kan kusadap dara lelaki
Terbuka guci-guci dada baja
Bagai pedagang anggur dermawan
Lelaki rebah di jalanan
Lambung terbuka dengan geram serigala!
O, bulu dada yang riap!
Kebun anggur yang sedap!

Setengah keliling memagar
Mendekat derap kuda
Lalu terdengar teriak peperangan
Dan lelaki hidup dari belati
Berlelehan air amis
Mulut berbusa dan debu pada luka.

Pada kokok ayam ke tiga
Dan jingga langit pertama
Para lelaki melangkah ke desa
Menegak dan berbungah luka-luka
Percik-percik merah, dada-dada terbuka.

Berlumur keringat diketuk pintu.
-Siapa itu?
-Lelakimu pulang, perempuan budiman!

Perempuan-perempuan menghambur dari pintu
Menjilati luka-luka mereka
Dara-dara menembang dan berjengukan
Dari jendela.

Lurah Kudo Seto
Bagai trembesi bergetah
Dengan tenang menapak
Seluruh tubuhnya merah.

Sampai di teratak
Istri rebah bergantungan pada kaki
Dan pada anak lelakinya ia berkata:
-Anak lanang yang tunggal!
Kubawakan belati kepala penyamun bagimu
Ini, tersimpan di daging dada kanan.[1]

Oleh: Rendra.

Ballada Lelaki Yang Terluka

Lelaki yang luka
Biarkan ia pergi, Mama!
Akan disatukan dirinya
Dengan angin gunung.
Sempoyongan tubuh kerbau
Menyobek perut sepi.
Dan wajah para bunda
Bagai bulan redup putih.

Ajal! Ajal!
Betapa pulas tidurnya
Direlung pengap dalam!
Siapa akan diserunya?
Siapa leluhurnya?
Lelaki yang luka
Melekat di punggung kuda.

Tiada sumur bagai lukanya.
Tiada dalam bagai pedihnya.
Dan asap belerang
Menyapu kedua mata.
Betapa kan dikenalnya bulan?
Betapa kan bisa menyusu dari awan?
Lelaki yang luka
Tiada tahu kata dan bungah.

Pergilah lelaki yang luka
Tiada berarah, anak dari angin.
Tiada tahu siapa dirinya
Didaki segala gunung tua.
Siapa kan beri akhir padanya?
Menapak kaki-kaki kuda
Menapak atas dada-dada bunda.

Lelaki yang luka
Biarkan ia pergi, Mama!
Meratap di tempat-tempat sepi.
Dan di dada:
Betapa parahnya.[2]

Oleh. Rendra.

Gerilya

Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki terguling di jalan.

Angin tergantung
Terkecap pahitnya tembakau
Bendungan kelu dan bencana.

Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki tergulung di jalan.

Dengan tujuh lubang pelor
Diketuk gerbang langit
Dan menyala mentari muda
Melepas kasumatnya.

Gadis berjalan di subuh merah
Dengan sayur-mayur di punggung
Melihatnya pertama.

Ia beri jeritan manis
Dan duka daun wortel.

Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki terguling di jalan.

Orang-orang kampung mengenalnya
Anak janda berambut ombak
Ditimba air bergantang-gantang
Disiram atas tubuhnya.

Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki terguling di jalan.

Lewat gardu Belanda dengan berani
Berlindung warna malam
Sendiri masuk kota
Ingin ikut ngubur ibunya.[3]

Oleh: Rendra

Anak Yang Angkuh

Betapa dinginnya air sungai.
Dinginnya! Dinginnya!
Betapa dinginya daging luka
Yang membaluti tulang-tulangku.

Hai, anak!
Jangan bersandar juga di pohon.
Masuklah, anak!
Di luar betapa dinginya!

(Di luar angin menari putar-putar.
Si anak meraba punggung dan pantatnya.
Pukulan si bapak menimbulkan dendam).

Masih terlalu kecil ia
Digemukkannya dadanya kecil.
Amboi! Si jagoan kecil
Menyusuri sungai darah.

