PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

2/18/2022

Update COVID-19 Muba: Bertambah 2 Kasus Sembuh, 21 Positif, 1 Meninggal Dunia.

APERO FUBLIC.- MUSI BANYUASIN. Sekayu- Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Muba, Sabtu (19/2/2022) mengkonfirmasi penambahan 2 kasus sembuh, 21 positif, dan 1 meninggal dunia.

"Ada penambahan 2 kasus sembuh, 21 positif, dan 1 meninggal dunia per 19 Februari 2022," ungkap Jubir Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Muba, dr Povi Pada Indarta SP P.

Povi merinci, adapun penambahan kasus positif diantaranya kasus 3076 Laki-laki usia 40 tahun asal Sekayu, kasus 3077 perempuan usia 35 tahun Sekayu, kasus 3078 Laki-laki 81 tahun Sungai Lilin, kasus 3079 perempuan 28 tahun Sungai Lilin, kasus 3080 laki-laki 69 tahun Sekayu, kasus 3081 perempuan 46 tahun Sungai Keruh, kasus 3082 perempuan 3 bulan Sekayu, kasus 3083 Laki-laki 27 tahun Lawang Wetan, kasus 3084 Laki-laki 69 tahun Lawang Wetan, kasus 3085 perempuan 52 tahun Sekayu.

"Kemudian, kasus 3086 perempuan 32 tahun Sekayu, kasus 3087 perempuan 39 tahun Sekayu, kasus 3088 perempuan 53 tahun Tungkal Jaya, kasus 3089 perempuan 31 tahun Sekayu, kasus 3090 Laki-laki 32 tahun Bayung Lencir, kasus 3091 perempuan 57 tahun Sekayu, kasus 3092 perempuan 38 tahun Sanga Desa, kasus 3093 Laki-laki 43 tahun Sanga Desa, kasus 3094 perempuan 32 tahun Sanga Desa, kasus 3095 laki-laki 29 tahun Sanga Desa, kasus 3096 perempuan 37 tahun Sanga Desa," urainya.

"Untuk kasus meninggal dunia dialami kasus 3078 Laki-laki 81 tahun Sungai Lilin dan telah dimakamkan sesuai prokes COVID-19," tambahnya.

Diketahui, hingga 19 Februari 2022 ada sebanyak 3096 kasus. Diantaranya 2854 kasus sembuh, 85 kasus dirawat, dan 157 kasus meninggal dunia," urainya.

Sementara itu, berdasarkan data update Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Muba 19 Februari 2022 tercatat ada sebanyak 429 ODP 429 selesai pemantauan 0 masih dipantau, 1.199 kontak erat 1.199 kontak selesai pemantauan 0 kontak erat yang masih dipantau, 191 PDP 0 proses pengawasan 191 selesai pengawasan.

Editor. Melly
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 19 Februari 2022.

Sy. Apero Fublic

2/15/2022

ANDAI-ANDAI: Mulutmu Harimaumu.

APERO FUBLIC.- Dikisahkan pada suatu masa di Talang Gajah Mati, hiduplah sepasang suami istri yang suka menghasut dan mengadu domba  warga, membuat gaduh dan membicarakan keburukan orang lain. Namanya Uwa Safa dan Uwa Dalu. Sifat suami istri ini sangat buruk, sehingga sering membuat keluarga, tetangga dan warga saling bertengkar.

Suatu hari, Uwa Safa melihat seorang janda dan seorang pemuda berakit berdua di sungai. Tampak keduanya begitu dekat dan akrab. Uwa Safa tidak mengenali sang pemuda, tapi mengenali janda muda itu. Uwa Safa mengintif dari balik semak di sisi tebing Sungai Keruh. Pulanglah Cik Safa dan mulai dia bercerita dengan cara ditambah-tambah pada warga.

“Aduu, si Lunar berdua-dua dengan bujang di atas rakit.” Katanya pada empat orang ibu-ibu di tangga sebuah rumah. Mereka memang sering menggosip, Uwa Safa, Bibik Juja, Ramu, Wayu, Nami.

“Benarkah itu, Uwa Safa.” Semua ibu-ibu terkejut. Semuanya dengan hangat membincangkan tentang Lunar janda muda yang berdua dengan anak muda di atas rakit. Cerita terus berkembang di tengah masyarakat. Awalnya cerita orang Lunar berdua dengan pemuda. Kemudian menjadi cerita Lunar berzina.

*****

Empat ibu-ibu pulang itu ke rumah masing-masing, begitu juga Uwa Safa. Lalu berceritalah pada suami-suami mereka. Suami mereka juga melanjutkan cerita pada warga laki-laki lainnya. Talang Gajah Mati pun gempar, maka diputuskan untuk menangkap Lunar. Datu Puyang Bulung, hulubalang dan puluhan prajurit dibantu puluhan warga keesokan paginya pergi ke tebing Sungai Keruh di mana Uwa Safa melihat Lunar selalu berakit berdua dengan seorang pemuda.

“Sutttttttt.” Sebua jaring terbuat dari rotan melintang Sungai Keruh. Lunar dan adiknya terkejut sekali. Belum habis terkejutnya, puluhan prajurit dan warga berdiri di tebing sungai meminta mereka naik ke darat. Karena tidak bersalah dengan santai Lunar dan adiknya naik, cuma mereka merasa bingung saja.

“Siapa dia Lunar.” Bentak Datu Talang Gajah Mati.

“Zamar, adik saya Puyang. Sebelumnya dia merantau ke bumi pedatuan seberang, dia belajar silat pada puyang. Apa puyang sudah lupa.” Kata Lunar. Semua orang kaget bukan kepalang, perlahan mereka ingat dan mengenali Zamar. Pikiran marah dan hasut telah menguasai mereka sehingga mereka awalnya tidak mengenali Zamar. Zamar tampak tersenyum rama, sekarang dia tumbuh besar menjadi pemuda gagah. Zamar memberi hormat pada semua orang talang. Dia mencium tangan gurunya Puyang Bulung.

“Kalian mau kemana?.” Tanya Datu dengan rama.

“Mau ke ladang, Puyang. Kita sedang mengetam padi. Adik membantu, dia juga mengangkut padi dengan rakit ke hulu. Bak dan Umak menginap di ladang. Tinggal kami dan kakek di talang.” Kata Lunar. Satu demi satu warga pergi dengan rasa kesal sebab berita yang tersebar di tengah masyarakat sudah sangat keterlaluan. Saat mereka menyelidiki asal cerita ternyata dari Uwa Safa yang memang tukang buat cerita bohong dan suka memfitnah.

*****

Uwa Safa dan Suaminya menjual beberapa ekor sapi mereka. Setelah itu uangnya digunakan membeli kebutuhan sehari-hari. Sebagian dibelikan perhiasan satu kalung emas dan satu cincin emas. Sebagaimana biasanya Uwa Safa akan menggosif dan menceritakan kalau dia membeli kalung emas dan cincin emas.

“Wah, baru kalung emasnya, Uwa Safa.” Tanya Bibi Juja.

“Benar, beli kemarin. Cincin juga satu.” Ujarnya seraya menunjukkan cincin di jarinya.

“Bagus sekali.” Kata yang lainnya sambil melihat dan menyentuh-nyentuh. Begitulah cerita mereka hari itu, selain membahas tentang perhiasan Uwa Safa, mereka juga menggosip hal lain. Setelah pulang keempat ibu-ibu juga bercerita tentang perhiasan Uwa Safa pada suami dan tetangga mereka. Setelah itu, empat orang suami ibu-ibu itu juga bercerita di luar. Maka semua orang di Talang Gajah Mati mengetahui kalau Uwa Safa memiliki banyak emas.

*****

Keesokan harinya, ada seorang pedagang datang menjual pakaian. Dia membuka lapak di tengah Talang Gajah Mati. Maka banyak penduduk datang laki-laki dan perempuan. Sambil memilah pakaian, mereka bercerita tentang Uwa Safa yang banyak emas.

“Benar, banyak sekali emas mereka. Kata istriku ada satu kalung emas dan satu cincin emas. Kata istri Diam, juga satu kalung dan satu cincin. Istri Koyong juga bercerita satu cincin satu kalung, istri Mamak juga memberi tahu satu cincin dan satu kalung. Berarti ada empat kalung emas dan empat cincin.” Ujar suami Bibik Juja, suami bibik Ramu, suami bibik Wayu, suami ayuk Nami membenarkan kalau istri mereka bercerita demikian.

