PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

8/29/2020

Budaya Mulia Masyarakat Desa Sugihan

Apero Fublic.- OKU Selatan. Gotong Royong atau Kerja Bakti adalah budaya bangsa Indonesia sejak zaman purba dahulu. Sifat kekeluargaan yang tinggi diantara masyarakat telah menumbuhkan kesadaran bersama dalam menggapai kemajuan hidup.

Semoga kelak semangat gotong royong juga masuk dalam sistem perekonomian. Dimana masyarakat bekerjasama dalam membangun ekonomi dan membangun persatuan ekonomi, seumpamanya membentuk koperasi  tani. Yang mengatur modal, distribusi, pelatihan, dan edukasi.

Pagi ini, kegiatan gotong royong dilaksanakan oleh masyarakat di Desa Sugihan, Kecamatan Muaradua Kisam, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKU Selatan), Sumatera Selatan. Masyarakat bekerjasama dengan iklas membersihkan dan memperbaiki badan jalan menuju perkebunan mereka.

Di komandoi Kepala Desa, Bapak Zulpidin dan Ketua RT (Rukun Tetangga) setempat, diantara Bapak Amirudin. Sedangkan ketua panitia gotong royong perbaikan jalan dipimpin oleh saudara Miko Repliansah. Kegiatan dilaksanakan dari pukul 07:00 WIB sampai dengan selesai (30/08/2020).

Jalan akses penting pertanian warga tersebut adalah jalan menuju perkebunan warga. Jalan tersebut digunakan warga untuk mengangkut hasil-hasil pertanian. Seperti hasil panen buah kopi, beragam jenis sayur mayur dan lainnya.

Sehingga menjadi jalan yang sangat penting bagi warga sekitar. Walau dalam keterbatasan warga tidak berpangku tangan. Sekarang mereka perbaiki jalan dengan bergotong royong. Dengan demikian, membuat pekerjaan berat menjadi ringan dan cepat.

Semoga kekompakan warga Desa Sugihan terus terpelihara. Kemudian dari pemerintah juga akan memberikan perhatian yang lebih pada petani. Terkhusus petani di daerah Kecamatan Muaradua kisam. Misalnya Pemerintah membangunkan jalan poros untuk satu kawasan pertanian. Supaya warga mudah mengangkut hasil pertanian dan juga mudah mendistribusikan hasil perkebunan sayur mayur. Maju terus petani, majulah Indonesia.

Oleh. Zulkipli Adi Putra, S.Hum.
Editor. Selita. S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Muaradua Kisam, 30 Agustus 2020.


Sy. Apero Fublic.

Hikayat Lebung Lintah Di Desa Gajah Mati

 

APERO FUBLIC.- Pada Zaman dahulu Desa Gajah Mati masih berupa talang kecil yang sederhana sekali. Baru sekitar seratus lima puluh rumah saja. Tempat tinggal berupa pondok yang dibangun dengan kayu, beratap daun serdang, berdinding kulit pohon, dan berlantai bilah bambu. Bentuk pondok dengan latai menurun. Pola pemukiman memanjang mengikuti badan sungai. Rumah-rumah pun menghadap ke sungai. Sungai adalah jalur transportasi mereka. Serta memenuhi kebutuhan hidup, seperti mandi, mencuci, dan menangkap ikan.

Belum ada kerajaan yang memerintah di tanah Melayu. Penduduk masih hidup dalam pemerintahan taradisional mereka, bernama Pedatuan. Gelar pemimpin pedatuan adalah Depati, pemimpin talang atau kampung yaitu Datu. Sedangkan gelar kehormatan atau gelar bangsawan, Puyang.

Perahu dan rakit tertambat di tepian madi. Anak-anak selalu bermain di sungai, dan para orang tua bekerja di ladang. Suasana Sungai Keruh selalu ramai hilir mudik perahu-perahu warga. Yang pulang dari ladang atau pulang dari menangkap ikan.

*****

Di ceritakan pada masa itu. Dimana tahun dan tanggal belum ada. Di sisi Talang Gajah Mati hiduplah seorang wanita berumur limapuluhan tahun. Dia tinggal sendiri, karena suaminya telah meninggal lima tahu lalu. Sedangkan sepuluh orang anaknya telah menikah dan tinggal di rumah mereka masing-masing. Warga Talang Gajah Mati memanggilnya, Puyang Malinta.

Puyang Malinta hidup dengan bergelimang harta. Dia selalu meminjamkan emas, perak, padi kepada orang-orang membutuhkan. Tapi dengan bunga yang tinggi sekali. Bunga kalau tidak dibayar akan berbunga juga, lalu bunga itu kalau belum lunas berbunga lagi. Walau kaya tapi dia tidak mau serumah dengan anak-anak dan cucu-cucunya. Dia lebih suka hidup sendiri dan bersenang-senang. Keluarga dia anggap pengganggu yang membuat dia boros.

