8/12/2019

Mitos Puyang Burung Jauh: Terbentuknya Desa Penggage dan Desa Sugiwaras

Apero Fublic.- Puyang memiliki dua pengertian, secara sempit dan secara luas. Secara sempit Puyang adalah panggilan untuk orang yang lebih tua dari kakek atau nenek. Orang yang di tuakan. Secara luas, puyang adalah gelar untuk orang tua terdahulu yang memiliki kesaktian atau kemampuan lebih. Puyang juga bermakna leluhur, dari suatu kelompok masyarakat. Munculnya gelar puyang di kemudian hari, setelah orang tersebut sudah tidak lagi hidup. Sehingga muncul banyak cerita legenda dari orang tersebut.

Mitos Puyang Burung Jauh sangat populer zaman dulu di  masyarakat Melayu Sumatera Selatan. Burung Jauh adalah sejenis burung yang berbunyi “jauhjauhjauh.” Maka masyarakat mengartikan kalau itu adalah peringatan agar masyarakat pergi selekasnya dari tempat itu. Karena dianggap akan datang sesuatu yang buruk di tempat pemukiman mereka.

Orang Melayu menganggap burung tersebut adalah jelmaan orang sakti. Dia datang memberi peringatan pada masyarakat di suatu tempat. Misalnya masyarakat yang mendiami sebuah Desa, Talang, atau Ladang. Kemudian mereka mendengar suara burung jauh di sekitar pemukiman mereka. Maka masyarakat tersebut akan segerah pindah. Walaupun pemukiman yang mereka tempati sudah lama, berumah bagus, sudah ada perkebunan harta benda mereka. Mereka akan tetap meninggalkan pemukiman tersebut.

Masyarakat berpendapat kalau Burung Jauh adalah Jelmaan Seorang Sakti dari para leluhur orang Melayu untuk melindungi mereka. Masuknya Islam, masyarakat berpendapat Puyang Burung Jauh menurut kepercayaan orang-orang Melayu Sumatera Selatan adalah penjelmaan karomah dari wali-wali Allah. Ada juga yang berpendapat Puyang Burung Jauh adalah jelmaan dari Nabi Khidir.

Menurut mereka, Nabi Khidir datang untuk memberikan peringatan akan adanya mara bahaya atau keburukan yang menimpa tempat yang di diami penduduk. Karena orang Melayu adalah umat Islam yang di cintai oleh Rasulullah SAW. Berikut tiga jenis keburukan yang kemungkinan menimpah masyarakat yang didatangi Burung Jauh.

1. Penanda Ada Bencana Alam
Menurut masyarakat salah satu bentuk peringatan tersebut dari bencana alam. Seperti banjir besar, gempa, kebakaran, gunung meletus, angin topan.
2. Penanda Kalau Ada Marabahaya
Puyang Burung Jauh juga memberi tanda kalau akan ada mara bahaya. Misalnya serangan musuh, serangan hewan buas. Misalnya akan dilalui oleh kawanan gajah, kawanan harimau. Bencana kelaparan atau gangguan suban (siluman).
3. Mitos Adanya Wabah Penyakit
Misalnya adanya penularan wabah penyakit. Sehingga dengan pindah masyarakat akan dapat menghindari wabah tersebut.

Puyang Burung Jauh datang memberi peringatan. Kedatangannya berarti sudah sangat penting urusannya. Sehingga mau tidak mau harus pergi. Kalau tidak sesuatu yang buruk akan terjadi pada mereka semua. Belum ada keterangan yang kuat tentang bentuk dan rupa Burung Jauh.

Ada masyarakat menceritakan kalau Burung Jauh sangat kecil seperti burung pipit. Tapi memiliki suara yang kuat dan nyaring. Ada juga masyarakat menerangkan kalau Burung Jauh sebesar burung elang. Bulunya putih bersih dan berjambul putih yang melingkar seperti sorban seorang ulama. Ada juga masyarakat menyatakan seperti burung merpati.

Yang paling banyak berpendapat: karena orang sakti maka dapat menjelma jadi bentuk burung apa saja sesuai kemauannya. Seperti burung merpati, elang, pipit, punai dan sebagainya. Yang pasti Burung Jauh tersebut berbunyi jauh, jauh, jauh. Kadang berbunyi sampai tiga hari tiga malam. Kadang berbunyi beberapa kali saja tapi didengar jelas oleh penduduk.

Peristiwa nyata dan menjadi bukti yang menjelaskan kepercayaan masyarakat Melayu adanya Puyang Burung Jauh. Terjadi di awal abad ke-18 M semasa kesultanan Palembang Darussalam. Waktu itu, Marga Sanga Desa dipimpin oleh Pasirah Pangeran Mangkurebin. Perpindahan besar-besaran orang-orang Melayu di pedalaman yang tinggal di sepanjang Sungai Keruh anak dari Sungai Punjung terjadi.

Pada awalnya mereka semua di datangi oleh Burung Jauh sehingga mereka pergi. Meliputi Dusun Irik, Dusun Tinggalam, Talang-Talang sekitarnya semuanya meninggalkan daerah mereka dengan terburu-buru. Sebagian penduduk yang melarikan diri ke hulu Sungai Punjung, kemudian masuk ke terusan-terusan sungai kecil lalu sampai di tepian Sungai Musi. Kemudian mereka menetap dan membentuk Dusun Penggage.

Sebagian lagi masyarakat tersebut juga tiba di tepian Sungai Musi dari arah yang berbeda yang kemudian membentuk Dusun Sugiwaras. Sugiwaras kemudian menjadi ibu kota Marga Punjung semasa Pemerintahan Kolonial Belanda.[1] Sekarang kedua desa ini masuk dalam administrasi Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin.

Perpindahan penduduk yang tersebut adalah bentuk dokumentasi dari kepercayaan adanya Puyang Burung Jauh. Entalah apakah Burung Jauh adalah mitos atau kenyataan, Wallahu a'alam bish-shawabi.

Oleh. Joni Apero.
Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, 27 Juli 2019.
Sketsa: Apero Fublic
Mohd. Oedji Anang. Sejarah Marga Sanga Desa dan Silsilah Pasirah-Pasirah yang Pernah Memimpinya. Bandung: t.pn, 1985. Wawancara dengan warga masyarakat di Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.


[1]Mohd. Oedji Anang, Sejarah Marga Sanga Desa dan Silsilah Pasirah-Pasirah yang Pernah Memimpinya, Bandung: t.pn, 1985,  h. 29.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment