12/12/2019

Pengaruh Kesusastraan Pada Kehidupan Masyarakat Pendukungnya.

Apero Fublic.- Kesusastraan adalah semua hasil dari ide dan gagasan manusia yang didokumentasikan secara tertulis, dihafal, tercetak atau terekam (video), audio. Sehingga ide dan gagasan tersebut dapat tersampaikan pada masyarakat luas. Kesusastraan adalah gambaran dari masyarakat pendukungnya.

Sebagai contoh; masyarakat Indonesia yang berpikiran tahayul. Maka akan muncul cerita-cerita yang bersifat tahayul, novel tahayul, atau film tahayul (film kuntilanak). Apabila kesusastraan pada masyarakat liar seperti kebudayaan barat. Maka kesusastraan liar juga akan muncul dan berkembang. Kesusastraan yang dihasilkan cerminan dari masyarakatnya. Dalam kesusastraan memiliki dampak-dampak besar pada kehidupan masyarakat yang mendukungnya.

Misalnya dampak sastra-sastra di Indonesia. Di Indonesia kesusastraan lebih banyak diproduksi oleh non muslim yang menganut atau merujuk kebudayaan barat. Sehingga sastra yang mereka buat dan mereka ususng adalah kesusastraan yang tidak memperhatikan norma-norma susilah di Indonesia. Yang banyak dipengaruhi Islam. Perhatikan saja hasil produksi sastra mereka.

A. Dampak Positif
I. Pengendalian Sosial dan Pembentukan Opini
Sastra banyak juga di gunakan sebagai pengendalian sosial. Berupa pembentukan opini dan pandangan pembenaran pada suatu kejadian atau pemberitahuan sebuah kejadian. Pertama, seperti film G30 September PKI. Di sini pembentukan opini dan gambaran bagaimana peristiwa kelam tersebut. Namun dengan hadirnya film tersebut telah memberikan pemahaman kalau peristiwa itu seperti itu. Entah itu isinya original atau bercampur-campur, tidak tahu. Namun itulah yang masyarakat tahu.

Kedua, seperti film Si Pahit Lidah atau Serunting Sakti semasa Orde Baru. Film Si Pahit Lidah semasa Orde Baru yang dibintangi oleh Adven Bangun. Salah satu film yang memberikan opini dan kerangka berfikir paham sukuisme pemimpin Orde Baru. Hal ini, diambil dari adegan dalam film Si Serunting Sakti yang mendapat kesaktian dapat menyumpahi seseorang menjadi batu.

Di film tersebut Serunting Sakti mendapatkan kesaktian itu dari seorang ratu di Tanah Jawa. Gambaran ini memberikan opini kesentralan Jawa sebagai pusat. Sehingga dukungan masyarakat ke Jawa menjadi pembenaran, rujukan dan  opini. Sehingga orang Sumatera Bagian Timur meliputi Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung akan mendukung kesentralan tersebut. Begitupun wilayah-wilayah lain di Indonesia. Karena film tersebut diproduksi oleh kelompok sukuisme jawaisme.

Padahal dalam cerita rakyat Pulau Sumatera Bagian Timur. Cerita si Pahit Lidah memiliki kesaktian itu secara alami dan tidak diberikan oleh siapa pun. Legenda si Pahit Lidah milik masyarakat Sumatera pedalaman. Masa-masa hadirnya legenda masyarakat tidak memiliki hubungan apa-apa dengan wilayah lain. Tidak ada hubungan kebudayaan tertentu, baik Hindu dan Budha atau Islam.

Selain itu, pengaburan sejarah Kerajaan Sriwijaya yang menguasai Pulau Jawa pada masanya. Serta menyembunyikan bahasa-bahasa Melayu kuno dari prasasti-prasasti peninggalan kerajaan. Candi-candi peninggalan Sriwijaya dan Dinasti Dapunta Sailendra berkuasa di Jawa. Akademisi yang menyembunyikan dan berusaha merendahkan suatu warisan sejarah adalah akademisi atau penulis berpaham sukuisme.

Film baru-baru ini yang melakukan pembentukan opini oleh kelompok Islam yang meminta di cap toleran, tidak mau dicap radikal yaitu film The Santri. Film ini kental sekali dengan pembentukan opini. Menurut mereka itu adalah untuk mengajarkan toleransi. Tapi, bagi para pembentuk opini ada hal yang perlu di ingat. Pembentukan opini tersebut tidak akan bertahan lama.

