Esai
Kampus
Mahasiswa
Opini
Pendidikan
Memanusiakan Manusia: Menggali Kembali Hakikat Ilmu Pendidikan di Zaman Modern
APERO FUBLIC I ESAI.- Pendidikan dan menjadi manusia adalah satu bagian yang tak terpisahkan, terlepas dari apa yang menjadi cita-cita atau harapan masa depan. Keterikatan ini menunjukkan bahwa idealnya, pendidikan berorientasi pada kemanusiaan manusia. Masalahnya, apakah lembaga-lembaga pendidikan yang telah mewarnai misinya dengan kemanusiaan itu telah memberikan fasilitas yang memadai melalui proses pendidikan bagi pengembangan kemanusiaan manusia atau hanya untuk persiapan masa depan? Sehingga misi kemanusiaan itu hanya menjadi semboyan belaka.
Memanusiakan manusia berarti menghantar manusia menemukan kesempurnaannya melalui kesadaran pertama-tama akan kesatuan dimensi kemanusiaan, yaitu tubuh, jiwa, pikiran, dan perasaan, juga kesadaran akan kebebasannya sebagai manusia untuk memilih dan bertindak. Melalui pembahasan terdahulu mengenai istilah kesempurnaan dalam cacat cela, membuka pemahaman mengenai peran pendidikan dalam membuat cacat cela itu menjadi sebuah batu loncatan menuju kesempurnaan.
Pendidikan yang memanusiakan adalah pendidikan yang mengantarkan manusia pada perkembangan yang signifikan dalam menemukan, mengembangkan, dan menunjukkan kesempurnaan kemanusiaannya. Segala muatan pembelajaran, informasi yang diberikan, serta proses belajar menjadi media yang menantang tubuh, pikiran, jiwa, dan perasaan menemukan dinamikanya dengan seimbang. Di bawah ini dijabarkan penelusuran mengenai peran pendidikan dalam memanusiakan manusia dan pendidikan yang memanusiakan manusia.( Esther Christiana 2013).
Dalam dunia pendidikan, salah satu titik tekan yang harus diperhatikan dengan penuh kesungguhan yang ikhlas adalah perlakuan terhadap peserta didik sebagai manusia. Oleh karena itu, pendidikan harus mengedepankan aspek-aspek kemanusiaan dan diselengarakan secara manusiawi. Penddikan juga harus mampu mengenali, mengungkap dan mengembangkan segala potensi yang tersembunyi dimiliki peserta didik. Jadi, pendidikan tidak hanya dimaknai sebagai ‘mengajar’ atau sekedar transfer of knowledge, hanya sekedar memindahkan ilmu pengetahuan yang saat itu dimiliki pendidik kepada peserta didik.
Pandangan seperti ini tentunya sangat disayangkan, karena begitu sederhananya pemahaman mereka tentang pendidikan. Padahal yang dikembangkan oleh proses pendidikan bukan hanya aspek intelektualitas semata, namun yang lebih penting adalah pengembangan kepribadian (personality), pengembangan jiwa, pengembangan karakter dan cara pandang peserta terhadapkehidupan di masa depannya.Menurut Kenneth D. Moore, bahwa mengajar merupakan sebuah tindakan dari seseorang yang mencoba untuk membantu orang lain mencapai kemajuan dalam berbagai aspek seoptimal mungkinsesuai dengan potensinya.
Pendidikan harus melihat manusia dengan segala perbedaan yang dimilikinya. Karena peserta didik bukanlah hasil kloning yang semuanya sama (homogen). Peserta didik datang dari berbagai latar belakang (background) kehidupan yang berbeda bahkan tidak menutup kemungkinan tujuan mereka untuk memperoleh pendidikan juga berbeda. Heterogenitas background dan personality peserta didik hendaknya disikapi secara arif dan bijaksana, karena hal itu merupakan keniscayaan yang tidak bisa diseragamkan. ( Sholehuddin 2018 ).
Memasuki era modern, pandangan tentang manusia semakin beragam dengan munculnya berbagai pendekatan ilmiah dan humanistik. Revolusi ilmiah dan filsafat Pencerahan membawa perubahan besar dalam cara pandang tentang hakikat manusia. Tokoh-tokoh seperti René Descartes, John Locke, dan Immanuel Kant memperkenalkan konsep-konsep baru tentang kesadaran, identitas, dan kebebasan. Descartes, dengan cogito ergo sum-nya, menekankan pentingnya pemikiran dan kesadaran dalam memahami eksistensi manusia.
Sementara itu, Locke mengembangkan teori tabula rasa, yang menyatakan bahwa manusia lahir tanpa pengetahuan bawaan dan belajar melalui pengalaman. Kant, dengan filsafatnya tentang moralitas dan kebebasan, menekankan bahwa manusia memiliki kapasitas untuk bertindak berdasarkan prinsip-prinsip moral yang rasional.
Di era modern, disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, dan biologi memberikan kontribusi yang berharga dalam memperkaya pemahaman kita tentang manusia. Psikologi, misalnya, mengeksplorasi aspekaspek mental dan emosional manusia, membantu kita memahami perilaku, motivasi, dan dinamika interpersonal.