Hai, anak!
Bara di matamu dihembusi angin.
Masuklah, anak!
Di luar betapa dinginnya!

(Daun-daun kecil pada gugur
Dan jatuh atas rambutnya.
Si anak jalanan tolak pinggang.
Si jantan kecil dan angku).

Amboi, ingusnya masih juga!
Mengapa lelaki harus angkuh
Minum dari puji dan rasa tinggi
Dihangati darah yang kotor?

Hai, anak!
Darah ayah adalah di ototmu
Senyumlah dan ayahmu akan lunak
Di dada ini tak jagoan selain kau.

Dan satu senyum tak akan mengkhianati kata darah,
Masuklah, anak!
Di luar betapa dinginya!

(Dengan langit sutra hitam
Dan reranting patah di kakinya
Si anak membusung tolak pinggang
Kepala tegak dan betapa angkunya!).[4]

Oleh: Rendra

Di Meja Makan

Ia makan hati dan isi hati
Pada mulut terkunya duka
Tatapan matanya pada lain sisi meja
Lelaki muda yang dirasa
Tidak lagi dimilikinya.

Ruang diributi jerit dada
Sambal tomat pada mata
Melele air racun dosa.

Dipeluknya duka erat-erat
Dikurung pada bisu mulut
Dan mata pijar warna kesumba.

Lelaki depannya mengisar hati
- Sudah lama.

Terungkap rahasia diperam rasa
Terkunci pintu hati, hilang kuncinya
- Sudah lama.

Ia makan nasi dan isi hati
Pada mulut terkunya duka
Memisah sudah sebagian nyawanya
Di hati ia duduk atas keranda.

Lalu ditutup matanya gabak
Gambaran yang digenggam olehnya:
Lelaki itu terhantar di lantai kamar
Pisau tertancap pada punggungnya.[5]

Oleh: Rendra


Perempuan Sila

Ia terbaring di taman tua
Pestol di tangan dan lubang di jidatnya.

Mereka menemuinya tanpa dukacita
Dan angin bau karat tembaga.

Mulutnya menggigit berahi layu
Bunga biru dan berbau.

Matanya juga tidak pejam
Lain mimpi, lain digenggam.

Ah, tubunya! Ah, rambutnya!
Tempat tidur tersia suami tua.

Bunga bagai dia diasuh angin
Oleh nasib jatuh ke riba lelaki tua dingin.

Nizar yang menopangnya dari kelayuan
Perempuan bagai bungah, lelaki bagai dahan.

Lelaki muda itu bertolak tinggalkan dia
Tersisa jantung dan hati dari timah.

Ia terbaring di taman tua
Pestol di tangan dan lubang di jidadnya.

Suaminya yang tua berkata
-Farida, engkau ini perempuan sial![6]

Oleh: Rendra

Demikian informasi sastra untuk kategori sastra moderen Indonesia. Rendra termasuk sastrawan kelas atas di Indonesia. Semoga info ini bermanfaat bagi yang mencintai sastra Indonesia, para pemerhati sastra, dan peneliti sastra. Kurang dan lebihnya mohon maaf. Saya sendiri sedang belajar menulis dan merangkum buku. Saran dan kritik yang membangun ditunggu.

Oleh: Joni Apero
Editor. Desti. S.Sos
Foto. Dadang Saputra.
Palembang, 2018.
Sumber dan Hak Cipta: Rendra. Ballada Orang-Orang Tercinta. Jakarta: Pustaka Jaya, 1999.

[1]Rendra, Ballada Orang-Orang Tercinta, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1999), h. 11-13.
[2]Rendra, Ballada Orang-Orang Tercinta, h. 16-17.
[3]Rendra, Ballada Orang-Orang Tercinta, h. 20-21.
[4]Rendra, Ballada Orang-Orang Tercinta, h. 35-36.
[5]Rendra, Ballada Orang-Orang Tercinta, h. 39-40.
[6]Rendra, Ballada Orang-Orang Tercinta, h. 45-46.

Sy. Apero Fublic