“Banyak sekali kalau begitu, orang kaya namanya. Itu yang baru di beli saja, belum lagi yang sudah di simpan.” Kata seorang bapak-bapak. Sambil bercerita mereka melihat dan memilih-milih kain dan baju yang dijual laki-laki itu. Pedagang itu, dia diam mendengar cerita tentang Uwa Safa yang banyak emas.

*****

Segerombolan perampok mendekati Talang Gajah Mati. Mereka bengis, ada yang berjambang lebat dan ada pula yang mata satu. Mereka bersenjata tombak, panah dan pedang. Jumlah mereka sekitar dua puluh orang. Mereka mengendarai tiga perahu kajang, dan menyamar sebagai pedagang. Pimpinannya mengutus empat orang mata-mata, mencari tahu siapa yang punya banyak harta. Mereka pura-pura berjualan pakaian, menyebar di seluruh talang. Tibalah empat mata-mata di Talang Gajah Mati, semuanya menyebar dan mendengar cerita-cerita warga. Keempatnya mendengar kalau Uwa Safa warga yang banyak emas dan kaya raya. Mereka juga mencari tahu di mana rumah Uwa Safa.

“Baiklah kalau begitu, kita rampok malam nanti orang itu.” Kata pemimpin perampok. Pada malam harinya, rumah Uwa Safa dirampok dan semua hartanya di rampas termasuk kalung dan cincin emas barunya. Ternak sapi dan kambing juga dirampas oleh perampok-perampok itu. Sehingga membuat Uwa Safa dan suaminya jatuh miskin.

Oleh. Joni Apero
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 15 Februari 2022.

Sy. Apero Fublic

ANDAI-ANDAI: Asal Usul Burung Hantu

APERO FUBLIC.- Pada zaman dahulukalah, hiduplah seorang janda miskin bersama dua anaknya. Anak laki-laki berumur tujuhbelas tahun, bernama Majana dan anak perempuan berumur sepuluh tahun, Majani. Suaminya telah meninggal tujuh tahun lalu. Dia tinggal disebuah pondok yang sederhana, berlantai bilah bambu beratap daun rumbiah dan berdinding kulit pohon. Tempat tinggalnya itu, jauh berbeda dengan rumah-rumah penduduk. Terbuat dari papan kayu, beratap sirap, dan bertiang kayu onglen (kayu besi).

“Nak, bagaimana bisa melamar anak gadis orang. Sebab kita begitu miskin. Kita tidak ada uang, emas, sapi atau kerbau.” Ujar janda miskin itu.

Umak, saya mau menikah. Tolong lamarkan anak gadis seseorang atau lamar semuanya di Talang kita ini. Mungkin ada satu orang gadis yang mau.” Kata anak lelakinya. Karena anak memaksa terus, akhirnya si janda miskin menyetujuinya. Keesokan harinya, dia mendatangi setiap rumah warga yang ada anak gadis. Sesampai di rumah seorang warga, dia mengutarakan lamarannya.

“Begini Paman, saya melamar anak gadis paman untuk dijadikan istri anak bujang saya.” Ujar janda miskin.

“Ohhh, maaf. Anak gadis saya sudah ada tunangan dan akan segera menikah.” Kata laki-laki itu. Sesungguhnya anak gadisnya belum ada tunangan, alasannya saja sebagai penolakan. Begitulah seterusnya, si janda miskin mendatangi setiap rumah dengan tujuan sama. Ada juga gadis yang menerima, tapi kedua orang tuanya menolak. Betapa malu si Janda miskin, karena tak satupun lamarannya diterimah.

“Umak, jangan menangis yang penting sudah berusaha. Aku juga meminta maaf, sebab Aku telah meminta umak melamar anak gadis orang.” Kata Majana. Waktu berlalu, kini tinggal cerita yang masih terdengar di tengah masyarakat.

“Kasihan juga, tidak ada satupun keluarga yang menerima lamarannya.” Kata sekelompok ibu-ibu yang suka membicarakan kekurangan orang lain.

“Terlalu miskin, mana ada yang mau menerima. Makan saja susah, bagaimana mau melamar anak orang.” Kata seorang ibu-ibu sewaktu mandi. Si Janda miskin hanya diam saja. Dia buru-buru pulang. Betapa sedih dan sakit hatinya mendengar perkataan ibu-ibu di talangnya yang selalu merendahkannya.