Karena mansuia berpikir terus dan opini hanya dibuat segelintir orang. Tentu tidak akan dapat mengimbangi pemikiran yang berdatangan dari waktu ke waktu. Kita lihata saja, runtuhnya arsitektur masjid rekayasa dari Yayasan Masji Pancasilah yang dididirikan semasa Orde Baru. Dimana-mana semua masjid arsitektur rekayasa atap tingkat tiga sudah dihancurkan masyarakat menyeluruh di seluruh Indonesia. Mengapa, karena manusia memilih sendiri kebenaran itu. Dan manusia juga memiliki akal sama seperti pembuat opini.

Sesungguhnya tidak perlu diajarkan masalah itu. Sebab orang sudah mengerti dan terlalu berlebihan. Mereka yang membuat film The Santri memiliki misi untuk memerangi paham radikalisme menurut mereka. Tulisan ini bukan kontra tapi bentuk penggambaran dari pemahaman kesusastraan yang memberikan cerminan dari masyarakat Indonesia. Di film ini terlihat jelas sekali kalau ada perang pemikiran dan usaha-usaha tertentu. Justru, dengan hadirnya film ini akan meresahkan kelompok islamis. Mereka merasa terancam dan berusaha melakukan perlawanan.

II. Hiburan dan Pengembangan Kebudayaan
Salah satu fungsi sastra adalah hiburan. Manusia memiliki rasa jenu dan bosan. Sehingga manusia memerlukan hiburan. Hiburan memiliki kemampuan besar dalam memberikan efek kejiwaan yang menenangkan.

III. Pendidikan
Di dalam sastra banyak manfaat untuk pendidikan. Karena melalui sastra masyarakat akan belajar dengan menyenangkan dan tidak tegang. Pengajaran melalui sastra ini sangat melekat dibanding dengan saat kajian-kajian, ceramah, seminar. Sehingga sastra sangat berpengaruh pada masyarakat. Sastra adalah cerminan masyarakat tersebut.

IV. Bisnis
Bisnis adalah hal yang tidak tertinggal dari dunia sastra. Kita lihat sekarang dunia sastra sudah sangat luas. Dari media cetak dan terknologi eletronika. Kita lihat seperti film, media sosial, media elektronik selalu mengkaitkan dengan bisnis dan keuangan.

B. Dampak Negatif
I. Merusak norma-norma
Dalam perkembangan dunia kesusatraan banyak jenis kesusastraan yang dapat merusak norma-norma sosial masyarakat. Seperti norma adat istiadat, norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Kesusastraan mampu menerobos dan menghantam norma-norma tersebut. Sehingga norma-norma hancur lebur dan hampir tidak tersisa.

Manusia yang malas belajar dan malas mempraktikkan kebudayaannya. Membuat semua norma-norma yang dimiliki bangsanya terlupakan. Sehingga masyarakat mulai kehilangan pegangaan hidup. Lalu mereka menjadi masyarakat yang kacau. Kemudian mengikuti kebudayaan yang mendominasi pada masanya. Bahkan terkadang orang-orang tersebut merendahkan kebudayaannya sendiri. Lalu merasa hebat dengan meniru kebudayaan orang lain. Yang paling celaka yang ditiru bukan hal yang baik.

Tapi orang Indonesia dalam meniru berbeda dengan orang Cina. Orang Cina meniru yang baik, seperti teknologi. Kalau orang Indonesia meniru hal yang buruk. Meniru ke-gayaan, ikut mengkonsumsi minuman keras, ikut kumpul kebo, ikut pakaian mini, ikut seks bebas, ingin melegalkan LGBT, ikut tatoan, pacaran peluk-pelukan ditempat ramai.

Merasa moderen dan keren dengan tato. Padahal tato itu milik kebudayaan suku-suku primitif untuk tanda anggota sukunya. Tato dibilang seni, padahal seni adalah sesuatu yang bermanfaat, indah, tidak merusak. Tato menyakiti kulit, dan diri sendiri. Sedikitpun tidak ada manfaatnya. Apakah ada orang keren dengan tatoan seluruh tubuh atau di bagian manapun di badanya, TIDAK.

Hal seperti ini muncul adalah bentuk peniruan pada masyarakat Barat yang liar, bukan bebas. Bebas adalah hal yang tidak terikat, tapi punya aturan. Dari mana inspirasi mereka-mereka, ya dari film-film geng-geng  dunia Barat. Kadang pemeran film tersebut hanya tato cap atau tato lukis yang dapat dihapus kalau syuting film sudah selesai. Di Indonesia diikuti dan dicontoh oleh masyarakat secara nyata.

II. Senjata Ideologi dan Politik
Kesusastraan juga dapat menjadi senjata sebuah ideologi dan politik. Salah satu ideologi yang berkembang dari kesusastraan yang menggunakan media teater dan novel. Adalah ideologi sosialisme yang nantinya berkembang menjadi leninisme dan menghancurkan kekaisaran Rusia.

