PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

11/07/2020

Masjid Raya Abdul Kadim: Kemegahan Arsitektur Islam Indonesia

Apero Fublic.- Sekayu. Jalan-jalan di Kabupaten Musi Banyuasin sekarang dapat menemukan masjid yang indah. Di tengah Kota sekayu kita dapat menemukan masjid tradisional asli Sumatera Selatan, Masjid Agung Sekayu.

Namun sayang masjid tersebut telah dipugar oleh orang-orang yang tidak mengenal nilai kebudayaan dan arsitektur tradisional. Sehingga menghilangkan nilai-nilai budaya dan keaslian masjid.

Sekarang kita hanya dapat melihat bagian atas atap yang masih berbentuk asli. Atap tradisional asli Sumatera Selatan dikenal dengan Atap Mustaka Tipologi Sumatera Selatan. Atap tersebut dapat dilihat pada atap masjid Agung Palembang. Dari atap Masjid Agung Palembang semasa Kesultanan Palembang Darussalam menyebar ke seluruh Sumatera Selatan dan Bangka Belitung.

Sekarang kita akan mengulas masjid baru dibangaun dengan gaya modern. Beratap kubah tipologi Kubah Bawang aliran Asia Selatan dan Iran. Dari segi arsitektur mengadopsi pola arsitektur  klasik Islam dan modern Islam, Masjid Raya Abdul Kadim.

Kepala Desa Epil, Armedi, memanggilnya dengan sebutan Anak Perantau Pengingat Kampung Halaman. Dialah Prof. H Abdul Kadim, putra asli Desa Epil, Kecamatan Lais, inisiator pendiri masjid terindah dan termegah di Musi Banyuasin.

Armedi menuturkan, H. Abdul Kadim dulunya adalah orang yang sederhana, namun berkat kerja keras dan kecerdasannya dia bisa menjadi orang sukses diperantauan.

Masjid Raya Abdul Kadim mulanya dibangun pada awal tahun 2018 dengan motivasi untuk mengajak ke jalan ibadah dan membanggakan Desa Epil, Kecamatan Lais, Musi Banyuasin. Sebelum membangun masjid ini terlebih dahulu telah diadakan musyawarah keluarga, para tokoh masyarakat, dan juga meminta petunjuk dengan para tokoh-tokoh agama.

Masjid ini berdiri di atas tanah seluas 1,1 Hektare dan di sisi samping ada jembatan yang melintasi kolam serta sedang dibangun juga tempat cinderamata oleh-oleh khas Musi Banyuasin.

Dilihat dari bentuknya, masjid ini memakai konsep arsitektur bangunan masjid-masjid Asia Selatan. Konsep tajmahal dilihat pada sisi hiasan menara di setiap sudut bangunan. Penggunaan kubah tipologi Kubah Bawang yang digunakan pada bangunan Islam tersebar di Asia Selatan, dan Asia Tengah. Sementara pintu masjid memakai konsep Masjid Nabawi.

Hermanto atau biasa dipanggil Tok, adik kandung H. Abdul Kadim menceritakan bahwa proses pembangunan masjid ini sudah hampir selesai. Insya Allah perkiraan bulan Maret tahun 2021 masjid ini akan diresmikan dan sudah bisa dipakai untuk ibadah.

Perihal bahan-bahan untuk masjid banyak yang didatangkan dari Yogyakarta dan ukiran-ukiran masjid didatangkan khusus dari Jepara. Sementara itu tempat bedug memakai konsep atap rumah limas Palembang, sedangkan bedugnya sendiri di datangkan dari Cirebon.

Salah satu keunikan pada masjid ini terdapat pada kursi besar berkaki tiga, yang dibuat seperti Broken Chair yang ada di Place des Nations, Jenewa. Adapun filosofi kursi ini melambangkan tentang siklus kehidupan dalam mengejar kekuasaan dan kakinya patah satu mempunyai penafsiran sesuai dengan ekspektasi kita, yang bisa juga diterjemahkan kekuasaan tanpa diimbangi dengan ketakwaan akan kehilangan satu kaki yang membuat kita jatuh.

Terakhir, Hermanto mengungkapkan, "Kita berharap, masjid ini dapat meningkatkan semangat masyarakat untuk beribadah, memberikan kebanggaan pada warga Desa Epil khususnya dan umat muslim umumnya, serta tidak menutup kemungkinan kedepannya masjid ini juga dapat menjadi salah satu alternatif destinasi wisata religi yang memberikan manfaat perekonomian bagi masyarakat sekitar. Wallahualam Bissawab." (HS).

Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Musi Banyuasin, 8 November 2020.

Sy. Apero Fublic

11/04/2020

Ringkasan Cerita: Babad Jawi Kartasura (Jilid Empat). Penipuan Belanda.

Apero Fublic.- Surat Komisaris diterima oleh panglima prajurit Panembahan Purbaya. Isinya, apabila perdamaian dapat tercapai, komisaris menjanjikan hadia yang lurabiasa. Panembahan akan diberikan keuntungan dagang Kompeni (VOC) senilai dua ribu real setiap tahun.

Serta dibebaskan menghadap secara tetap ke Kartasura. Membaca itu, Panembahan Purbaya bersedia berdamai dengan syarat, diampuni Natapura, Herucakra, dan Cakranegara beserta seluruh prajuritnya. Tohjaya bersama Surapati kemudian menemui Komisaris VOC di Gombong.

Sementara itu, Kompeni marah sekali mengetahui bahwa prajurit Citrasoma lari sebelum tugas mereka selesai. Dengan demikian Citrasoma harus membayar ganti rugi senilai seribu real pada Kompeni. Kompeni setuju dengan syarat yang diajukan oleh Panembahan Purbaya untuk damai. Surat balasan langsung dibawa oleh Tohjaya.

Selain itu, Panembahan Purbaya yang sedang sakit dibawa dengan tandu. Komisaris Dulkup menerima Panembahan Purbaya di Gombong. Perjalanan berikutnya menuju Kartasura melalui Semarang. Dengan demikian, rencana Belanda untuk menipu Panembahan Purbaya dan pengikutnya berjalan lancar.

Saat menerima Panembahan Purbaya, Panembahan Herucakra, Natapura dan Surapati di Semarang diterima dengan upacara kebesaran. Tetapi Pangeran Adipati Anom Mangkunegara diminta untuk pergi ke Kartasura lebih dahulu oleh Sunan (Panembahan Purbaya). Dengan alasan untuk lebih leluasa membuat perjanjian.

Setelah itu, Panembahan Purbaya dibawa ke Batavia melalui jalur laut. Panembahan Herucakra langsung dilayarkan (dubuang) oleh Belanda ke Afrika. Beliau dituduh telah menghasut para pangeran. Sedangkan Natapura, Jaka Tangkepan, Surapati, dan Suradilaga dibuang ke Serandil. Semua tidak dapat berbuat apa-apa. Karena sebelumnya mereka dilucuti persenjataannya.

Beberapa waktu kemudian, Pangeran Adipati Anom Mangkunegara diangkat sebagai Pangeran Harya Mangkunegara dan diberi hak menguasai wilayah seluas sepuluh ribu karya. Sedangkan Panembahan Purbaya beserta keluarganya setiba di Batavia (Jakarta) langsung dimasukkan kedalam penjara oleh Kompeni Belanda. Begitu juga dengan Raden Jimat yang menyusul sang ayah ke Kartasura ditangkap dan dipenjara. Di dalam penjara dia bunuh diri, dan dikubur di Sampang.

******

Tersebutlah seorang adik Surapati, bernama Surahim. Dia tidak ikut Surapati karena terluka saat terjadi perang, tinggal di Desa Dungkul. Dia telah sembuh dan mendengar kelicikan Kompeni Belanda. Sehingga kakaknya Surapati dan sahabatnya tertangkap dan dibuang ke Cylon. Surahim sangat marah, lalu melampiaskan kemarahan pada rakyat Pasuruan. Tidak seorang pun di Pasuruan dapat menghentikannya.

Sunan kemudian mengirim pasukan  untuk menangkapnya. Desa Dhukul diserang dan dibakar oleh pasukan Sunan. Surahim menyingkir ke hutan dan lolos. Surahim kemudian menyerang Kediri karena pasukan Kartasura tidak ada. Karena Sunan sedang ziarah ke Mataram (Yogyakarta). Tugas pengamanan Kediri diserahkan pada pasukan Sutayuda. Sutayuda dapat mendesak pasukan Surahim. Surahim beserta pasukannya mundur ke Malang.

Tohjaya diperintahkan oleh Sunan untuk memberikan bantuan pada Sutajaya. Kemudian diperkuat pasukan dari Surabaya, Gresik dan Sedayu. Pasukan Surahim terdesak kembali dan kembali mundur ke dalam hutan. Semua kesatuan pasukan kembali pulang tanpa hasil seperti semulah. Sementara itu, temenggung di Pati meninggal dunia dan timbul kekacauan, dipimpinan Suramenggala. Bahkan Suramenggala berhasil menyerang Kartasura pada malam hari.

Suramenggala dan pasukannya berada di alun-alun dan ingin berhadapan langsung dengan pasukan Pati Danureja. Suramenggala ingin diangkat menjadi raja di Kartasura. Pati Danureja menyanggupinya untuk mengangkat Suramenggala menjadi raja.

Dia hanya diminta sabar menunggu sampai pagi hari.  Suramenggala terlena dan lengah sehingga dapat ditangkap oleh pasukan pengawal. Keesokannya Suramenggala dan tujuh orang pengikutnya dihukum mati. Sedangkan rakyat yang hanya ikut-ikutan dipulangkan ke Gunung Kidul.

******

Sunan memiliki dua puluh delapan anak, dua puluh laki-laki dan yang beranjak dewasa dua orang dilahirkan dari istri (selir). Yaitu, Harya Mangkunegara dan Sanidya Sigit. Anak yang dilahirkan dari selir Dyah Kencana Wungu dua orang, yaitu Raden Mas Prabayasa dan seorang putri yang sangat cantik. Dari selir Kadipaten lahir empat orang putra.

Sunan Prabu kemudian menderita sakit. Telah banyak obat tidak mampu menyembuhkan penyakit. Sebelum wafat Sunan meninggalkan wasiat agar sepeninggal beliau, agar putranya yang bernama, Raden Prabayasa dinobatkan menjadi Sultan di Kartasura. Setelah wafat beliau dimakamkan di Gunung Merak Pajimatan, Imogiri.

Dalam pada itu putra Sunan yang bernama Pangeran Harya Mangkunegara telah menyiapkan diri untuk menggantikan ayahandanya. Pati menyarankan pada Pangeran untuk pergi keluar istana terlebih dahulu. Oleh karena Patih ingin berunding dengan pihak Kompeni Belanda.

Perundingan pun diadakan dan diperoleh kesepakatan untuk mengangkat Pangeran Dipati Anom Mangkunegara menjadi Sultan. Bergelar Sunan Mangkubuwono ke II dan bertahta di Kartasura. Saat pengangkatan sama dengan tahunnya dengan wafatnya ayahandanya di Batavia.

Kemudian Pati Danureja mencarikan calon permaisuri baru. Pilihan jatuh kepada Raden Ayu Supiyah, putri bungsu Panembahan Purbaya. Setelah diangkat menjadi permaisuri Sunan, Raden Ajeng Supiyah diberi gelar Ratu Kencana. Upacara perkawinan antara keluarga dilaksanakan dengan upacara Jawa yang meriah.

Kemudian Pati Danureja berulang-ulang meminta berita tentang Panembahan Purbaya kepada kompeni di Batavia. Karena dulu beliau dipenjara oleh Belanda. Diperoleh kabar bahwa Panembahan telah meninggal di dalam penjara. Sunan yang baru sekarang menjadi menantu Panembahan Purbaya.

Meminta agar jenazah dikembalikan ke Kartasura. Ki Saksana mendapat tugas untuk membawa jenazah beliau. Selain itu, Ki Saksana juga mendapat tugas memungut pajak dari Kompeni di Semarang sambil membawa jenazah Panembahan Purbaya ke Kartasura.

Panembahan Purbaya memiliki banyak putra dan putri dari garwa selir. Dua orang dari garwa Padmi. Tiba-tiba garwa Padmi meninggal dunia. Maka pangeran ingin mengawini janda almarhum Sunan MangkubuWono I. Meskipun Pangeran itu kakak Sunan Mangkubuwono II tetapi marahnya tidak dapat dipadamkan.

Mengingat janda tersebut bekas istri almarhum Sunan. Hal itu diketahui oleh Pati Danureja. Dia mencari jalan keluarnya, yaitu dengan cara membunuh wanita yang diinginkan Pangeran Harya. Pangeran Harya tidak luput dari hukuman, dia kemudian dibuang ke Semarang lalu ke Batavia.

Sebagai duta Sunan yang baru, Pati Danureja disambut dengan upacara kebesaran. Selama beberapa bulan berada di Batavia mempertanggung jawabkan semua yang dia kerjakan sebagai Pati di Kartasura. Dalan setahun dia ditanyai oleh dua orang Gubernur. Yaitu, Matiyusdahan kemudian diteruskan oleh Jendral Pakenir karena yang pertama mati.

Ketika masa pengusiran Pangeran Harya ke Batavia. Kompeni Belanda meminta biaya pada Sunan untuk biayah Pangeran Harya dan keluarganya senilai dua ratus real setahun. Selama Pangeran Harya tinggal di Batavia.

Pati Danureja kembali ke Kartasura. Setahun kemudian Sunan memperoleh seorang putra dan Ratu Kencana. Tapi putra beliau meninggal diusia anak-anak. Akibatnya hubungan Sunan dan Ratu Kencana menjadi retak. Dalam pada itu, Pati Danureja melampaui kewenangannya yang diberikan Sunan. Dia memecat seorang pegawai tinggi tanpa sepengetahuan Sunan. Akibatnya dia dihukum berat, dan dibuang ke Cylon.

Sunan Mangkubuwono II meminta kepada Kompeni agar memulangkan putra almarhum, yaitu Mangkurat Mas yang juga dibuang ke Cylon. Dengan harapan akan memperoleh kembali benda-benda warisan istana Kartasura yang dibawa oleh Mangkurat Mas. Benda pusaka tersebut terdiri; baju kebesaran, pedang, keris, dan gung kecil. Lalu dikirimlah tiga orang utusan ke Cylon.

Tiga orang putra almarhum Mangkurat Mas berhasil dibawa ke Jawa. Yaitu, Pangeran Mangkunegara, Pakuningrat, dan Jayakesuma. Semuanya dibawa beserta keluarga mereka dan dijemput di Semarang. Sunan merasa senang, karena semua benda yang diharapkan kembali. Pangeran Mangkunegara kemudian diganti namanya menjadi Pangeran Riyamenggala. Untuk keperluan hidup dia memperoleh tanah dari sunan seluas dua ratus karya.

Pangeran Pakuningrat diganti namanya menjadi Pangeran Tepasam. Juga mendapat tanah seluas dua ratus karya. Raden Jayakusuma diperkenankan menggunakan namanya semula dan mendapat tanah dari Sunan seluas tigaratus karya. Pati Danureja yang dibuang ke Cylon meninggalkan seorang putra, bernama Mas Gandewor.

Putra angkat Sunan Raden Mas Hurman meninggalkan tiga orang anak yang hidup menderita bersama rakyat biasa, bernama Raden Mas Sahid, Sambiyah, dan Sabar Semendhi. Sedangkan Pangeran Ngabehi putra Sultan Mangkubuwono I meninggalkan dua orang putra, bernama Raden Gunung dan Raden Mas Guntur yang dibesarkan oleh Pati Natakesuma.

*****

Demikianlah cerita singkat dari Babad Tanah Jawi jilid empat ini. Apabila Anda ingin mendalami lebih jauh lagi. Dapat membaca dan mempelajari pada buku alihaksara yang berjudu; Babad Jawi Kartasura 4 yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Oleh. Tim Apero Fublic.
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 3 November 2020.
Sumber: Ny. Sri Soeharini. Babad Jawi Kartasura 4. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.

Sy. Apero Fublic.

11/02/2020

Mengenal: Babad Jawi Kartasura jilid 4

Apero Fublic.- Naskah Klasik. Berikut ini, menginformasikan tentang naskah klasik Babad Jawi Kartasura Jilid 4. Kartasura adalah sekarang sebuah kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Awalnya Kartasura adalah wilayah Kesultanan Mataram. Kemudian pada tahun 1755 politik Pecah Belah Belanda diterapkan yaitu dengan diadakan perjanjian Giyanti.

Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua wilayah kekuasaan yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Masa ini terjadi kemunduran politik di Tanah Jawa akibat aneksasi Belanda dan perebutan kekuasaan antara bangsawan di Kesultanan Mataram.

Dalam jilid 4 menceritakan kelicikan Belanda mempengaruhi Pangeran Purbaya. Agar bersedia bekerja sama dengan Kompeni (VOC). Belanda berjanji akan memberikan keuntungan yang diperoleh Kompeni sebanyak dua ribu real tiap tahun. Pangeran Purbaya juga tidak perlu menghadap ke Kartasura setiap tahun. Apabila Pangeran Purbaya dapat menghentikan perperangan di daerah-daerah.

Pangeran Purbaya meminta agar Natapura dan Herucakra diberikan pengampunan setelah perang dihentikan. Begitu juga dengan nata negara apabila bersedia berdamai. Namun kebiasaan orang Kafir tetap sama. Janji hanyalah bualan kosong dan tidak ada artinya. Begitulah cara-cara Kafir Belanda dalam memperdaya orang Islam yang menganggap janji adalah hutang.

Setelah perang berhenti dan keadaan terkendali oleh Belanda. Natapura, Herucakra dan Natanegara tetap ditangkap Belanda. Mereka ada yang dibuang di Serandil dan Afrika. Sedangkan Pangeran Purbaya dipenjara di Batavia (Jakarta) sampai meninggal. Jenazah kemudian diminta keluarga dan dikebumikan di Kartasura.

Sunan (pemimpin Kartasura) yang baru meminta agar keluarga Sunan Mangkurat Mas  yang dibuang ke Cylon dikembalikan Belanda. Karena mereka dahulu membawa pusaka istana dahulunya. Belanda mengabulkan permintaan Sunan. Namun Belanda kembali mengambil kesempatan meminta agar membayar utang-utang dan biaya-biaya yang pernah dikeluarkan Belanda.

Serta pengembalian biaya pengamanan daerah atas permintaan Sultan Jawa. Kisah dalam Naskah Babad Jawi Kartasura 4 menceritakan semasa bertahtahnya Sunan Mangkubuwono ke II. Berikut cuplikan naskah Babad Jawi Kartasura jilid 4.

50.SINOM

1.Dyan Suradilaga mojar.
Adhi Tohjaya Ngabehi.
Bilih makaten kang rembag.
Kawula matur rumiyin.
Mring kakang Surapati.
Andadosaken pirembug.
Bok lajeng kauningan.
Maring Jeng Purubayadi.
Kang supadya menis sambung rapotira.
 
2.Ananging andika datan.
Kawula bekta umarsi.
Yen dados kejoting manah.
Ira kakang Surapati.
Yogi tuwan ngentosi.
Wonten ingriki rumuhun.
Dene kang kula bekta.
Amung berana pakirim.
Ki Tohjaya Ngabehi sarowngira.
 
3.Pra samya sikap gagaman.
Barengos sakepel sisih.
Anjembrung netra gumilar.
Ulatnya ringas mawengis.
Rarasan ting kalesik.
Ting galibet tingkahipun.
Rowangira Tohjaya.
Pra samya maras kang ati.
Saya dangu gumeter atinya biyas.
..........................