*****

Waktu berlalu, anak-anak gadis yang dilamar telah dijodohkan dengan pemuda-pemuda lainnya. Sehingga tinggallah anak laki-lakinya yang masih belum menikah.

“Nanti jadi bujang tua, kalau tidak ada yang mau menerima lamarannya. Kasihaaannn.” Begitulah bincang-bincang ibu-ibu yang sengaja di kuatkan agar terdengar si Janda miskin.

“Makan saja, setiap hari makan ubi. Bagaimana mau menghidupi anak perempuan orang. Kasihan sih, tapi bagaimana lagi.” Ujar seorang ibu-ibu.

“Mana ada orang tua mau menikahkan anak gadisnya untuk jadi sengsara.” Kata ibu-ibu lainnya.

Sebagai seorang manusia biasa Wanita Balu yang miskin tertekan juga batinnya. Rasa malu dan rasa bersalah pada anaknya membuat si Wanita Balu akhirnya jatuh sakit. Hari demi hari sakitnya bertambah parah dan parah. Warga mendengar kalau dia jatuh sakit. Bukannya prihatin mereka malah mengolok-olok sambil bergosip. Sementara kedua anaknya merawatnya dengan penuh kasih sayang. Melihat anak-anaknya yang baik sedikit terhibur jiwanya. Sehingga Wanita Balu itu masih kuat bertahan.

Suatu hari, Wanita Balu miskin itu pergi keluar rumah. Dia merasa bosan berada di dalam rumah. Membawa tubuhnya yang lemah. Dia ingin jalan-jalan menyusuri hutan di sisi talang. Menghirup udara segar pikirnya. Dia melihat anak lelakinya sedang membelah kayu bakar. Anak gadisnya menyapu halaman pondok mereka.

“Umak, nak kemana. Baiklah Umak di rumah saja.” Ujar anaknya yang membelah kayu bakar.

“Tidak apa anakku, Umak cuma nak jalan sebentar agar cepat sehat.” Katanya, pergilah dia sedikit lebih jauh. Sampailah Wanita Balu di pekuburan. Terasa kepalanya sedikit pusing. Ternyata dia mendatangi kuburan suaminya. Dia mengadu keluh kesah hidup setelah kepergian suaminya. Lalu dia membersihkan kuburan suaminya. Juga kuburan ayah dan ibunya di sekitar itu. Setelah lelah si Wanita Balu yang miskin beranjak pulang.

Saat itu, sepuluh orang ibu-ibu yang menggendong keranjang rotan penuh kayu bakar lewat di sisi pekuburan. Melihat si Wanita Balu yang Miskin, mereka jadi ingin mengganggunya.

“Wahhh, sudah sembuh yang sakit karena tidak ada yang mau menerima lamaran anaknya.” Ujar seorang ibu-ibu.

“Saya nasihati kamu wanita Balu. Jangan sedih berlebihan biar tidak sakit. Kau sadar diri sebab keadaan kamu yang memang kekurangan. Jangan memaksakan diri, begitulah hidup.” Kata seorang ibu-ibu lagi dan yang lainnya tertawa merasa lucu. Katanya nasihat tapi sesungguhnya dia mengolok-olok yang menyakitkan hati.

“Cukup, sudah. Ibu-ibu, jangan begitu. Kalian seharusnya tidak berbuat seperti ini. Ayuk Sun tidak ada salah pada kalian. Mengapa kalian selalu mengganggu. Ingat, setiap perbuatan buruk ada hukumannya.” Seorang ibu-ibu membelah., dia memang wanita yang baik. Dia tidak pernah menyakiti orang lain apalagi berbuat jahat.

“Sudah, jangan diambil hati Ayuk Sun.” Katanya menghibur dan memanggil nama kecil Wanita Balu.

“Biar saja, agar dia tahu diri sedikit.” Banyak ibu-ibu memusuhi ibu Majani entah apa sebabnya.

“Kalian terlalu sekali, Aku tidak pernah mengganggu kalian.” Kata Ibu Majani dan Majana dengan sedih hati, seketika tubuhnya yang lemah jatuh ke tanah. Ibu yang baik menurunkan keranjangnya dan berlari membantunya.