Sosiologi, di sisi lain, fokus pada bagaimana individu berinteraksi dalam masyarakat dan bagaimana struktur sosial mempengaruhi perilaku manusia. Biologi, dengan penemuan-penemuan dalam bidang genetika dan neuroscientific, menawarkan wawasan tentang pengaruh faktor-faktor biologis terhadap tingkah laku dan sifat manusia. (Prahastiwi,E.D.,Efendi,M.,Tobroni,T.,& Widodo,J. 2024 ).
Argumentasi
Pendidikan modern perlu kembali menggali hakikat untuk "memanusiakan manusia" berakar pada pandangan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang perlu dididik agar potensinya berkembang secara utuh, tidak hanya aspek kognitif. Berikut adalah argumen-argumen utama:
1. Fokus pada Pengembangan Potensi Utuh Manusia
Pendidikan modern sering kali cenderung fokus pada aspek kognitif dan keterampilan teknis (hard skill) untuk memenuhi tuntutan pasar kerja di era digitalisasi dan globalisasi.
2. Menangkal Dampak Negatif Modernisasi
Era modernisasi dan digitalisasi membawa risiko seperti individualisme ekstrem, krisis moral, ketergantungan teknologi, dan plagiasi. Pendidikan yang memanusiakan manusia berfungsi sebagai penyeimbang dengan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, empati, dan kesadaran diri.
3. Pentingnya Nilai dan Karakter (Pendidikan Nilai)
Pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pendidikan nilai (aksiologi pendidikan). Dalam konteks modern, di mana informasi mudah diakses dan dinilai, kemampuan untuk memilah informasi berdasarkan etika dan moral sangat penting. pengetahuan, tetapi juga menerapkan nilai/moral kepada peserta didik, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan harmonis.
4. Peran Guru sebagai Fasilitator dan Pembimbing
Dalam pendidikan yang berorientasi pada "memanusiakan manusia", peran guru bertransformasi dari sekadar pengajar atau penyampai informasi menjadi pembimbing, fasilitator, dan model percontohan dalam pembentukan kepribadian siswa.
5. Menjamin Martabat dan Kemanusiaan Peserta Didik
Konsep ini menempatkan penghormatan terhadap individu sebagai aspek utama. Argumennya adalah bahwa setiap manusia berhak mendapatkan perlakuan yang hormat, empati, dan pengertian, terlepas dari peran atau jabatannya. Menerapkan prinsip ini dalam pendidikan berarti menciptakan lingkungan belajar yang suportif, inklusif, dan menghargai keragaman yang penting untuk mewujudkan kemanusiaan yang sejati.
Reiterasi
Dalam pendikikan sekarang ini "memanusiakan manusia" adalah hakikat ilmu pendidikan di zaman modern berakar pada pandangan bahwa pendidikan harus berfokus pada pengembangan potensi utuh individu, melampaui sekadar transfer pengetahuan kognitif, demi menghasilkan manusia yang matang secara sosial, spiritual, dan berkarakter di tengah tantangan modernisasi.
'Memanusiakan manusia' juga inti yang tak terpisahkan dari ilmu pendidikan di era kini. Pandangan ini bersandar pada keyakinan bahwa pendidikan tidak boleh hanya berhenti pada pemberian pengetahuan kognitif semata. Lebih jauh dari itu, ia harus berperan sebagai wadah untuk mengembangkan potensi keseluruhan setiap individu mulai dari aspek sosial yang memungkinkannya berinteraksi dengan baik, spiritual yang membangun makna hidup, hingga karakter yang kuat yang membimbing keputusan.
Hanya dengan cara ini, pendidikan mampu melahirkan manusia yang matang dan tangguh, yang mampu menghadapi berbagai tantangan yang dibawa oleh modernisasi tanpa melupakan hakikat kemanusiaannya sendiri.
Saran yang dapat penulis berikan menekankan bahwa tujuan akhir Pendidikan bukanlah semata-mata mencetak tenaga kerja yang kompeten secara teknis, melainkan individu yang berempati, beretika, dan sadar akan peran mereka dalam masyarakat global,saran untuk guru Kembangkan Empati dan Hubungan Personal, Luangkan waktu untuk mengenal siswa secara pribadi.
Memahami latar belakang dan tantangan mereka membantu menciptakan lingkungan kelas yang suportif dan inklusif saran untuk siswa Kembangkan Empati Terhadap Sesama, Belajar mendengarkan dan memahami perspektif teman sekelas yang berbeda latar belakang. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau proyek komunitas dapat membantu membangun karakter.selanjutnya, saran untuk orang tua Tekankan Nilai, Bukan Hanya Nilai: Bantu anak memahami pentingnya integritas, kerja keras, dan empati di atas nilai ujian semata.
Referensi:
Esther Christiana.2013.”Pendidikan yang memanjsiakan manusia.”Humaniro 4 no.1:402-403.
Sholehuddin.2018.”Humanisasi Pendidikan;Meneguhkan sisi kemanusiaan dalam proses pembelajaran.”al-Afkar 1.no 2:82-83.
Prahastiwi, E. D., Efendi, M., Tobroni, T., & Widodo, J. (2024). HAKIKAT MANUSIA: Perspektif Pakar Klasik dan Modern.1.14-16.
Oleh: Nova Melinda
Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pamulang.
Editor. Tim Redaksi
Sy. Apero Fublic
Via
Esai


Post a Comment