*****

Puyang Malinta, seperti biasa duduk berkumpul dengan ibu-ibu. Kebiasaan ibu-ibu berbincang-bincang bercerita apa saja. Menghabiskan waktu senggang mereka. Namun berbeda apabila Puyang Malinta yang berbicara. Dia selalu menyalahkan semua aktivitas orang dan orang tidak pernah benar di matanya. Lewatlah seorang ibu-ibu yang selalu beribadah pada tuhan. Dia membawa persembahan di dalam bakul dan yang dia junjung di atas kepala. Ibu itu wanita yang baik dan jujur.

“Uh, meminta pujian supaya di bilang baik. Ibadahnya cuma meminta dibilang rajin ibadah.” Ujar Puyang Malinta. Tidak lama kemudian lewat seorang ibu-ibu tua yang tidak pernah beribadah. “Uh, rambut sudah uban, selalu keluyuran. Ibadah apa sekali-sekali. Sebentar lagi mati, juga.” Kata Puyang Malintah.

Orang rajin dia bilang serakah dan tamak. Orang malas dia bilang tidak tahu diri, miskin malas. Menikah cepat dia bilang kecepatan. Menikah lambat dia hina-hina. Bukan hanya orang lain, anak dan menantunya juga begitu dia perlakukan. Sehingga mereka semua pindah rumah karena tidak tahan dengan tabiat dari Puyang Malinta.

Puyang Malinta merasa dirinya selalu benar dan tidak pernah salah. Kalau dia salah dengan berbagai jalan dia mau membenarkan dirinya. Kalau dia gagal menguasai seseorang. Dia mulai mengarang cerita bohong untuk mengajak orang membenci orang tersebut. Mulut dan pikiran Puyang Malintah benar-benar buruk dan jahat.

*****

Peristiwa buruk menimpa seorang lelaki yang sudah beristri. Akibat ulah dari mulut Puyang Malinta dia mendapat masalah besar. Ceritanya berawal ketika dia membantu seorang janda yang terjatuh saat menggendong kayu bakar. Seorang warga bercerita tentang hal itu. Tapi ceritanya tidak bermaksud memfitnah. Hanya sebatas bercerita kejadian itu saja, sebab terpelesat.

"Tadi pagi mengambil kayu bakar bersama Ayuk Raya. Kasihan, dia terpelesat, jatu berguling di bukit. Untung keranjang tak menimpa badan. Dia hampir jatuh kebawa bukit. Kalau tak ada Kak Bajau yang membantu. Tak tahu apa yang terjadi." Cerita ibu-ibu itu, pada teman-temannya.

"Memang kasihan ayuk Ruya, ya. Ditinggal mati suami, sekarang mengurus anak seorang diri." Ibu yang di sebelah berkata. Sementara Puyang Malinta diam mendengar cerita itu.

“Sepertinya sudah masak bua beluluk, kita.” Kata ibu muda seraya menggendong anaknya di punggung. Ibu-ibu sering mengolah buah enau bersama-sama untuk membuat kolang-kaling. Setelah masak, mereka mengangkat rebusan buah, lalu ada yang membelah dan ada yang mencongkel buah. Selesai dibagi rata, dan pulang kerumah masing-masing membuat minuman segar.

“Siapa tidak ada buah kelapa, ambil di rumah saya.” Kata salah satunya dan semuanya mengiakan.

“Aku tak ada, boleh minta buah kelapamu.” Kata Puyang Malintah. Sesungguhnya Puyang Malintah memiliki banyak buah kelapa, tapi dia memang serakah.

Sepulang dari sana, dan membawa dua biji kelapa tua. Puyang Malintah pulang kerumahnya. Di soreh harinya dia kemudian bercerita juga dengan ibu-ibu tetangganya. Tapi berbeda, cerita itu ditambah-tambah dengan hal yang mengarah pada perselingkuhan. Puyang Malinta yang memiliki sifat buruk punya niat bikin gaduh. Kemudian memanfaatkan cerita itu yang dia tambah-tambah. Semua ibu-ibu di sana percaya dan asik bergosip yang tidak-tidak.

“Bagaimana bisa si Bajau disana. Bisa-bisanya kebetulan sekali. Padahal Bajau ladangnya jauh.” Kata Puyang Malintah menghasut pemikiran ibu-ibu itu.

“Tak baik, kalau laki-laki terlalu dekat dengan janda. Ibarat pepatah, kalau elang berteman dengan ayam, cepat atau lambat disambar juga.” Kata seorang ibu-ibu lainnya.