Entah apa yang terjadi tiba-tiba ada angin bertiup kencang menerpa pekuburan itu. Daun pepohonan, semak-semak bergoyang-goyong hebat. Kilat membelah langit, angin menderu-deru dan petir menyambar-nyambar hebat. Awan hitam menutupi langit sekitar, semua di pekuburan menjadi takut.

“Guuaarrrrr. Guuaaarrrrr.” Petir menyamabar keras  sekitar pekuburan, pohon dan semak yang tersambar petir menjadi terbakar dan berubah hitam. Asap memenuhi sekitar pekuburan dan kejadian aneh terjadi. Sekelompok ibu-ibu tadi telah menghilang.  Hanya keranjang, pakaian, alas kaki yang tergeletak.

“Uukkkk.” Uukkkk.” Tampak sejenis burung yang berwajah seram bertengger di keranjang-keranjang berisi kayu bakar bergeletakan. Si Wanita Balu yang miskin dan si ibu yang baik terkejut bukan kepalang melihat kejadian itu. Ternyata mereka telah berubah menjadi burung yang aneh. Belum pernah mereka lihat. Keduanya juga takut melihat rupa burung yang seram menakutkan seperti hantu. Burung-burung itu terbang ke atas dahan-dahan pohon. Mereka bergerombol terbang di sekitar pekuburan, karena mereka berteman.

Penduduk Talang Gajah Mati gempar mendengar cerita dari ibu yang baik hati itu. Penduduk mendatangi pekuburan dimana mereka menemukan burung-burung itu berkeliaran di sekitar pekuburan Talang Gajah Mati. Karena rupa burung yang menyeramkan dan tinggal di sekitar kuburan. Maka mereka menamakannya, burung hantu.

Konon anak keturunan ibu-ibu jahat itulah dikemudian hari yang sering berkumpul-kumpul membicarakan keburukan orang, mengupat, mengibah, suka merendahkan orang miskin, suka menghina orang lain di Talang Gajah Mati. Sekarang Talang Gajah Mati sudah menjadi Desa Gajah Mati, salah satu desa di Kecamatan Sungai Keruh, Musi Banyuasin.

*****

Setahun kemudian, Seorang Depati dari sebuah Pedatuan lain datang ke Talang Gajah Mati. Dia mencari seorang laki-laki yang memiliki keris emas. Depati itu menemui Datu Talang Gajah Mati, dan menginap di Balai Datu. Prajurit mengumumkan tentang kedatangan seorang depati dari pedatuan lain.

“Tungg. Tuungg.” Suara getuk.

“Pengumuman untuk semua, barang siap yang memiliki atau mengetahui tentang keris emas, untuk menghadap ke Balai Datu. Bagi yang tahu akan mendapat hadiah seratus keping uang emas.” Kata prajurit sambil memukul getuk dari cangkang kura-kura. Mendengar pengumuman itu, si Wanita Balu yang miskin gembira. Kalau dia menyerahkan keris emas milik suaminya, mungkin dia dapat uang emas itu. Dia akan memiliki uang untuk membeli rumah dan membiayai anaknya menikah. Oleh karena itulah, dia meminta putranya Majana untuk menemani menghadap Datu di Balai Datu.

“Ampun Datu, hambah mendengar pengumuman prajurit paduka tentang keris emas.” Kata si Wanita Balu yang miskin sambil duduk bersimpu di temani Majana.

“Benar sekali yang kalian dengar. Apakah kalian berdua mengetahui tentang keris emas.” Kata Datu Talang Gajah Mati. Sementara Depati itu memperhatikan wanita di hadapannya. Dia melihat tanda-tanda kecantikan wanita itu dimasa silam. Kulit putih, berambut panjang hitam. Pastilah dahulunya dia gadis yang sangat cantik.

“Benar Puyang, saya memilikI keris emas, itu peninggalan suami hamba.” Kata Wanita Balu yang miskin. Lalu dia meminta Majana mengeluarkan keris emas dan Datu mengambil lalu mengamati. Kemudian Datu memberikan pada Depati itu yang tampak gemetaran.

“Kau istrinya, dan ini anakmu. Dimana suamimuTanya Depati itu dengan tubuh bergetar.

“Suami hamba telah meninggal tujuh tahun lalu Depati, karena sakit. Dia anak tertua kami, satu lagi anak perempuan kami di rumah.” Jelas Wanita Balu yang miskin. Depati itu tiba-tiba menangis keras, lalu memeluk Majana.

“Cucuku, menantuku.” Kata Depati dengan keras. Semua terkejut tidak menyangkah kalau pemilik keris emas adalah anak Depati Pedatuan seberang. Raja menceritakan dahulu putranya bernama Sambralan pergi dari rumah setelah permintaannya untuk menikahi gadis yatim piatu di sebuah talang ditolak mereka. Depati menyesal akhirnya. Dia kemudian mencari putranya kemana-mana.

Depati membawa menantunya, cucunya Majana dan Majani ke pedatuannya. Penduduk Talang Gajah Mati menyesal karena telah menolak lamaran si Wanita Balu yang miskin. Sekarang anaknya sudah menjadi seorang Puyang, pangeran pewaris tahtah depati itu. Namanya kemudian menjadi Puyang Majana Sambralan. Setelah kakeknya mangkat dia dinobatkan menjadi Depati, serta menikahi seorang putri Depati pedatuan lainnya.

Oleh. Joni Apero
Editor. Arip Muhtiar, S.Hum.
Tatagambar. Dadang Saputra.
Palembang, 16 Februari 2022.

Sy. Apero Fublic

2/14/2022

ANDAI-ANDAI: Bujang Pengganggu dan Mengapa Kumbang Hitam Melobangi Tiang Rumah.

APERO FUBLIC.- Pada zaman dahulu, di Talang Durian ada seorang anak yang nakal sekali, umurnya sebelas tahun. Dia tidak pernah mau mendengar nasihat dan perkataan kedua orang tuanya. Kalau bermain-main dia selalu bertengkar dan berkelahi sesama teman sepermainannya. Karena itulah, dia dijuluki teman-temannya dengan Bujang Pengganggu. Selain itu, anak itu juga mengganggu apa saja di sekitarnya; serangga, burung, hewan-hewan kecil, tumbuhan dan lainnya.

Suatu hari Bujang Pengganggu diminta ibunya membeli garam di kedai Uwa Haji. Tetapi saat dijalan dia tidak membeli garam, tapi membeli makanan. Dia makan sendiri dan langsung pergi bermain-main. Lama ibunya menunggu sebab mau memasak. Tapi dia tidak kunjung pulang membawa garam. Ibu begitu kesal sekali. Akhirnya dia pergi sendiri membeli garam.

Suatu hari Bujang Pengganggu melobangi jalan. Dia buat banyak lobang-lobang kecil seukuran kaki manusia. Lalu dia tutupi dengan sarap sehingga orang tidak tahu kalau ada lobang. Saat orang terinjak lobang yang ditutupi sarap atau daun kering. Orang itu pasti terjatuh dan kakinya terpelintir. Sehingga urat menjadi kencang dan harus minta di urut pada tukang urut. Penduduk akhirnya melapor ke Datu. Datu pemimpin Talang berjanji akan menghukum berat kalau orang yang berbuat tertangkap.

*****

Semua teman-temannya akan pergi menjauh kalau ada Bujang Penggangu. Karena tidak mau berurusan dengannya. Kalau tidak akan terjadi pertengkaran atau perkelahian, paling tidak mainan mereka yang diambil atau dirusak. Kini Bujang Pengganggu tidak memiliki teman lagi. Terpaksa dia bermain sendiri. Pergilah Bujang Pengganggu ke sebuah lapangan rumput. Di lapangan rumput itu, dia menemukan banyak sekali serangga. Seperti kupu-kupu, belalang, jenis semut, dan juga sarang burung.

“Naaa, dapatttt.” Kata Bujang Pengganggu. Dia menangkap seekor belalang, setelah dapat dia tertawa-tawa gembira. Diambilnya tali dan dia ikat. Kemudian kembali dia menangkap serangga lain, kupu-kupu, lebah, merusak bunga-bunga, dan mematakan rerantingan. Begitulah kelakuan Bujang Pengganggu. Selain diikat, ada juga serangga yang dia tancap-tancapkan pada duri-duri.

Suatu hari Bujang Pengganggu menemukan sarang burung. Ada tiga ekor telur  di dalam sarang. Sarang burung diambil oleh si anak nakal itu. Sarang dirusak, dan telur dimain-mainkannya.

“Huuup. Huuupp. Huuuppp.” Telur burung dilempar-lempar ke atas kemudian ditangkap. Untuk beberapa kali telur masih dapat dia tangkap. Tapi untuk selanjutnya telur burung itu, satu persatu terjatu ke tanah dan pecah. Setelah puas dia menangkap katak, laba-laba, bekicot, gelang-gelang dan lainnya. Lalu dia pukul atau dia tusuk-tusuk duri sambil tersenyum gembira.

*****

Begitulah keseharian Bujang Pengganggu, selalu mengganggu apa saja. Buruk sekali sifatnya itu. Suatu hari, dia berjalan di sisi jalan pemukiman. Jalan itu adalah tempat lalu lintas penduduk pergi bekerja atau ke sungai. Bujang Pengganggu lewat, karena hari panas dia duduk di bawa pohon kiara yang rindang. Dahan-dahan pohon melengkung di atas jalan. Tanpa sengaja Bujang Pengganggu melihat sarang tawon harimau yang besar, seukuran gendang. Lama dia memperhatikan sarang tawon itu. Timbul pikiran jahatnya untuk mengganggu orang lewat.

“Wussss.” Sebuah kayu pendek dilemparkan Bujang Pengganggu ke sarang tawon sehingga sarang rusak berat. Dia buru-buru berlari dan sembunyi, mengamati. Tampak induk-induk tawon marah sekali, beterbangan kesana kemari. Tidak berapa lama lewatlah dua orang laki-laki memikul bambu untuk membuat bubu. Tidak jauh di belakang kedua ada tiga orang ibu-ibu menggendong keranjang yang berisi hasil ladang.

“Ahhhh. Ahhhh. Aduuuuu. Aduuuuu.” Jeritan mereka berkali-kali terdengar. Kemudian dua laki-laki melempar pikulannya dan berlari berjingkrak-jingkrak karena disengat tawon harimau berkali-kali. Begitu juga dengan tiga ibu-ibu juga merebahkan keranjang mereka, sehingga isinya berantakan. Ketiganya berlari pontang panting kesana kemari. Sakit sekali rasanya disengat tawon harimau.

“Tabuhan harimau. Tabuhan harimau.” Teriak mereka. Tidak lama kemudian seorang laki-laki tua menunggang kereta sapi juga melintas di bawah pohon kiara itu. Dia merasa aneh melihat banyak barang berantakan di tengah jalan.

“Auuuu. Ohhhh. Uhhhhhh.” Kakek itu berteriak kesakitan. “Mbookkkkk.” Sapi juga menjerit berkali-kali. Membuat si sapi berlari kencang membawa kereta menyusuri jalan. Tampak roda kereta melompat-lompat sedangkan si kakek terguncang-guncang. Di balik persembunyiannya si Bujang Pengganggu tertawa-tawa terbahak-bahak menyaksikan semua itu. Banyak sekali penduduk yang tersengat tawon harimau itu.

*****

Beberapa hari kemudian, Bujang Pengganggu pergi bermain-main. Dia mendatangi sekelompok anak-anak mau ikut bermain. Tapi semua anak-anak berlari pergi, karena mereka tahu kalau Bujang Pengganggu akan berbuat rusu. Bujang Pengganggu akhirnya pergi ke tepi desa. Di sana dia duduk merenung dan melamun. Dia berpikir bagaimana mengganggu orang atau menangkap hewan untuk dipermainkan.

Dari tempat duduknya, Bujang Pengganggu melihat seorang nenek-nenek tua. Berjalan perlahan dengan tongkatnya. Ada gendongan kain yang berisi pakaiannya. Dari tampangnya kalau si nenek-nenek bukan penduduk Talang Durian. Timbullah niat untuk mengganggu si nenek-nenek. Bujang Pengganggu mengambil akar, lalu dia rentangkan di tengah jalan. Dia sembunyi sambil memegang ujung akar.

“Wusss.” Grubakkkkk.” Tubu nenek-nenek tua terjatuh ke tanah berguling-guling karena kaki tersandung akar yang ditarik Bujang Pengganggu. Bujang Pengganggu tertawa-tawa keras, lalu dia keluar.

“Makanya nenek, kalau jalan matanya melihat, biar tidak tersandung.” Kata Bujang Pengganggu sambil tertawa-tawa. Dia melihat si nenek kesulitan bangung, dia pura-pura mau membantu. Lalu memegang tangan si nenek, dan si nenek bangkit dengan susah sekali.

“Gedebukkkk.” Bujang Pengganggu mendorong kembali tubu si nenek membuat dia terjatuh kembali. Bujang Pengganggu kembali tertawa terbahak-bahak. Belum puas dia mengganggu si nenek, kini dia mengambil buntalan si nenek yang terlepas. Membuka dan mengacak-acak buntalan sehingga pakaian si nenek berserakan di tanah.

“Cucu...cucu. Alangkah kurang ajar dirimu. Kau selalu mengganggu orang dan mengganggu hewan serangga.” Kata si nenek yang sudah berdiri kembali. Dia menatap tajam pada Bujang Pengganggu yang sedang mengacak-acak pakaiannya. Bujang Pengganggu menemukan sebuah kendi kecil diantara pakaian si nenek.

“Kendi ini indah sekali. Aku ambil, lumayan kalau di jual.” Ujar si Bujang Pengganggu. Dia mengambil kendi, lalu membawanya pergi tanpa memperdulikan si nenek.

“Cucu, kembalikan kendi itu. Itu bukan kendi sembarangan, namanya kendi Kutuk Diri. Barang siapa membukanya akan terkena kutukan sesuai perilakunya. Kembalikannnnnn.” Kata si nenek. Tapi Bujang Pengganggu tidak peduli, dia terus pergi meninggalkan si nenek. Saat Bujang Pengganggu sudah jauh, si nenek mengarahkan ujung tongkatnya ke pakaian dan buntalannya. Dengan ajaib buntalan pakaian menyusun sendiri seperti semula. Kemudian terbang dan melekat di bahu si nenek. Tiba-tiba dia pun menghilang entah kemana. Penduduk menamakan orang seperti itu, uwang ndikat. Ndikat dalam pengertian orang sakti dan aneh.

“Aku buka kendi ini, apa isinya ya.” Kata Bujang Pengganggu dengan penasaran. Dia membuka penutup kendi dengan lebar. Tiba-tiba dari dalam kendi keluar asap hitam yang langsung terbang menutupi tubuh si Bujang Pengganggu. Untuk beberapa saat tubuh Bujang Pengganggu diliputi asap hitam itu. Entah apa yang terjadi, asap hitam menghilang, kendi terjatuh di tanah dan menghilang juga. Tubuh Bujang Pengganggu juga menghilang, hanya pakaiannya yang tergeletak di atas tanah dimana dia berdiri tadi. Sekarang yang tampak hanya seekor kumbang hitam berbunyi mendengung-dengung. Kumbang itu, terbang kesana-kemari tanpa arah.

*****

“Mengapa Bujang Pengganggu belum pulang.” Kata ibunya cemas, kemudian keluarganya mencari kesana-kemari namun hanya menemukan pakaiannya saja. Warga Talang Durian membantu mencari, tapi Bujang Pengganggu tidak bertemu. Sementara itu, seekor kumbang hitam tampak melobangi tiang rumah. Suaranya mendengung-dengung tanpa henti-henti.

Pada malam hari, ibu Bujang Pengganggu bermimpi bertemu dengannya. Dia menceritakan kalau dirinya menyesal karena terlalu nakal. Suka mengganggu teman-temannya, mengganggu serangga, mengganggu burung-burung, dan mengganggu orang tua. Sekarang dirinya dikutuk menjadi seekor kumbang hitam. Dia menyatakan kalau kumbang yang melobangi tiang rumah adalah dirinya. Meminta ibu dan keluarganya tidak mengusirnya walau suaranya selalu mendengung dan mengganggu.


Dengungan suaranya itu adalah suara tangisan penyesalannya. Sejak saat itulah kumbang hitam suaranya mendengung serta selalu bersarang dengan melobangi tiang-tiang rumah, dinding rumah, pohon mati, sampai sekarang. Kumbang mendengung tangisan penyesalan anak nakal. Dia melobangi tiang rumah maksudnya, dia ingin pulang kerumah. Jangan menjadi anak yang nakal. Itulah kata orang tua-tua

Oleh. Joni Apero
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 14 Februari 2022.

Sy. Apero Fublic