Bonus Demografi: Optimalisasi Lansia Berdaya Guna Mewujudkan Indonesia Sejahtera
![]() |
| Gambar Ilustrasi |
APERO FUBLIC I MAHASISWA.- Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang mengalami penuaan penduduk ditunjukkan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk usia 60 tahun atau lebih (lanjut usia). Usia lanjut atau biasanya disebut sebagai lansia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang, terjadinya tidak dapat dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Proporsi lansia meningkat dua kali lipat pada kurun waktu 1971-2019, dari 4,5% menjadi 9,6%. Diperkirakan penduduk lanjut usia akan mencapai 63,3 juta (19,8%) pada tahun 2045. (BPS, 2018). Kondisi ini menjadi tantangan pembangunan dalam peningkatan kualitas manusia. Berkualitasnya suatu penduduk tidak hanya dilihat dari panjangnya umur, melainkan juga hidup dengan sehat, sehingga menjadi modal pembangunan (Cicih dkk, 2022).
Dari segi pendidikan, kualitas sumber daya manusia masih memerlukan perhatian karena masih tergolong rendah. Bahkan untuk penduduk lanjut usia, rata-rata lama sekolahnya hanya sekitar lima tahun atau tidak tamat SD (BPS, 2019). Kondisi ini memerlukan perhatian serius terutama jika dikaitkan dengan upaya mencapai bonus demografi. Bonus demografi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan proporsi penduduk usia kerja dibandingkan dengan usia tidak bekerja. Keuntungan bonus demografi dapat diperoleh dengan mengacu pada pertumbuhan ekonomi, namun tidak otomatis mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga perlu peningkatan kualitas manusia pendidikan dan kesehatan
Lansia secara alamiah mengalami penuaan ditandai dengan penurunan fungsi tubuh berupa akumulasi dari kerusakan pada tingkat seluler dan molekuler yang terjadi dalam waktu yang lama seringkali dikaitkan dengan penyakit tidak menular (Pangribowo, 2022). Terdapat pula beberapa permasalahan umum penduduk lansia, antara lain (1) keadaan fisik lemah dan tidak berdaya, (2) status ekonomi terancam, (3) perlu menyesuaikan diri sesuai dengan perubahan status ekonomi, (4) perlu mencari kegiatan baru untuk mengisi waktu luang, (5) menjadi korban kriminalitas, dan lain-lain (BKKBN, 2014; Cicih dkk, 2022). Melihat beberapa permasalahan tersebut, jumlah penduduk lansia selain menjadi indikator juga menjadi tantangan pembangunan.
Ada berbagai hal yang harus dipersiapkan lansia sendiri maupun keluarganya agar lansia tetap sehat dan berdaya. Kesiapan lansia untuk tetap berdaya dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu dimensi fisik, psikologis, spiritual, sosial kemasyarakatan, dan pengembangan potensi. Dimensi fisik, meliputi perubahan fisik, sosial bahkan mental sehingga diperhatikan kebutuhan fisik seperti alat bantu. Dimensi psikologis, meliputi gangguan persepsi dan penurunan konsentrasi yang dapat dikurangi dengan bantuan Bina Keluarga Lansia (BKL) sehingga lansia tetap peduli masa depan. Dimensi mental spiritual, meliputi peran agama bagi kehidupan. Dimensi sosial kemasyarakatan, meliputi upaya dalam membangun kepedulian terhadap sesama dengan ikut dalam kegiatan masyarakat. Dimensi Pengembangan Potensi, meliputi pengembangan berbagai peluang yang disesuaikan dengan kemampuan lansia seperti pengembangan usaha ekonomi produktif. (Khotimah, 2016).
Ditinjau dari sudut pandang psikologi kontemporer, optimalisasi lansia kini berfokus pada penguatan kesejahteran emosional, psikologis, dan sosial sebagai upaya menghadapi risiko depresi yang dialami oleh sekitar 20% lansia (WHO, 2023). Optimalisasi lansia memiliki kaitan erat dengan konsep Successful Aging atau penuaan yang berhasil. Berdasarkan konsep Successful Aging terbaru, lansia yang berdaya adalah mereka yang mampu mempertahankan sikap terhadap diri sendiri (self-attitudes) yang positif, berupa penerimaan diri dan harga diri yang sehat meski terjadi penurunan fungsi fisik (Nuari, 2025). Selain itu, inisiatif seperti Lenter Senja oleh Humas UGM (2025) menunjukkan bahwa pendampingan psikologis secara terstuktur mampu meningkatkan resiliensi lansia dalam menghadapi fase peralihan (transisi) kehidupan, menjadikan lansia sebagai individ yang aktif dalam pembangunan, bukan sekedar objek penerima bantuan.
Transisi demografi menuju penuaan penduduk di Indonesia adalah momentum kritis yang memerlukan perubahan paradigma dari: “beban ketergantungan” menjadi “modal sosial”. Perwujudan Indonesia Sejahtera 2045 hanya mungkin untuk dicapai jika pembedayaan lansia dilakukaan secara holistik, mengintegrasikan aspek fisik dengan ketangguhan mental. Strategi pemberdayaan harus adaptif dengan perkembangan zaman, misalnya melalui penyediaan infrastruktur digital yang ramah lansia serta penguatan dukungan sosial berbasis komunitas.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam pemberdayaan lansia adalah dengan memperbaiki kualitas penduduk calon lansia dari segi pendidikan, ekonomi, akses informasi, dan kesehatan untuk mempersiapkan masa lanjut usia. Pemerintah juga perlu meningkatkan kerjasama dengan stakeholder dalam pengembangan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, menyediakan sarana dan prasarana yang memadai dalam pemberdayaan lansia, serta perlu memperkuat koordinasi antar intansi yang terkait baik dari pemerintah maupun non pemerintah dalam memberdayakan lansia sesuai potensi yang dimiliki. Dengan sinergi pemerintah yang inklusif, dukungan keluarga yang empatik, dan partisipasi aktf lansia dalam kegiatan produktif, kita dapat memastikan bahwa umur panjang di Indonesia adalah umur yang berkualitas, bermartabat, dan tetap berdaya bagi lintas generasi.
REFERENSI
BPS. (2018). Proyeksi penduduk Indonesia 2015-2045. Badan Pusat Statistik.
BPS. (2019). Statistik penduduk lanjut usia di Indonesia 2019. Badan Pusat Statistik.
Cicih, L. H. M., & Agung, D. N. (2022). Lansia di era bonus demografi Older person in the era of demographic dividend. Jurnal Kependudukan Indonesia Volume, 17(1).
Humas UGM. (2025, Desember 10). Lentera Senja: Perangkat Pendampingan untuk Meningkatkan Pemahaman Kesejahteraan Psikologis pada Lansia – Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. https://psikologi.ugm.ac.id/lentera-senja-perangkat-pendampingan-untuk-meningkatkan-pemahaman-kesejahteraan-psikologis-pada-lansia/
Khotimah, N., Gunardo, G., Ghufron, A., Sugiharti, S., & Aryekti, K. (2016). Lanjut usia (Lansia) peduli masa depan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Geo Media: Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian, 14(2).
Nuari, I., Maiseptian, F., Thaheransyah, T., Fitria, A., & Fakhrin, N. (2025). Mengenal Kesehatan Mental Lansia: Sebuah Penelitian Deskriptif Terhadap Tantangan Dan Dukungan Yang Diperlukan Pada Usia Tua. Menara Ilmu: Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah, 19(2), 449-455.
Pangribowo, S. (2022). Lansia Berdaya Bangsa Sejahtera. Pusdatin. https://www.kemkes.go.id/article/view/22111500004/2022-lansia-berdaya-bangsa- sejahtera.html
WHO. (2023). Mental Health of Older Adults. World Health Orgaization Fact Sheets.


Post a Comment