Kesusastraan yang menceritakan tentang pertentangan sosial kaum bangsawan dan rakyat petani (proletar). Memberi pengaruh terhadap pemikiran masyarakat sehingga penuntutan penghapusan kelas bangsawan dan kesetaraan manusia muncul. Revolusi komunisme meletus dan runtuhlah Kekaisaran Rusia.

III. Mempengaruhi Prilaku Sosial
Dalam prilaku sosial kesusastraan juga sangat berpengaruh. Perilaku sosial akan terpapar ke masyarakat yang dihadirkan oleh kesusastraan. Banyak sastrawan berkata kalau sastra suatu bangsa adalah cerminan bangsa tersebut. Pengaruh prilaku sangat kontras di tengah masyarakat. Kita dapat melihat dimana prilaku keras, baik, jahat, dapat dipengaruhi oleh sastra (film dan novel, dll).

Kita tentu tahu saat dunia film memperagakan busana. Mode pakaian, acara-acara pertemuan di hotel, nongkrong di kafe atau ditemat tertentu. Keberhasilan disimbolkan dengan memiliki harta-harta benda. Kita menonton adegan dimana dalam cerita novel atau film. Menceritakan tentang orang miskin yang hina dina.

Kemudian merantau ke kota dan menjadi kaya raya. Lalu pulang membawa mobil dan banyak uang. Hal ini kemudian menjadi pemikiran masyarakat pengkonsumsi sastra tersebut berpikir kalau orang sukses itu punya mobil. Sehingga kesuksesan tidak di nilai dengan prestasi. Sehingga manusia kemudian berlombah-lombah mendapatkan mobil untuk simbol kesuksesan. Disisi lain, sastra yang bertema orang merantau ke kota dan berhasil menjadi kaya. Juga faktor yang mempengaruhi urbanisasi ke kota-kota.

Dalam berpakaian, misalnya wanita cantik dan moderen itu di nilai dari make over, lipstik, dan pakaian-pakaian mini dan seksi. Sehingga para wanita berlombah-lombah mengikuti cara film atau novel tersebut. Sehingga kaum wanita pengkonsumsi sastra ikut-ikutan dengan gaya-gaya seperti itu. Membeli tas-tas yang berisi bedak dan lainnya. Baik itu dilihat dari film atau iklan. Telah membentuk pemikiran bahwa tas bagian dari mode. Agar wanita dinilai sebagai wanita cantik.

Sehingga kecantikan wanita tidak di nilai lagi dari, akhlaknya. Tidak di ukur dengan kejujurannya, tidak diukur dengan kesalehannya, tidak diukur dengan prestasinya, tidak diukur dengan kehormatannya, tidak diukur dari tertutupnya tubunya. Kemudian saat pacaran dimana dia mengikuti cara pacaran di dalam film dan novel. Kesuciannya diserahkan pada sang pacar atas nama cinta.

Kemudian dia ditinggalkan sang pacar. Lalu terluka dan kecewa, putus asa. Kemudian ada seorang laki-laki tampan dan baik hatinya. Dia ceritakan kalau dia tidak suci lagi. Karena kebaikan laki-laki itu dia menerima kekurangaannya. Kemudian seorang gadis membawa cerita film itu. Dia masukkan kedalam kehidupannya yang nyata. Kalau cinta tidak mempersoalkan kesucian. Alasannya untuk membenarkan kebodohannya.

Padahal di dunia nyata tidak akan ada laki-laki terhormat yang mau dengan wanita pezinah. Kecuali laki-laki yang memang sering berzinah. Di dunia barat kumpul kebo adalah harus. Karena mereka memang manusia yang tidak memiliki adab dan norma-norma susilah. Mereka memandang wanita sama dengan laki-laki. Tidak memiliki kehormatan diri. Saat menonton film atau membaca novel tentang bagaimana perilaku dan budaya mereka seperti itu. Di ikuti juga karena berpikir seperti itu kiranya orang negara maju pacaran.

Penjelasnya, katakanlah saat berpacaran di dalam dunia film. Kemudian ditiru oleh anak-anak muda di Indonesia yang sudah menonton. Selanjutnya para penulis Indonesia juga meniru cara-cara tulis yang sedemikan (inspirasi). Begitupun dengan pembuat film-film juga mengikuti juga.

Dengan demikian, Inilah yang dimaksud mempengaruhi prilaku sosial masyarakat secara luas. Kita saksikan saja sekarang, gaya-gaya rambut, mesum disana sini seperti adegan video-video forno. Berhubungan intim dua perempuan satu laki-laki. Satu perempuan tiga laki-laki.