Cerita yang bertambah-tambah itu berkembang menjadi fitnah. Dari mulut ke mulut dan sampai ke telinga istri si Bajau. Padahal Bajau hanya kebetulan lewat hendak pergi berburu ke hutan. Akhirnya mendapat fitnah dan dia menjadi bertengkar hebat dengan istrinya. Bahkan hampir saja bercerai. Begitulah mulut Puyang Malinta selalu berbuat demikian sepanjang hidupnya. Hasut dan hasad adalah ahlak dirinya. Sangat pandai membaca keburukan orang. Tapi dia lupa atas keburukan dirinya sendiri.

*****

Memasuki bulan kemarau di tahun itu. Seperti biasa ibu-ibu tetangga Puyang Malinta duduk bergabung dengan kerumunan warga. Tempat duduk berupa bangku sederhana berlantai bilah batang pinang diteduhi pohon beringin. Sore itu, lewat seorang anak berumur tiga belasan tahun. Anak itu, menjual makanan dan sayuran. Berbaju sederhana dan ada tambalannya. Melihat anak itu, dia bertanya anak siapa.

“Anak siapa itu?. Tanya Puyang Malintah.

“Anak Uwa Badun.” Jawab seorang ibu-ibu. Mendengar nama Pak Badun, Puyang Malinta mengenali Pak Badun. Mulai Puyang Malinta bercerita keburukan keluarga besar Pak Badun. Mulai dari kakek-nenek Pak Badun sampai anak yang baru saja lewat dia rendahkan.

“Jangan kalian mau menjadikan anak itu menantu, sebab keluarga mereka semua miskin dan tidak baik. Agar keturunan kalian tidak tertular keburukan keluarga mereka.” Ujar Puyang Malinta, di lehernya tampak menggantung kalung emas besar.

*****

Suatu hari yang cerah, Puyang Malintah jalan-jalan di tengah Talang. Dia memamerkan kalung emas dan perhiasan lainnya. Bajunya juga tenunan sutra terbaru, paling indah pada masanya. Dia membelih dari pedagang Tiongkok yang datang berdagang. Berjumpalah dia dengan seorang anak muda yang sedang bekerja membersihkan kayu gaharu untuk dijual ke pedagang Tiongkok di kota Pedatuan.

"Kamu kalau masih bujang jangan rajin bekerja. Karena, saat sudah menikah nanti kamu akan jadi pemalas." Ujar Puyang Malinta. Puyang Malinta iri pada anak muda itu. Dia takut nanti anak muda itu lebih kaya dari dirinya. Selain itu, dia iri sebab anak-anaknya semua pemalas dan bodoh.

"Puyang, sebagai anak muda kita memang harus bekerja. Mencari pendapatan sendiri, untuk membantu ekonomi keluarga. Menabung untuk keperluan sendiri, untuk keperluan belajar, untuk menikah dan lainnya. Kalau masah muda dihabiskan bermalas-malas, bagaimana punya tabungan di saat sudah menikah. Bukerja juga harus di biasakan, agar hidup terlatih bekerja keras. Mengapa negeri kita tidak maju-maju, sebab hampir semua anak muda  membuang masa muda dengan perbuatan salah. Lihat para pedagang dari negeri seberang. Mereka rajin saat muda dan berusaha setelah menikah." Jawab anak muda itu. Mendengar jawaban si pemuda membuat Puyang Malintah malu sendiri.

Sampai sekarang di Desa Gajah Mati dan di kecamatan mereka, penduduk masih percaya dengan mitos kalau seorang pemuda rajin bekerja saat masih bujangan, saat sudah menikah akan menjadi pemalas. Orang bilang yang percaya dan berkata demikian kemungkinan dia keturunan Puyang Malinta.

*****

Suatu hari, Puyang Malinta berkeliling talang, dia kemudian berjumpa dengan beberapa orang anak muda yang malas-malasan.

Aku nak menasihati kalian ini. Janganlah kalian malas-malas begitu. Harus sadar diri, awak miskin, rupa pun jelek. Apalah guna bujang macam kalian ini. Baiklah kalian bekerja sibukkan diri dengan yang bermanfaat." Kata Puyang Malintah. Menurutnya dia menasihati. Tapi si pemuda menjadi marah besar.

“Ah, Puyang ini. Sibuk menasihati orang. Coba nasihati dirimu sendiri, sudah tua masih sombong. Dimana kau berkata, disitu kau membuat onar.” Kata seorang anak muda dan semua temannya tampak marah juga.

*****

Waktu berlalu dan Puyang Malinta tidak pernah sadar diri. Pada suatu hari, datanglah seorang pedagang alat-alat rumah tangga. Menjual piring, cangkir, cerek, semuanya terbuat dari gerabah. Hari itu, semua barang-barang habis terjual. Di perahu kajang juga sudah terjual semua. Sehingga banyak mendapat kepingan emas dan perak. Kepingan emas dan perak alat tukar menukar barang masa itu. Wadah kepingan emas atau perak berupa kantong yang terubat dari kain.

Pedagang itu, meletakkan kantong emas dan kantong perak di dalam keranjang. Sebelum dagangan habis, keranjang itu wadah barang jualannya. Karena lelah, si pedagang beristirahat di bawah sebatang pohon liar di tepi jalan. Puyang Malinta lewat di hadapan si pedagang. Lalu terjadilah percakapan diantara keduanya.

“Sudah habis semua barang-barangnya, Tuan?.” Tanya Puyang Malinta.

“Iya, sudah habis semua.” Jawab si pedagang tersenyum bahagia. Puyang Malinta mendekat dan tanpa sengaja melihat kantong emas di dalam keranjang si pedagang gerabah. Timbul niat jahat, dia ingin mencuri kantong emas itu. Maka dia mencari akal bagaimana mencurinya. Di ujung jalan terdengar suara anak-anak yang akan lewan di hadapan mereka. Tampak empat orang anak-anak laki-laki mendekat. Puyang Malinta berpikir keras, dia pun menemukan ide. Dia panggil ke empat orang anak itu.

Anak-anak polos itu menurut dan mendekat Puyang Malinta dan si Pedagang Gerabah yang sedang beristirahat. Puyang Malinta akhirnya duduk di sisi pedagang. Dia berkata pada anak-anak kalau dia mau berandai-andai tentang kancil yang cerdik. Tapi dengan syarat harus menari berkeliling tempat duduk dimana dia dan si pedang gerabah istirahat, sebanyak lima keliling. Anak-anak polos itu mau dengan syarat yang mudah sekali. Dua tangan diletakkan dibahu kawan dan berlari kecil beriringan. Andai-andai adalah hiburan yang luar biasa pada masa itu.

Pada putaran ke empat, Puyang Malinta menarik kayu kecil melintang. Sehingga membuat anak-anak terjatuh. Tanpa ampun empat anak-anak itu terjatuh dan menyerempet si pedagang gerabah. Lalu tubuh pedang gerabah terdorong dan dia menjadi lengah.

Dalam keadaan itulah, tangan Puyang Malinta menyambar kantong keping emas di dalam keranjang. Lalu dengan cepat dia masukkan kedalam saku bajunya.

“Dasar anak-anak tidak sopan. Begitu saja tidak bisa, menabrak orang tua.” Ujar Puyang Malinta marah-marah. Dia meminta anak-anak itu untuk minta maaf pada si pedagang. Ke empat anak-anak itu saling menyalakan dan meminta maaf pada si pedagang. Kemudian Puyang Malinta pamit pergi dia beralasan ke empat anak-anak tidak sopan. Jadi dia tidak mau berandai-andai. Anak-anak itu kecewa dan pulang juga. Tinggal si pedagang gerabah yang kebingungan. Saat dia menyadari kepingan emas dan peraknya hilang. Barulah dia sadar, kalau telah dipermainkan Puyang Malinta.

Pedagang gerabah pergi mengadu ke rumah Datu Talang Gajah Mati. Mendengar cerita itu, Datu meminta hulubalang untuk memanggil Puyang Malinta dan empat anak-anak itu. Karena merekalah yang berdekatan dengan si pedagang di bawah pohon saat dia beristirahat.

“Puyang Malinta, Baku, Tuwa, Luga dan Mana. Jawablah dengan jujur, siapa yang mengambil emas dan perak Tuan Pedagang ini. Kalau kalian mengaku dan mengembalikan, maka tidak dihukum. Serta berjanjilah tidak akan mengulangi perbuatan jahat itu!.” Kata Datu Talang Gajah Mati dengan suara tegas.

Anak-anak yang polos hanya menjawab tidak dan menggeleng polos. Sementara Puyang Malinta berkata sangat pandai dan bersilat lidah yang sangat lihai. Bahkan dia menyudutkan kalau salah satu di antara anak-anak itu yang mungkin mengambil.

“Tidak mungkin Aku. Aku memiliki banyak emas, perak, tembaga dan harta benda lainnya. Kurang ajar sekali kalau sampai menuduh Aku. Aku sudah tua, mana mungkin berbuat memalukan begitu. Lihat di tanagn dan leherku, semuanya emas.” Kata Puyang Malinta dengan marah-marah. Dia berakting menutupi salahnya. Karena datu dan hulubalang tidak dapat membuktikan. Maka salah satu jalan terakhir adalah bersumpah. Maka dipersipakanlah acara persumpahan.

Tapi Puyang Malinta tidak mau bersumpah. Dia bilang sumpah tidak berguna sebab orang masih bisa berbohong. Dia hanya ingin bukti yang jelas bukan bermain sumpah. Karena itu, pedagang akhirnya mengalah dan mengiklaskannya. Sebelum pergi, si pedagang gerabah berkata.

“Aku serahkan pada tuhan yang maha kuasa. Hukuman dan balasan terbaik datang dari tuhan semesta alam. Terimakasih waktunya, saya pamit untuk pulang, Puyang Datu dan adinda Hulubalang selamat tinggal.” Katanya. Pedagang itu, pulang berjalan menuju Sungai Keruh. Dijalan, dia melihat banyak kubangan kerbau, lalu dia melempar batu ke dalam kubangan. Entah apa yang dia baca, kemudian dia melanjutkan perjalanan menuju Sungai Keruh dimana perahu kajang miliknya tertambat.

"Siapa nama tuan pedagang itu, hulubalang?." Tanya Datu, sambil matanya memperhatikan langkah pedagang yang semakin jauh.

"Dia dijuluki Puyang Makbol Kato, saudara seperguruan dari Puyang Kilat Kemaru dan Puyang Burung Jauh. Tempat tinggalnya di Minanga, Datu." Jelas hulubalang yang memang mengetahui sebab dia kepala keamanan, tentu orang asing datang dalam pengawasanya. Datu Talang Gajah Mati terkejut. Sekarang mereka tahu berhadapan dengan orang sakti.

*****

Keesokan harinya cuaca kurang baik. Angin dan mendung terus-menerus dari pagi sampai siang. Puyang Malinta merasa gembira sekali mendapat emas dan perak curian. Dia tertawa-tawa dan menyebut pedagang gerabah yang bodoh. Karena hari sudah siang, Puyang Malinta ingin mandi ke Sungai Keruh. Dia masukkan emas dan perak curian kedalam kotak penyimpanan yang terbuat dari kayu belian atau kayu besi. Kayu yang sangat baik kualitasnya.

Puyang Malinta menatap langit yang mendung dan gerimis. Dia akhirnya pergi mandi menuju tepian mandi. Di pertengahan jalan, tepat di sisi kubangan kerbau. Angin berhembus kencang dan kilat berkali-kali menyalah. Terdengar suara guntur, petir dan hujan turun lebat.

Tiba-tiba petir menyambar tubuh Puyang Malinta. Tanpa ampun tubuhnya hangus terbakar oleh sambaran petir. Puyang Malinta tewas seketika. Tubuhnya yang menghitam jatuh kedalam lumpur kubangan kerbau di sisi jalan. Air kubangan menciprat kesana kemari saat tubuhnya terjatuh.

“Ya tuhan, puyang Malinta tersambar petir.” Beberapa orang warga berlarian bermaksud menolong. Namun petir terus menyambar-nyambar. Sehingga penduduk berlai pulang, memberi tahu Datu dan keluarga Puyang Malinta. Hujan turun dengan lebat dan deras sekali, selama tiga hari tiga malam.

*****

Air menggenangi sekitar kubangan kerbau itu. Jenaza Puyang Malinta tampak mengapung. Anak-anak puyang Malinta dan warga Talang Gajah menemukan jenazanya yang mengenaskan. Keluarga Puyang Malinta dibantu warga mencoba mengambil jenazah.

Tapi saat mereka akan masuk air kubangan kerbau mereka melihat ribuan hewan aneh yang belum pernah mereka lihat. Hewan-hewan kecil hitam itu menyerang mereka dengan cara menggigit lalu menghisap darah. Warga yang terkena gigit terpekik dan semua berlarian keluar kubangan kerbau. Menjerit-jerit saat melepaskan hewan mengerikan itu. Dari bekas gigitan mengucur darah segar. Membuat semua orang takut dan tidak mau membantu mengambil jenazah Puyang Malinta. Lalu hewan itu dinamakan, Lintah.

Dengan terpaksa, jenazah Puyang Malinta terkubur di dalam kubangan kerbau. Waktu demi waktu, bulan berganti dan tahun berlalu. Kubangan kerbau yang awalnya sukuran sepuluh meter persegi. Waktu demi waktu air terus menggenang dan terjadi pengikisan tanah. Kubangan kerbau terus melebar dan melebar.

Seiring waktu, berabad-abad telah berlalu lamanya. Kubangan kerbau yang melebar kini menjadi lebung. Warga Talang Gajah Mati menamakannya dengan, Lebung Lintah. Lebung lintah, masih ada sampai sekarang di sisi Desa Gajah Mati, Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin.

*****

Demikianlah, kisah manusia yang mendapat hukuman akibat sifat buruknya. Sombong, suka berkata-kata buruk, menghasut dan berkata-kata bohong. Suka membicarakan kekurangan orang dan tidak menyadari kekurangan diri sendiri. Suka berkata buruk yang menyebut aib orang dari kakek-nenek sampai anak cucunya. Suka menghasut orang banyak dengan kata-kata yang dia tambah-tambah sesuai nafsunya. Mengarang-ngarang cerita tahayul, juka suka untuk merendahkan orang lain. Hanya karena dirinya punya sedikit harta atau jabatan.

Konon penduduk Talang Gajah Mati yang memiliki sifat demikian masih keturunan dari Puyang Malinta. Selain itu, keturunan juga menyebar di Marga Sungai Keruh dan dibelahan dunia ini. Salah satu ciri-ciri keturnan puyang Malinta dia suka berkata-kata.

“Masih bujang jangan rajin bekerja, nanti kalau sudah menikah akan jadi pemalas.”

Selain itu, orang-orang berkata demikian adalah orang bodoh yang tidak punya pengetahuan hidup. Dia beranggapan masa muda baiklah dihabiskan berbuat buruk dan tidak baik. Agar orang tersebut kelak menjadi orang miskin dan bodoh seperti dirinya.

Oleh. Joni Apero
Editor. Desti. S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 30 Agustus 2020.


Daftar kata: Lebung: Tempat penampungan air alami terletak di kawasan tanah renah. Lebung bentuknya seperti danau hanya saja ukurannya lebih kecil. Selain menampung air hujan lebung juga menjadi bagian penampungan air hujan saat terjadi banjir alami di sepanjang aliran sungai-sungai (daerah tanah renah).

Hulubalang: Perwira atau pemimpin prajurit semasa kerajaan zaman dahulu. Datu: Gelar kepala desa zaman dahulu sebelum masuknya pengaruh hindu-budha dan Islam. Pedatuan: Pemerintahan bersifat genoalogis atau sistem marga pada zaman kedatuan Sriwijaya-Kesultanan.

Talang: Nama pemukiman penduduk Melayu pada zaman dahulu. Kalau sekarang desa. Seiring waktu Talang  berubah makna misalnya kebun buah-buahan atau pemukiman kecil yang sederhana di dalam hutan. Gerabah: Barang pecah belah yang terbuat dari tanah liat.

Sy. Apero Fublic.

KABA: Cerita Ringkas Si Manjau Ari

Apero Fublic.- Kaba. Datuak Bandaro seorang raja yang disegani di tanah Payuang Sakaki dan istrinya bernama Putri Lindung Bulan. Mereka mempunya dua orang anak. Yang laki-laki bernama si Manjau Ari dan yang perempuan bernama, si Murai Randin.

Datuak Bandaro ingin anak laki-lakinya menjadi seorang yang hebat dan gagah perkasa di Negerinya. Maka dia memberi saran kepada anaknya untuk menuntut beberapa ilmu. Tapi bagi putranya, si Manjau Ari yang dia inginkan hanya belajar mengaji pada seorang lebai di sebuah Kampung. Lebai itu bernama Lebai Panjang. Lebai adalah gelar tokoh agama sama seperti kiai.

Saat hendak memulai belajar, Manjau Ari dinasihati adiknya agar selalu patuh pada sang guru. Jangan suka membantah apa yang dinasihati sang guru. Nasihat adiknya selalu Manjau Ari ingat baik-baik. Maka mulailah belajar dengan tekun pada guru mengajinya.

Manjau Ari seorang anak yang cerdas, sehingga dia dengan mudah menguasai semua ilmu pengetahuan dari sang guru. Namun, sang guru timbul rasa dengki dan iri hati. Dia sangat khawatir kalau  Manjau Ari, muridnya sendiri akan mengalahkan kehebatan dirinya. Maka timbul niat Lebai Panjang untuk mencelakai Manjau Ari.

Dengan alasan kalau Manjau Ari diminta ayah dan ibunya untuk pulang. Kemudian sang guru juga ikut mengantar Manjau Ari pulang. Setiba di rumah Manjau Ari, sang guru jahat mengarang cerita buruk. Dia mengatakan pada Datuak Bandaro dan Putri Lindung Bulan kalau anak mereka Manjau Ari anak yang celaka, kurang ajar dan bodoh. Oleh sebab itu, sebaiknya Manjau Ari dibuang dan diusir dari rumah.

Karena yang berkata dalah seorang guru dengan gelar Lebai. Maka orang tua Manjau Ari mengikuti perkataan Lebai Panjang. Sehingga akhirnya, Manjau Ari diusir dari rumah. Mendapati hal demikian, Manjau Ari sadar kalau dia sudah difitnah oleh gurunya sendiri. Tapi dengan sabar dia pun diam saja tidak membantah hal tersebut.

Sebelum pergi, Manjau Ari meminta ibat nasi pada ibunya. Tapi, jangankan mendapat ibat nasi, malahan Manjau Ari mendapat sumpah serapa dari kedua orang tuanya. Dengan perasaan sedih Manjau Ari pergi melangkah entah mau kemana, tanpa tujuan. Air matanya jatuh tidak tertahan dan diapun menangis di dalam perjalanannya.

Waktu berlalu. Beberapa waktu kemudian tibalah dia pada suatu tempat. Karena lelah dalam pengembaraan itu, Manjau Ari sedang beristirahat. Beberapa saat kemudian, saat sedang istirahat itu lewatlah Raja Kinali. Dia bertanya pada Manjau Ari mengapa sebab dia sampai kesasar ketempat itu. Sebelumnya, Raja Kinali sudah ditunangkan dengan Murai Randin adik Manjau Ari.

Melalui Raja Kilani, Manjau Ari mengirim pesan pada adiknya Murai Radin. Untuk membawakan rencong dan emas perak. Murai Randin segerah mencari kakaknya untuk memberikan Rencong dan emas perak, dan bekalnya. Sesaat bertemu Murai Randin terharu diapun menangis melihat keadaan kakaknya. Manjau Ari memakan bekal yang dibawa oleh adiknya.

Setelah selesai makan, Manjau Ari bersiap pergi mengembara lagi. Dia meminta Murai Randin untuk pulang. Tapi Murai Randin tidak mau, dan Manjau Ari membujuk adiknya pulang tetap tidak mau. Akhirnya kakak beradik itu pergi mengembara bersama. Tibalah mereka di sebuah hutan belantara. Dari hewan buas sampai para perampok yang menyerang dan mengancam keduanya.

Beberapa waktu kemudian, sesaat setelah berkelahi melawan perampok. Manjau Ari merasa sangat lelah sekali. Sehingga dia mengantuk dan ingin tidur. Sebelum tidur dia berpesan pada adiknya, Murai Randin.

“Adinda, jangan mengambil rencong kakanda, sebab adinda akan terkena musibah, bahkan bisa meninggal dunia.” Pesan Manjau Ari. Murai Randin mengiakan dan Manjau Ari tertidur pulas. Beberapa saat kemudian Murai Randin merasa badannya kurang enak. Sehingga memerlukan obat untuk tubuhnya. Murai Randin mengambil buah pinang untuk membuat obat dirinya.

Karena tidak ada pisau atau alat lainnya. Murai Randin meminjam rencong kakaknya. Dia ingat pesan sang kakak. Tapi dia merasa tidak mengambil, hanya meminjam. Saat sedang membelah buah pinang atau buah bangka itu. Tanpa sengaja Murai Randin melukai tangannya. Darah mengucur deras dan tidak mau berhenti. Akhirnya, karena kehabisan darah Muarai Randin meninggal dunia.

Manjau Ari terbangun dari tidur pulasnya. Saat dia melihat adiknya berlumuran darah. Manjau Ari sangat panik dan berusaha menolongnya. Namun takdir telah berkata lain, Murai Randin telah meninggal dunia. Manjau Ari berusaha untuk bunuh diri. Dia tidak bisa menerima kematian adiknya. Namun anehnya seberapa keras dia berusaha untuk bunuh diri, tetap tidak mati dan tidak bisa.

Akhirnya Manjau Ari menyerah dan kembali mengembara. Dua bulan kemudian tibalah Manjau Ari di sebuah Kampung. Di sis kampung hidup sebuah keluarga sederhana, Keluarga Mande Rubiah. Memiliki dua orang anak.

Anak pertama bernama Puti Kasumbo dan anak kedua Puti Bonsu. Manjau Ari berjumpa dengan Mande Rubiah. Kemudian Manjau Ari diundang bertamu. Saat itulah, Manjau Ari bercerita tentang kehidupannya.

Mande Rubiah merasa prihatin dan sangat tersentuh dengan kisah Manjau Ari. Oleh Mande Rubiah Manjau Ari dipersilahkan tinggal di rumahnya. Mande Rubiah memberikan pakaian yang bagus dan bersih. Karena kebaikan Manjau Ari, maka Mande Rubiah menikahkan anak tertuanya Puti Kasumbo dengan Manjau Ari.

Dari pernikahan keduanya mendapat dua orang anak. Anak tertua bernama Rangin Pamenan dan yang kedua bernama Rajo Nyao. Puti Kasumbo wanita yang baik dan bijak sana. Dia membuat Manjau Ari dan kedua orang tuanya Datuak Bendaro dan Putri Lindung Bulan berbaikan kembali. Hubungan keluarga yang rusak sebab fitnah orang lain, Lebai Panjang.

Kedua anak Manjau Ari mulai dewasa. Keduanya akan menghukum Lebai Panjang kalau mereka sudah besar nanati. Sebab fitnah Lebai Panjang ayah mereka hidup menderita sejak kecil.

Sementara itu, Murai Randin ternyata hidup kembali sepeninggal Manjau Ari. Dia kembali pulang ke rumahnya. Saat waktunya tepat, Murai Randin menikah dengan Raja Kinali, tunangannya sejak kecil. Akhirnya, keluarga Manjau Ari kembali berkumpul dan hidup bahagia.

Rewrite. Apero Fublic.
Editor. Desti. S.Sos
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 29 Agustus 2020.
Sumber: Kaba si Manjau Ari. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.

Kaba adalah sastra klasik dari daerah Melayu Minangkabau atau Provinsi Sumatera Barat. Kaba sama dengan sastra klasik dari kawasan Melayu lainnya, seperti di Malaysia, Brunaidarussalam, Palembang dan lainnya. Cerita kaba bersifat hayalan atau fiksi namun memberikan nilai-nilai positif dan baik untuk pembacanya.

Sy. Apero Fublic.

8/28/2020

Mengenal Wisata Bukit Mangkol Bangka Belitung

Apero Fublic.- Bangka Belitung. Mengenal wisata alam di Bukit Mangkol. Kawasan Bukit Mangkol terletak di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kabupaten Bangka Tengah, Kecamatan Simpang Katis, Desa Terak. Dari google map jarak Bukit Mangkol dengan Kota Pangkal Pinang hanya sepuluh kilometer dengan lama perjalanan kurang lebih 20-30 menit.

Dikutif dari wowbabel.com kawasan wisata Bukit Mangkol pernah mengalami kerusakan parah. Dimana air terjun sempat menjadi keruh dan banyak sampah dialiran air. Selain itu, perburuan satwa dan perambah flora hutan juga terjadi.

Membuat kondisi alam menjadi rusak dan satwa ada yang terancam puna, mentilin. Beruntung hadir kelompok pemuda peduli lingkungan Bukit Mangkol, "Bujang Squad" yang peduli terhadap konservasi alam.

Rusaknya hutan akan mengancam ketersediaan air bersih. Sebab tidak ada lagi kawasan resapan air. Apabila terjadi hujan, air akan langsung mengalir sekaligus ke hilir. Terkadang menyebabkan bencana banjir atau banjir bandang. Maka dari itu, mari kita jaga alam dan hutan dikawasan konservasi, hutan lindung, dan kawasan lahan gambut.

Bukit Mangkol atau juga disebut Gunung Mangkol diperkirakan memiliki luas area kurang lebih 6.009,51 hektar. Terdiri dari jajaran perbukitan yang meliputi, Bukit Pau, Bukit Tengkorak, Bukit Kelambu, Bukit Anyir, Bukit Berambai, Bukit Gadong, Bukit Mata Ayam dan terakhir Bukit Tanyas.

Ada hewan endemik Indonesia di pulau Bangka, yaitu Mentilin. Semoga kawasan konsevasi alam Bukit Mangkol terjaga dan satwa mentilin tidak punah. Mentilin memiliki nama ilmia tarsius bancanus yang merupakan hewan endemik Indonesia yang juga terdapat di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Mentilin juga ditetapkan sebagai fauna identitas Provinsi Bangka Belitung.

Bukit Mangkol berstatus sebagai hutan lindung. Sehingga memiliki berbagai aturan-aturan dan hukum. Namun ada sedikit hambatan untuk kelestarian hutan. Misalnya perambahan hutan, pencurian kayu, dan perburuan satwa.

Sebagai saran, agar pemerintah melakukan edukasi dan pemberdayaan masyarakat setempat. Misanya mereka dipekerjakan sebagai penjaga hutan dan sebagai karyawan konservasi. Sehingga mata pencaharian mereka beralih tidak lagi bergantung pada sistem ladang dan perkebunan.

Air terjun di Bukit Mangkol terdapat tiga lokasi yang sering dikunjungi warga. Di hari libur pengunjung akan banyak datang untuk berlibur. Transportasi: untuk saat ini menuju lokasi air terjun baik dengan sepeda atau sepeda motor.

Sedangkan kendaraan jenis mobil sebaikanya dengan sopir handal. Pada pemandian kedua yang paling banyak dikunjungi. Ada terdapat gazebo yang bisa disewa pengunjung dengan harga terjangkau.

Saat Anda berkunjung ke Bukit Mangkol dan ke lokasi air terjun. Agar jangan membuang sampah plastik sembarangan, bawak kembali turun sampahnya. Hati-hati dengan penggunaan api, terutama musim kemarau.

Jangan berbuat mesum dan amoral lainnya. Jangan membawa minuman keras, jangan membawa semua jenis narkoba. Hindari sifat berlebihan dan jaga keselamatan. Selamat menjelajah alam dan cintai alam.

Oleh. Padli. S.Pd.
Editor. Selita. S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Musi Banyuasin, 29 Agustus 2020.
Foto. Doc. Ali Akbar. Bukit Mangkol, Bangka Belitung.


Sy. Apero Fublic.