Naskah Babad Jawi Kartasura 4 dialihaksarakan oleh Ny. Sri Soeharini dari aksara Jawa ke aksara Latin. Diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, tahun 1987. Dalam jilid 4 ini, terdiri dari 84 bait.

Setiap bait terdiri dari tujuh, sembilan, sepuluh baris. Buku alihaksara ini setebal 91 halaman, ditambah kata pengantar, daftar isi, ringkasan cerita. Terdapat empat pupuh yaitu sinom, dhandhanggula, asmaradana dan sinom.

Alih aksara tidak disertai alih bahasa. Sehingga bagi Anda yang ingin membahas naskah Babad Jawi Kartasura 4 pada bagian penterjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Dapat pada tingkatan skripsi, teisis dan disertasi. Semoga informasi dunia kesastraan klasik Indonesia ini bermanfaat bagi kita semua.

Oleh. Tim Apero Fublic.
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 3 November 2020.

Sy. Apero Fublic.

Sukawinatan: Warga Khawatir Memasuki Musim Hujan

Apero Fublic.- Kota Palembang. Musim hujan adalah momok bagi masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai atau di kawasan penampungan air alami. Begitu juga disekitar rawa-rawa, aliran air dan lainnnya. Hal yang dikhawatirkan adalah hujan deras dan lama. Tidak mustahil air akan meluap menjadi banjir atau tergenang dalam.

Banjir murni adalah luapan air alam sebab tingginya cura hujan. Tapi genangan air disebabkan hal-hal yang menyangkut aliran air, saluran pembuangan yang terhenti atau tersumbat. Tersumbat sebab sampah atau tertutup oleh tanah yang terbawa air.

Beberapa hari yang lalu dimana hujan turun dengan lebat di  Kota Palembang dan sekitarnya. Seperti di Sukawinatan, RT. 68, RW. 10, Lorong Sidomulyo, Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Sukarami, Kota Palembang. Aliran air yang menggenang sudah seminggu lamanya (1/11/2020).

Warga khawatir apabila hujan bertambah sering memasuki puncak musim hujan. Maka air akan terus menggenang, kemungkinan akan merendam rumah warga sekitar. Menurut warga air tergenang dikarena tersumbatnya saluran pembungan air. “Semoga keadaan akan menjadi lebih baik," itulah doa warga. Karena hanyalah doa yang dapat mereka lakukan.

Beberapa warga terpaksa memarkir sepeda motor di jalan akibat tidak dapat masuk karena genangan air.

Oleh. Laporan Warga
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 1 November 2020.


Sy. Apero Fublic.

11/01/2020

Mengenal Pahlawan Nasional: CUT NYAK DIN

Apero Fublic.- Cut Nyak Din adalah menjadi Pahlawan nasional Indonesia. Dia salah satu wanita terbaik Bangsa Indonesia. Lahir di Kampung Lampadang masuk dalam administrasi Mukim IV, terletak di pantai utara bagian barat Aceh Besar. Tidak jauh dari Pelabuhan Uleele. Selain itu, diantara Tanjung Pantai terdapat sebuah danau yang tenang yang dapat dilabuhi kapal dan perahu.

Di bagian timur wilayah tersebut terdapat Kampung Bitae dan Lamjamu serta berbatasan dengan Meuraksa. Sebelah selatan dan barat daerah tersebut dipagari oleh Pegunungan Ngalau Ngarai Beradin.

Di dekat pantai terdapat Kampung Lamtengah, tanah kelahiran penyair Aceh Dulkarim atau Abdul Karim. Di kampung Lampagar terdapat makam Sultan Sulaiman dan Lamtah yang dihancurkan oleh Belanda saat menyerang daerah itu pada tahun 1875 Masehi.

 Cut Nyak Din lahir sekitar tahun 1850 Masehi. Ayah beliau bernama Nanta Muda Seutia seorang Uleebalang wilayah Mukim IV. Nanta Muda Seutia masih ada keturunan dari Makhdum Sati seorang perantau dari Melayu Minangkabau ke Melayu Aceh. Ibunya keturunan Bangsawan terpandang dari Kampung Lampagar. Perantauan tersebut karena pada abad ke-17 kekuasaan Kesultanan Aceh sudah sampai di sebagian wilayah Sumatera Barat.

Cut Nyak Din lahir pada masa perang saudara antara masyarakyat Mukim IV dan masyarakat Meuraksa. Sampai Cut Nyak Din dewasa pertikaian dua saudara antara Mukim IV dan Meuraksa masih terus terjadi. Permasalahan kedua kawasan itu bermula saat sahabat ayah Cut Nyak Din, Haji Said tewas ditikam oleh seorang pemuda kurang waras dari Meuraksa. Sehingga pecah perang yang berkelanjutan.

Cut Nyak Dien tumbuh menjadi gadis yang cantik wajahnya dan akhlaknya. Mendapat didikan yang baik ditengah keluarga bangsawan. Serta menguasai ilmu-ilmu agama Islam, terutama dapat membaca Al-Quran dan menulis dengan aksara Arab. Karena itu, Cut Nyak Dien menjadi gadis yang paling disenangi oleh pemuda-pemuda.

Oleh karena itu, banyak datang lamaran untuk Cut Nyak Din. Dari sekian banyak lamaran, yang diterima oleh ayah Cut Nyak Din adalah lamaran dari Teuku Cik Ibrahim Lamnga. Anak dari Teuku Abbas dari Ujung Aron. Teuku Abbas adalah seorang Uleebalang  yang gagah menguasai daerah Pantai Utara. Menerima kedudukan langsung dari Sultan Aceh. Teuku Abbas juga sekutu dari Ayah Cut Nyak Din saat menghadapi Meuraksa. Karena Cut Nyak Din belum cukup umur maka keduanya kawin gantung terlebih dahulu. Pada umur 12 tahun Cut Nyak Din dinikahkan dengan Teuku Cik Ibrahim Lamnga.

Masa berikutnya perang Aceh meletus pada tahun 1873. Serang Belanda telah merebut istanah Kesultanan Aceh. Membuat bangkit seluruh rakyat Melayu Aceh bersatu pada melawan kekuatan Penjajah Belanda. Para komado selain para ulama, juga para Uleebalang termasuk ayah Cut Nyak Din. Teuku Ibrahim suami Cut Nyak Din memimpin perang melawan Belanda di garis depan (jihad fisabilillah).

Karena wilayah Mukim IV adalah salah satu basis pendukung Kesultanan. Maka Belanda sangat ingin menguasai dan menundukkan wilayah Mukim IV. Oleh karena itu, pada 28 Desember 1875 Teuku Cik Ibrahim memerintahkan Cut Nyak Din dan masyarakatnya mengungsi. Di kawal oleh 70 orang pasukan sekaligus pembawa bekal mereka menuju Mukim VI. Teuku Cik Ibrahim terus menghadapi serangan Belanda.

Selama perang tersebut pasukan Belanda memusnakan kampung-kampung dengan membakar dan membantai rakyat tidak berdosa seperti, ibu-ibu, anak-anak dan orang tua. Kemudian memperkosa apabila menemukan wanita-wanita. Lalu mereka berfoto diantara tumpukan mayat dengan tersenyum bangga.

Mukim IV yang sebelumnya telah dikuasai Belanda. Kemudian diserang kembali oleh pasukan Aceh dipimpin oleh Habib Abdurrahman. Untuk mencegah antisipasi serangan balasan Belanda. Teuku Cik Ibrahim bersama 200 orang pasukan terlatih menjaga jalan masuk di Ngalau Ngarai Beradin.

Walau mendapatkan korban yang sangat banyak, tetapi pasukan Belanda terus maju. Senapan mesin mereka terus menembaki dan membuat pasukan Teuku Cik Ibrahim mundur ke perbukitan.

Sementara itu, Mukim IV kembali direbut Belanda dan Habib Abdurrahman berhasil meloloskan diri. Dalam keadaan yang tidak menentu itu, keadaan pasukan tidak terorganisasi. Sehingga berusaha mengabungkan diri kembali ke Habib Abdurrahman. Dalam perjalanan naik turun gunung dan kelaparan membuat Teuku Cik Ibrahim dan pasukannya tertidur pulas disebuah hutan.

Tanpa diketahui sepasukan Belanda telah mengikuti jejak mereka dan mengepung posisi mereka. Keadaan kacau balau dan akhirnya Teuku Cik Ibrahim Lamnga tertembak bersama adiknya Teuku Ajat. Karena ingin menyelamatkan adiknya membuat dia tertembak di kepala.

*****

Kabar duka sampai ke Cut Nyak Din. Membuat rasa sedih dan tangisan pilu. Anaknya masih kecil sedangkan ayahnya Nanta Muda Seutia Raja semakin tua. Kemana dia hendak bergantung dan kemana arah masa depan. Kondisi waktu dalam suasana perang dan ekonomi sulit. Waktu berlalu, Cut Nyak Din mulai menjalani kehidupan dengan tabah. Duka pun mulai terkikis waktu.

Teuku Umar datang berkunjung ke Muntasik tempat kediaman Cut Nyak Din dan keluarganya. Mendatangi keluarga dan sekaligus mencari tahu dan menimbah ilmu pada Nanta Muda Seutia pengalaman perjuangan. Teuku Umar kemudian melamar Cut Nyak Din, dan direstui oleh ayah Cut Nyak Din.

Penjajah Belanda mendengar berita pernikahan Cut Nyak Din dan Teuku Umar. Uleebalang Mukim IV yang memihak Belanda menjadi takut dan khawatir. Teuku Umar hanyalah pemuda biasa yang suka berpetualang.

Pertama dia menikah dengan Nyak Sopiah anak Uleebalang Geulumpang. Kemudian menikah lagi dengan Nyak Mahligai anak Panglima Sagi Mukim XXV. Setelah menikah dengan Cut Nyak Din Teuku Umar semakin terkenal.

Belanda membangun jalan dari Kotaraja ke Mukim IV. Rakyat diwajibkan bekerja pada pemerintah. Di Mukim IV Belanda mengangkat Teuku Nek. Ekonomi juga berjalan dengan baik membuat kehidupan ekonomi meningkat. Namun, rakyat risau karena Belanda mengangkat Teuku Nek yang tidak disenangi rakyat. Yang hidup seenaknya dan bertabiat buruk.

Pada 1884 Sultan Muhammad Daud Syah telah dewasa. Dalam bimbingan Tuanku Hasyim Banta Muda dan Teuku Cik Ditiro. Lalu aktif menjalankan tugas sebagai Sultan Aceh di Keumala. Kemudian memerintahkan rakyat Aceh untuk kembali melawan Penjajah Kolonial Belanda.

Waktu berikutnya dari perjuangan Teuku Umar membuat daerah Mukim IV kembali dikuasai. Untuk mengelabui Belanda rakyat mengangkat Cut Rayut adik Cut Nyak Din sebagai Uleebalang Mukim IV. Cut Nyak Din kembali membangun kehidupan rumah tangga di Lampisang.

Teuku Umar melakukan manuver cerdas, dimana dia berpura-pura bergabung dipihak Belanda. Teuku Umar melakukan perang-perangan dengan pasukan pejuang dimana dia ditugaskan belanda untuk menumpasnya. Sebelum menyerang Teuku Umar memberikan arahan pada pihak yang akan dia serang, menembak ke atas dan berlari.

Pada akhir sandiwaranya 29 Maret 1986 Teuku Umar membawa pergi 800 pucuk senjata, 2000 butir peluru, 500 kilogram amunisi, 500 kilogram timah, serta uang 18.000 dollar dari Belanda. Kemudian dia memusatkan kekuatannya di Barat Laut Aceh Raya. Untuk menghadapi pemberontakan Teuku Umar.

Gubernur Militer Belanda di Aceh mengirim surat ke Batavia meminta bantuan. Maka dikirim JA. Veter Panglima Angkatan Darat Hindia Belanda. Pada tanggal 23 Mei 1896 pasukan Belanda di pimpin Van Heutsz dan Van Daalen menyerang daerah Mukim IV dari empat jurusan.

Dalam serangan itu, pejuang aceh bertahan dengan mati-matian. Kekalahan teknologi senjata membuat pasukan Aceh mundur. Teuku Umar dan Cut Nyak Din mengungsi dan hidup berpindah-pindah tempat.

Dalam keadaan hidup susah dan kepayahan Teuku Umar meminta Cut Nyak Din untuk tinggal disuatu tempat yang tidak diketahui musuh. Namun apa kata Cut Nyak Din dengan berapi-api sambil mengangkat rencong. Rencong senjata tradisional Aceh.

“Hanya ujung peluru kafir yang dapat menghambat aku. Jangan dirisaukan aku. Aku tidak bersediah berpisah dengan kau. Aku relah menderita melanjutkan perjuangan yang suci ini. Saya terima semua ini. Oleh sebab itu harapan saya, teruskanlah perjuangan ini. Saya tetap setia mendampingimu.” Mendengar itu, Teuku Umar tidak dapat berkata lagi menjawab perkataan istrinya yang berhati singa.

Pada tanggal 25 Juli 1989 Teuku Umar diangkat menjadi Panglima Besar Angkatan Perang Aceh. Di daerah Kade Malu serta surat keputusan dengan Cap Sembilan. Acara pelantikan Teuku Umar menjadi Panglima Perang Aceh disaksikan oleh para ulama, para uleebalang. Teuku Umar bertanggung jawab langsung pada Kesultanan, Bangsa dan Agama Islam.

Teuku Umar gugur dalam usahanya menyerang kota Meulaboh. Penghianat didalam pasukanya memberi informasi pada Van Heutsz. Sehingga sebelum mencapai Kota Meulaboh tepat di Ujung Kala. Pasukan Teuku Umar yang berjumlah 800 orang dicegat pasukan Belanda.

Teuku umar gugur terkena tembakan gencar senjata otomatis pasukan Belanda. Teuku Umar dimakamkan di Desa Mugo. Belanda berusaha mencari jasad Teuku Umar namun tidak menemukannya. Konon untuk menjaga keamanan jasad teuku Umar jenazah dipindahkan ke Beutung Atas.

****

Gugurnya Teuku Umar membuat Cut Nyak Din berduka kedua kalinya. Walau bersedih tapi dia Cut Nyak Din tidak patah. Justru semakin kuat dan tegak berdiri. Maka dia kemudian mengambil tongkat komando perjuangan. Di hadapan pasukannya dia berjanji tidak akan menyerah dan akan terus berjuang sampai dia mati.

Perjuangan terus berlanjut Cut Nyak Din kemudian menjadi buruan Belanda. Pasukan khusus Marsose Belanda dimana-mana mengejar. Cut Nyak Din membentuk pasukan gerak cepat dengan taktik selalu berpindah-pindah. Sehingga pasukan Belanda selalu gagal menemukan Cut Nyak Din.

Sementara itu, di daerah lain di Aceh perperangan terus dikobarkan oleh Sultan Muhammad Daud Syah, Panglima Polim, Tuanku Raja Keumala, dan para uleebalang-ulebalang lainnya. Belanda dengan Orientalis andalan mereka Snouck Hurgronje dan Van Heuhsz berbuat tidak satria. Mereka kalah taktik dan kehabisan moral dan akal sehatnya. Snouck Hurgronje meminta Van Heuhsz menawan keluarga dan anak istri pejuang Aceh.

Kalau mereka tidak menyerah maka keluarga, anak dan istri mereka yang dihukum. Maka banyak pejuang yang menyerahkan diri untuk menebus keluarga mereka. Belanda menemukan persembunyian istri sultan di Peute Raja daerah Peusangan.

Kemudian menangkap istri sultan Cut Meurong dan putranya, Tuanku Raja Ibrahim. Setelah berhasil menangkap anak istri sultan, Belanda mengancam dalam waktu tiga bulan apabila sultan tidak menyerah. Maka anak dan istrinya yang akan dibuang.

Sultan dengan pertimbangannya akhirnya menyerahkan diri untuk membebaskan anak istrinya pada 15 Januari 1903. Kemudian diikuti oleh Panglima Polim, Tuanku Raja Keumala, para uleebalang dan pejuang lainnya. Belanda berharap perlawanan rakyat Aceh berhenti dengan menyerahnya Sultan. Namun perkiraan Belanda meleset, perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung.

Sementara itu, Cut Nyak Din masih tetap berjuang bergerilya. Dia terus menyemangati pasukan dan rakyat Aceh. Bagaimanapun orang kafir Belanda harus angkat kaki dari Aceh, katanya. Bertahun-tahun Cut Nyak Din hidup mengembara bersama pasukannya. Pakaiannya compang-camping dan kadang ditandu atau digendong oleh pasukannya.

Siang hari mereka tidak menyalahkan api. Pondok darurat yang dapat dibuat dan dibongkar dalam waktu cepat. Jejak yang dikamuplase dan penjagaan disekitar yang ketat dan bergiliran. Perjuangan terus tanpa henti dan membimbing pasukannnya. Sekarang sudah enam tahun Cut Nyak Din bergerilya di hutan. Melintasi kaki Bukit Barisan bersama pasukannya.

Seorang pasukan Cut Nyak Din yang menyayanginya, Pang Laut. Dia merasa kasihan dan sangat prihatin dengan keadaan Cut Nyak Din. Penderitaan dalam pengembaraan dan ditambah penyakit tua yaitu rabun dan lemah.

Untuk menyelamatkan pemimpin yang dia sayangi itu. Pang Laut melakukan kontak dengan pos Belanda terdekat. Kemudian dia mengirim utusan pada Kapten Veltman komandan pasukan penjajah Belanda di Meulaboh.

Pang Laut akan menunjukkan persembunyian Cut Nyak Din. Tapi dengan syarat keselamatan Cut Nyak Din dijamin. Belanda harus memperlakukannya sebagaimana wanita terhormat seperti dirinya.

Kapten Veltman menugaskan Letnan Van Vuuren dan pasukan bersenjata lengkap. Misi rahasia tidak boleh bocor dan Letnan Van Vuuren berhasil mengepung gubuk Cut Nyak Din. Saat Cut Nyak Din terjatuh dia berkata dan membuat Letnan Van Vuuren bergetar. “jangan sentuh tubuh saya, Kafir.”

Cut Nyak Din dirawat dan disediakan rumah khusus. Penyakit rabun beransur-ansur sembuh. Terdengar kabar kalau Cut Nyak Din masih hidup. Maka tokoh, rakyat berdatangan mengunjungi Cut Nyak Din. Dengan banyaknya rakyat Aceh yang mengalir mengunjungi Cut Nyak Din membuat Penjajah Belanda khawatir sekali. Takut kalau Cut Nyak Din mengobarkan perang kembali yang sudah mulai padam.

Van Daalen Gubernur Militer Aceh dan Letnan Van Vuuren berbeda pendapat. Van Daalen khawatir dan menghindari resiko perang kembali. Van Vuuren menilai kalau Cut Nyak Din sudah tua dan biarlah tetap hidup ditengah rakyat Aceh.

Letnan Van Vuuren juga ingat janji dengan Pang Laut agar memperlakukan Cut Nyak Din dengan baik. Namun atasan lebih berkuasa dan Cut Nyak Din dan pengikutnya diangkut ke Batavia. Kemudian diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat.

Di pengasingan Cut Nyak Din diperlakukan secara terhormat. Namun diperhina secara kebangsaan dan perjuangan. Jiwa terkurung dan hidup terpisah dari saudara dan rakyat. Umur semakin tua, Cut Nyak Din sang Srikandi Bangsa Indonesia akhirnya menghadap kehadirat Allah SWT. Pada 6 November 1908 dia tutup usia.

Oleh. Tim Apero Fublic
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 1 November 2020.
Sumber: Muchtaruddin Ibrahim. Cut Nyak Din. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996. Sumber foto: Pinterest. Foto pasukan penjajah Belanda diatas tumpukan jasad pejuang Aceh.

Sy. Apero Fublic.