Semua itu, meniru film-film forno yang diprooduksi masyarakat non muslim dimana pun di dunia ini. Orang-orang tersebut bertanggung jawab atas meningkatnya tarap mesum dan pelecehan terhadap wanita dan anak-anak. Banyaknya perselingkuhan dan maraknya perzinahan.

IV. Membawa Ke Dunia Daya Hayal
Di maksud dengan memperkuat daya hayal adalah dimana individu yang mengkonsumsi film atau literasi sastra muncul sifat peniruan. Sehingga adanya sikap atau sifat yang menghayal atau terjebak dalam dunia hayalan (imajinasi). Misalnya, eksen yang berlebih seakan mempersamai kehidupan nyata dia, dengan jalan cerita sastra yang dia konsumsi (film, novel, video).

Seperti dalam soal cinta dimana kecintaan dibuat-buat eksen romantis. Contoh, memberi bunga dengan berlutut pada gadis, seakan itu adalah tanda cinta yang sesungguhnya dan romantis. Berjalan bergandengan tangan sebagai tanda kemesraan dan kasi sayang. Merayakan ulang tahun pacar di hotel. Lalu tidur di hotel layaknya suami istri. Saat berpisah dengan sang pacar. Berciuman, pipi kiri dan pipi kanan. Ada yang berciuman di bibir.

Dalam hal ciuman di bibir, sesungguhnya mulut laki-laki dan mulut perempuan. Walau sudah gosok gigi tetap memberikan bauh. Karena hawa atau gas tubuh seseorang berbeda-beda. Walau sudah gosok gigi tetap mulutnya bauh. Saat tertelan air liur seseorang anda dapat sakit perut. Berarti, nikmatnya ciuman di bibir dalam adegan film hanyalah di buat-buat, atau ekting film. Orang bisa mengulang kalau kurang pas atau tidak pas.

Mereka seolah-olah menjalankan metode pacaran yang sesungguh. Padahal hal tersebut adalah bentuk seremonial kepura-puraan. Bentuk tiruan sandiwara novel dan film yang mereka sendiri sebagai pemerannya. Mereka ingin masuk kedalam dunia sastra (film dan novel), yang romantisme. Mereka tidak sadar kalau mereka berusaha masuk kedalam dunia kartunis atau fiksinis.

Padahal pada kenyataan sesungguhnya kalau dunia pecaran hanyalah sebatas saling mengenal saja. Saling mengenal atau kalau di dalam Islam melakukan taaruf. Taaruf proses saling mengenal dalam jangka waktu yang di tentukan. Sehingga pikiran sehat dan kesungguhan tersebut hadir.

Mereka merasa dimiliki dan memiliki di dalam alam semu dan khayalan. Bermain asmara dan drama-drama yang mereka buat sendiri. Marahan, ributan, dan romantisme-romatisme yang dikarang. Kadang ada yang bunuh diri, membunuh, hanya karena persoalan perasaan yang dimainkan. Film dan novel telah mensugesti manusia secara luas. Zaman dahulu sebelum pengaruh sastra hitam muncul. Pemuda-pemudi Indonesia biasa saja dalam hal perasaan. Walau pun mereka berpacaran.

Bukan hanya dalam urusan cinta, dunia hayal dan imaginer manusia yang di bawak ke alam anyata. Film perang dan film geng-geng nakal yang suka perang. Kemudian muncul kelompok-kelompok tauran. Film dan novel yang memperagakan bulian, tindak kekerasan senior terhadap adik kelas. Juga diperankan ke alam nyata. Banyak dimana pemukulan dan penyiksaan dilakukan oleh senior pada junior. Dia memerankan begitulah kalau menjadi senior.

Itulah yang di sebut membawa dunia sandiwara ke dalam dunia nyata. Yang seharus kesusastraan hanya sebatas hiburan tapi akhirnya dijadikan tuntunan. Pembuat film dan penulis sastra bertanggung jawab atas rusaknya sosial masyarakat. Maka mereka akan dihisab dihari akhir nanti. Dosa perbuatan orang-orang sebab pengaruh dari yang dia produksi (tulisan atau video) sama dengan para pelaku. Misalnya orang itu berzinah maka dosanya sama dengan pezinah tersebut.

Catatan: Orang-orang yang memproduksi kesusastraan hitam adalah pembunuh masyarakat dan pembunuh moral. Jangan meremehkan kesusastraan sebab itu adalah cermin masa depan bangsa kita. Masa depan anak cucu kita.  Dalam berprilaku kamu harus dapat membedakan antara dunia kenyataan dan dunia fiksi yang diciptakan manusia.

Oleh. Joni Apero.
Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, 3 November 2019.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment