PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

6/19/2020

Mengenal Tanaman Buah Jeruk Atau Limau

Apero Fublic.- Siapa yang tidak kenal dengan buah jeruk atau buah limau. Buah-buahan yang sudah menjadi komoditas industri dan bisnis pertanian. Jeruk atau limau juga memiliki banyak jenis varietas atau kerabat jeruk.

Seperti jeruk kunci, jeruk purut, jeruk nipis, jeruk manis, jeruk lemon, orange dan lainnya. Semua jenis jeruk memiliki manfaat maising-masing. Mulai dari bumbu masakan, penyedap kuliner, industri minuman, obat-obatan, minuman segar seperti jus jeruk atau es jeruk.

Secara umum jeruk atau limau memiliki nama ilmiah citrus dalam marga rutaceae atau jenis-jenis jeruk. Jeruk berkembang biak dengan biji dan cangkok. Bauh jeruk memiliki bauh yang khas dan 90 persen buah adalah kandungan air.

Pada umumnya jeruk rasanya asam, dan untuk jenis jeruk tertentu asam-manis. Sekarang jenis jeruk telah dikembangan untuk jenis jeruk hibrida. Jeruk yang dapat berbuah lebih banyak serta tumbuh cepat. Umur tiga tahun jeruk hibrida atau jeruk budidaya telah berbuah dengan baik.

Jeruk termasuk tanaman pangan dan tanaman industri. Budidaya jeruk termasuk jenis usaha yang menjanjikan. Apabila anda dapat berkebun jeruk seribu batang dengan baik. Anda akan mendapat keuangan yang luar biasa.

Jeruk yang dibudidaya akan menghasilkan buah dalam waktu berkelanjutan. Menurut para petani berpengalam, masa berbuah jeruk sepanjang tahun. Tapi ada masa jeruk berbuah puncak dimana buah akan melimpah.

Apabila Anda ingin menjadi petani jeruk. Tentu harus belajar sistem pertanian moderen terlebih dahulu. Mulai dari memilih bibit, cara menanam, cara merawat dan bagaimana menjual hasil panen. Dengan demikian Anda telah menciptakan lapangan kerja mandiri. Tinggal pilih jenis jeruk mana yang ingin anda kembangkan.

Dalam hal kandungan gizi, jeruk banyak mengandung vitamin c sebagaimana jenis buah-buahan lainnya. Baik untuk mencegah panas dalam dan baik untuk metabolisme tubuh. Namun, mengkonsumsi buah jeruh berlebih juga dapat menyebabkan asam lambung naik. Maka untuk Anda penderita sakit maag agar tidak mengkonsumsi jeruk dalam keadaan perut kosong. Jeruk manis yang masih mentah enak juga di jadikan rujak yang pedas.

Oleh. Ramadhani. S.Hum.
Editor. Desti. S.Sos.
Fotografer. Dadang Saputra.
Palembang, 20 Juni 2020.

Sy. Apero Fublic.

Mengenal Tanaman Buah Rambutan.

Apero Fublic.- Mengenal buah-buahan rambutan sebagai salah satu tanaman pangan yang bermanfaat dan bergizi. Dengan mengenal secara baik berati kita menjadi manusia yang berpikir. Kemungkinan mengapa buah ini dinamakan buah rambutan. Karena kulit buahnya memiliki bentuk rambut halus dan tegak. Bahasa melayu rendah menyebutnya dengan, buah mutan.

Rambutan memiliki nama ilmiah Nephelim Lappaceum yang masih kerabat dengan tanaman buah-buahan pedare (kelengkeng), leci, matoa, dan lainnya. Rambutan termasuk tumbuhan dikotil atau tumbuhan berkeping dua, berakar tunggang. Dinamakan berkeping dua karena saat bijih buah tumbuh terbuka dua daun pada tunas tumbuhnya. Sistem berkembang biak dengan biji dan juga sistem cangkok.

Rambutan tumbuh baik di kawasan tropis yang mendapat air cukup. Dapat hidup di dataran renda atau dataran tinggi. Sebaran tumbuhan rambutan mulai dari kawasan Asia Tenggara, Afrika, Karibia, Amerika Tengah, dan India. Tumbuhan buah rambutan memiliki banyak sekali varietas asli. Pembedaan dari jenis dan bentuk buah. Mulai dari jenis buah kecil sebesar ibu jari (mutan sapulut), sampai sebesar telur itik.

Varietas alami, daging buahnya terdiri tiga jenis, yaitu jenis tidak ngelotok, ngelotok basah, dan ngelotok kering. Ngelotok istilah penyebutan untuk daging buah yang mudah dipisahkan dari biji atau tidak bisah dipisah dari biji. Ngelotok basa adalah pertengahan antara ngelotok dan tidak ngelotok.

Jenis varietas asli atau alami mungkin terdapat puluhan jenis dan beragam ukuran besaran buah. Varietas asli di tanam penduduk secara tradisional di kebun buah-buahan yang tumpang sari. Penduduk menamakan dengan istilah Talang Buah.

Rambutan varietas hibrida yang sekarang banyak dibudidayakan. Karena jenis ini memiliki daging buah tebal, muda terkelupas (ngelotok), dan manis. Selain itu, varietas hibrida atau bibit unggul waktu berbuah lebih cepat. Usia tiga tahun sudah berbuah dengan baik.

Berbeda, dengan jenis alami yang memiliki bermacam-macam jenis. Masa produksi atau berbuah lebih lama. Namun kelebihan varietas alami adalah terletak pada ketahanan hidup. Dimana batang pohon lebih tinggi, besar, dan tidak memerlukan perawatan seperti rambutan hibrida. Dapat bertahan hidup puluhan sampai ratusan tahun.

Sebagaimana buah lainnya, rambutan mengandung vitamin C, serat, dan rendah kalori. Selain itu, buah rambutan juga mengadun vitamin B3 atau niacin. Sedikit kandungan protein, mineral. Belum ada informasi tentang pengolahan rambutan menjadi makanan industri dan produk kecantikan. Rambutan dapat diolah menjadi jus atau es buah.

Oleh. Ahmad Reni Efita.
Editor. Selita. S.Pd.
Fotografer. Dadang Saputra.
Sekayu, 20 Juni 2020.

Sy. Apero Fublic.

KKN Relawan: Bukti Nyata Pengabdian Mahasiswa Di Tengah Masyarakat.

Apero Fublic.- Tahun yang sulit (2020), itulah yang saat ini kita ketahui. Dunia terasa sempit dan terbelenggu entah kapan akan usai kembali. Berbagi sedikit cerita tentang KKN (Kulia Kerja Nyata) kami pada masa pendemi virus corona ini. KKN yang seadanya sebab keadaan yang tidak memungkinkan.

Sebelumnya, kami pulang untuk libur sementara. Karena mengikuti anjuran pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona (social distancing). Kampus meliburkan dan kami pulang semua ke daerah masing-masing.

Tidak menyangka kalau keadaan libur begitu panjang. Sehingga banyak diantara kami tidak membawa pulang almater. Tidak menyangka kulia melalui daring, dan pengurusan administrasi KKN juga melalui internet. Semua apa-apa dilakukan melalui internet.

Sampailah masa KKN untuk kami yang smester tujuh. Beberapa protokol kesehatan pelaksanaan KKN, seperti teman kelompok sesama daerah, memakai masker, jaga jarak, menjaga kebersihan terutama kebersihan tangan dan membantu masyarakat dalam menanggani penyebaran virus korona. Kami tidak memakai almater kampus karena tertinggal di kontrakan di Kota Palembang.

Kemarin, Rabu 17 Juni 2020, kami bertugas di sebuah posko kesehatan pemantauan pandemi virus corona yang terletak di Jalur 23, Desa Sumber Mulyo, Kecamatan Pulau Rimau, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Saya, Kiki Dian Fatmala Devi, Ima Matul Qudsiyah, Ulfa Nurhidayati, bertugas di posko.  Begitu pun teman kami Dzorotut Taqiyah dan Delta.

Kegiatan di posko korona dimulai dari pukul 09:00 sampai 12:30 WIB. Setelah istirahat, shalat dan makan. Kembali bertugas kembali pada pukul 13:30 sampai pukul 16:00 WIB. Adapun tugas kami, seperti pengecekan suhu tubuh dan berbagi informasi, mengingatkan hidup bersih, memakai masker, cuci tangan dan lainnya.

Semoga, KKN ini menjadi berkah dan menjadi hikmah untuk kita semua. Semoga bencana virus corona cepat berlalu dan kita hidup normal lagi. Mari, kita berdoa dan teman-teman KKN lainnya dalam lindungan Allah SWT. Sehat selalu dan semoga kita dapat wisudah bersama-sama. Sekian untuk informasinya, tunggu informasi selanjutnya dari team kami.

Oleh. Kiki Dian Fatmala Devi.
Editor. Desti. S.Sos.
Fotografer. Dadang Saputra.
Pulau Rimau, 19 Juni 2020.
Sumber foto utama. Kiki Dian Fatmala Devi mahasiswi UIN Raden Fatah Palembang. KKN angkatan 73 tahun 2020.
Buat teman-teman mahasiswa yang ingin mempublikasikan kegiatan seputar kampus, laman info kampus. Dapat mengirim artikel ke Apero Fublic melalui email redaksi fublicapero@gmail.com atau melalui whatsApp 081367739872.

Setiap isi artikel dan kebenaran data adalah tanggung jawab dari pengirim. Pihak Apero Fublic tidak bertanggung jawab apabila ada penyalagunaan dan unsur pelanggaran undang-undang Negara Republic Indonesia.

Sy. Apero Fublic.

Puyang Buaye: Asal Usul Istilah Buaya Darat Pada Laki-Laki Penjahat Wanita

APERO FUBLIC.- Puyang Buaye adalah andai-andai asal usul munculnya istilah lelaki buaya yang suka mempermainkan wanita dan berbuat tidak sopan pada kaum wanita. Buaye dalam bahasa Indonesia berarti buaya.

*****

Suatu hari, seorang gadis seorang berada di rumah seorang diri. Keluarga sedang berada di ladang, menugal padi. Menugal istilah penyebutan menanam padi bergotong royong. Sudah menjadi adat kebiasaan orang Melayu kalau seorang gadis selalu di rumah. Membersihkan rumah, memasak dan menenun songket. Hal demikian dimaksudkan agar mereka terbiasa dan terlatih saat menikah nanti.

Siang itu, keadaan Talang Lebang sedang lengang. Sebuah rumah yang terletak agak ketepi. Halaman rumah panggung tipologi basepat tampak bersih, sebab baru selesai di sapu. Seorang gadis di serambi depan sedang duduk menenun songket. Warna kuning emas khas songket Palembang. Dia berbaju kurung bersulam benang emas, berkain sepinggang, rambut panjangnya diselimuti dengan selendang songket. Betapa caniknya gadis Melayu.

Sementara itu, di Sungai Keruh tidak jauh dari rumahnya. Seekor buaya besar muncul dari dalam air, lalu merayap naik tebing sungai. Tampak jejak kakinya membenam di tanah berlumpur. Terus merayap menuju pemukiman penduduk Talang Leban, lalu menghilang di semak-semak.

*****

Seorang pemuda berwajah tampan, berumur dua puluhan tahun. Berjalan santai di jalanan bedebu pasir puti. Tanjak songket bersulam benang biru melingkar di kepalanya. Baju kurung berlengan panjang, celana pajang kuning, dan di pinggangnya melingkar kain songket merah. Dia berjalan melewati sebuah rumah.

Permisi, maaf menggangu adinda. Bolehkah tahu apa nama talang ini.” Tanya pemuda tampan itu dengan ramah, diikuti senyum manis.

“Talang Leban namanya kanda. Siapakah kakanda kiranya, dan mau ke mana.” Jawab gadis cantik itu, dia berdiri di serambi rumahnya. Tampak malu-malu dengan kerudung songket itu.

“Saya datang dari jauh, dari bumi pedatuan seberang. Hendak berkelana dan melihat-lihat negeri-negeri Melayu.” Ujar si anak muda. Tampak tangannya memegang sebuah senjata, dan pedang menggantung di pinggangnya.

“Oh, begitu kiranya. Silahkan lanjutkan perjalanan kakanda. Saya masih banyak pekerjaan.” Jawab si gadis.

“Adinda, bolehkan kakanda mampir dan menumpang minum sebentar.” Kata si pemuda.

“Maaf kakanda, bukan tidak menghargai dan bermaksud menolak tamu. Tapi sudah menjadi adat istiadat kita orang Melayu. Seorang wanita yang sendiri, tidak boleh menerima tamu laki-laki. Baik itu gadis, istri orang tidak patut berdua dengan laki-laki yang bukan saudara sekandungnya. Jangankan orang lain, saudara iparnya, atau saudara lain yang sudah jauh juga tidak boleh. Saya berharap, kakanda mengerti dengan adat istiadat kita ini.” Jelas si gadis. Kemudian dia kembali menenun dan tidak memperdulikan si pemuda itu. Si pemuda itu berbalik, kemudian dia meracau membaca mantra-matra.

“Hum, segalah puyang aingin, datu segalah penjuru. Tanah berkuasa tas langit. Langit mengunci hati dan pikiran. Berbalik arah matahari terbit. Hujan dan malam begitu gelap. Hum. Hum. hum” Pemuda itu menghentakan kaki tiga kali ke bumi.

Ada angin deras bertiup kencang. Kemudian menerpa si gadis itu. Entah apa yang terjadi membuat si gadis hilang kesadaran dirinya. Dia meresa dunia berbeda dan indah sekali. Lupa akal sehatnya dan merasa sangat dekat dengan pemuda yang belum dia kenal. Tapi seakan dia sangat mencintainya.

Dengan perlahan dia bangkit dan membuka pintu serambi yang sebatas pinggang tingginya. Pemuda asing itu, naik tangga rumah dengan senyum lebar. Tampak taring dikedua belah giginya. Si pemuda masuk dan menutup pintu. Cukup lama mereka berdua di rumah si gadis. Setelah selesai dengan urusannya si pemuda asing itu pergi menuju Sungai Keruh. Saat di bibir tebing dia terjun ke dalam sungai, lalu wujudnya berubah menjadi buaya.

*****

Si gadis yang ditinggal tampak termenung. Dia baru sadar ketika mendengar kokok ayam. Dia merasa bingung dengan dirinya yang terbaring di kamarnya. Dia hanya memakai kain sebidang. Kemudian dia keluar dan tetap tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Hal demikian terjadi berlanjut beberapa bulan lamanya. Orang tua si gadis juga merasa aneh mengapa anak gadis demikian. Sering merenung, menyendiri dan menyendiri.

Di tempat lain kejadian serupa juga terjadi. Pemuda asing itu, datang dan pergi mendatangi gadis-gadis seperti itu. Dalam waktu beberapa bulan sudah puluhan korban si pemuda asing yang dapat berubah menjadi buaya. Banyak terjadi keributan dan keguncangan di setiap Talang penduduk.

Dimana mereka mendapati anak mereka hamil tampa menikah. Orang-orang tua juga merasa anak-anak gadis mereka baik-baik saja. Memiliki tabiat baik dan selalu menjaga kehormatan. Beberapa orang tua menyiksa anak mereka yang hamil tanpa bersuami. Namun apa pun yang mereka lakukan, mereka tidak dapat mengetahui. Bahkan hampir saja orang tua membuh anak perempuannya.

Kejadian aneh itu menjadi perhatian serius Depati Puyang Pedatuan Bukit Pendape. Maka dia mengumpulkan semua datu-datu semua talang, jurai tue dan panglima dan hulubalang, para puyang untuk bermusyawara. Untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi bersama itu.

“Aku punya ide, yang mungkin cukup baik untuk mengatasi permasalahan ini.” Usul Depati.

“Baiklah, kita akan mencoba apa rencana Depati.

“Siapa diantara kalian yang punya anak perawan, yang cantik dan baik.” Tanya Depati, mereka saling pandang di dalam ruangan Balai Datu. Tapi sepertinya mereka mulai menangkap maksud dari pertanyaan Depati.

*****

Di Talang Sialang Rengas, yang terletak di pinggir Sungai Sake. Dinamakan Talang Rengas karena di sisi talang terdapat dua pohon rengas besar yang tumbuh berdempet. Pohon rengas ukuran besar dan tinggi. Setiap musim bunga lebah selalu membuat sarang di dahannya. Sehingga penduduk selalu memanen madu pada waktunya.

Siang itu, seorang gadis berumur dua puluhan tahun sedang membersihkan rumah. Bernyanyi riang seraya menyapu lantai rumah dengan sapu ijuk, bergagang rotan semambu. Talang tampak sepi sekali bahkan hampir tidak ada penduduk. Hanya beberapa orang anak-anak yang bermain-main di halaman rumah mereka. Karena penduduk berada di ladang mereka, sibuk mengetam padi. Sementara itu, di perairan Sungai Sake muncul seekor buaya besar. Kemudian buaya itu menepi dan naik ke atas tebing sungai dan menghilang di semak-semak.

*****

“Dua rumpun serai ditanam.
Ditanam di samping dapur.
Biarpun bercerai dan tanam.
Tanam cinta takkan hancur.”

Gadis cantik itu berpantun dengan bahasanya. Arti dari pantunyya itu. Biar berpisah atau meninggal. Kalau cinta tidak akan hilang semalanya. Kali ini dia menyapu di tangga depan rumah. Halaman rumah tampak berumput hijau dan banyak ternak merumput. Dari jauh terdengar anak-anak bermain dan koko ayam jantan. Tiba-tiba.

“Hai, adik yang cantik nan baik hati. Boleh kakanda bertanya.” Sapa pemuda tampan itu. Gadis itu terkejut, seketika dia berhenti menyapu dan berdiri di anak tangga papan.

“Boleh, kakanda.” Jawab si gadis dengan lembut.

“Talang apakah ini, namanya?.” Tanya pemuda asing yang gagah perkasa.

“Talang Sialang Rengas.” Jawab si gadis, lalu bertanya juga. “Kakanda siapa, dan dari mana?.

“Kakanda dari bumi pedatuan seberang yang jauh. Sedang berkelana hendak mencari pengalaman dan melihat negeri-negeri orang Melayu.” Jelas si pemuda muda itu.

“Oh, silahkan kakanda melanjutkan perjalanan.” Kata si gadis, dia hendak naik ke rumah.

“Adinda, boleh kakak menumpang minum beristirahat sebentar.” Tanyanya dengan senyuman rama.

“Maaf kakanda, adinda sedang sendiri di rumah. Keluarga adinda sedang di ladang mengetam padi. Adat dan budaya kita, seorang gadis, seorang wanita, tidak boleh menerima tamu laki-laki. Kalau tidak ada keluarga atau suaminya di rumah. Mohon dimengerti dan janglah tersinggung.” Jawab si gadis dan melangkah ke rumah dan menutup pintu. Sementara itu, tanpa diketahui oleh pemuda itu. Dua pasang mata mengawasi keduanya dari balik semak-semak lebat tidak jauh dari rumah panggung itu.

“Oh, begitu.” Ujar si pemuda. Kemudian dia berbalik dan mulutnya membaca matera. Angin tiba-tiba berhembus dan masuk rumah melalui jendela terbuka lalu menerpa si gadis. Entah apa yang terjadi, si gadis cantik tampak berubah seperti kehilangan akal sehatnya. Dia kemudian melepas sapu di tangannya. Lalu tersenyum manis pada pemuda asing itu.

Si gadis membuka pintu dan mengulurkan tangannya. Seakan dia menyambut kekasihnya yang sudah lama tidak bertemu. Pintu rumah di tutup kembali dan keadaan sepi. Sementara itu, dua pasang mata yang mengawasi tadi bangkit. Lalu keduanya meniup tangan yang menimbulkan bunyi seperti bunyi suara burung. Berulang-ulang dan bersahut-sahut.

*****

“Gubrakkkkk. Prassss.” Pintu plapon rumah terbuka, terjun dua sosok laki-laki kekar. Lalu mencabut pibang kidau dan pibang kanan. Kemudian tiga keranjang bunang besar di sudut rumah terbuka dan di lempar dan keluar tiga orang laki-laki. Langsung menyerang si pemuda asing yang sedang memeluk si gadis. Dan hendak mencium wajahnya.

“Haiiiiiiii. Binatang busuk, tenyata dirimu yang berbuat ulah, merusak anak gadis orang dengan ilmu sihir.

Biadabbbbb.” Suara-suara terdengar dari dalam rumah. Kemudian terdengar perkelahian yang diikuti bunyi denting suara senjata beradu. Dari ruangan tengah rumah juga muncul empat prajurit terlati pedatuan.

“Braakkkkk.” Pagar jendela yang terbuat dari kayu hancur berantakan. Sebuah tubuh terpental dan jatuh di tanah. Empat orang juga melompat menyusul dan berdiri mengepung si pemuda asing. Si pemuda asing bangkit dan mencabut pibang kidau dari sarung yang terselip di depan perutnya.

Belum lagi habis keheranan si pemuda asing. Muncul dari setiap penjuru laki-laki bersenjata lengkap. Tampak Depati, Datu Talang Sialang Rengas, dan hulubalang yang di ikuti prajurit. Bukan hanya itu, puluhan warga juga ikut. Dia terkurung dan terjepit sekarang.

“Ini rupa binatang yang suka merusak anak gadis orang. Mengganggu wanita-wanita bersuami.” Ujar Depati.

“Aku akan mencintang tubuhmu. Kau begitu bejat merusak anak gadisku. Untung Aku tidak sampai membunuhnya. Ternyata dia kau pengaruhi dengan mantra sihir buayamu.” Ujar Orang itu.

“Ha..ha..ha..ha. Ya, memang Aku. Kalian tidak akan bisa menghentikan Aku.” Ujarnya dengan sombong, seraya menghapus darah melele dari pipinya. Depati memerintahkan pasukannya mengurung dan empat laki-laki tadi mulai menyerang lagi.

"Matilah kau penjahat kelamin." Teriak seorang penyerang. Empat penyerang adalah hulubalang Pedatuan.

Serangan bertubi-tubu dan serangan juga mengenai si pemuda asing itu. Tubuhnya terpental dengan dua luka sabetan, darah segar keluar dari mulutnya. Dia bangkit perlahan, dan pasukan pedatuan kembali mengurung. Mereka meminta pemuda asing itu untuk menyerah. Tiba-tiba si pemuda asing itu menaburkan kantong berisi bubuk ke udara. Membuat pedih mata-mata yang mau menangkapnya.

Beberapa kali dia terus menaburkan bubuk itu. Sehingga dia dapat meloloskan diri kepungan. Berlari terseok-seok menuju Sungai Sake. Dara menetes sepanjang jalan. Semua orang mengejar dan dia kembali terkurung di dekat tebing Sungai Sake. Depati dan para pengejarnya berjalan pelan mendesak ke tebing sungai.

“Wusss. Croottt.” Sebuah anak panah menancap di paha kirinya.
“Aaakkkk.” Pemuda asing itu menjerit.

Sebentar lagi pemuda itu akan tertangkap pikir semua orang. Di sepanjang aliran sungai di sekeling telah dikepung pasukan dan masyarakat. Pemuda asing terus berlari terhuyung-huyung. Dia tersenyum lebar saat melihat air sungai di depan mata. Dia tidak memperdulikan prajurit di sekitar tebing. Tanpa banyak pikir dia melompat menaburkan debu-debu yang membuat para pengepung hilang kosentrasi. Bersamaan dengan itu tubunya jatuh berguling dari atas tebing dan masuk kedalam air.

“Kemana keparat licik itu.” Tanya seorang prajurit. Depati dan yang lainnya datang di bibir tebing sungai. Dia hanya melihat gelombang permukaan air.

“Burrrrr.” Ekor buaya melibat permukaan tanda berenang menyelam. Semua tahu kalau orang itu dapat beruba menjadi buaya atau menjadi manusia.

*****

Depati Puyang Mato Kilat mengadakan musywara besar besok paginya. Dia mengumumkan agar tidak membiarkan anak gadis sendiri di rumah. Begitu juga perempuan dilarang mandi di sungai sampai waktu tidak di tentukan. Setiap talang harus mengirim tim memburu manusia buaya itu. Masyarakat harus waspada dan berjaga-jaga siang dan malam. Manusia buaya harus di buru sekarang, karena dia dalam keadaan terluka. Untuk mengakhiri teror manusia yang memiliki sihir buaya. Harus dilakukan penyisiran besar-besaran di setiap sudut hutan dan sungai-sungai.

“Bagaimana menurut para datu dan jurai tue semua. Apakah ada hal yang perlu ditambahkan dalam hasil rapat hari ini.” Tanya Depati.

“Tidak ada Depati, tinggal kita berjuang terus memburu lelaki buaya itu.” Kata seorang Datu.

“Benar Depati, walau bagaimanapun saktinya lelaki buaya itu. Pasti dia memiliki sarang, atau tempat tinggal. Kita dapat menelusuri jejak kakinya di sungai-sungai. Luka di tubuhnya juga belum dapat sembuh dalam waktu singkat. Maka, kita tidak boleh menunda waktu harus bergerak cepat.” Kata Puyang Bijak Betua dia seorang jurai tue pedatuan.

“Depati, menurut pengetahaun dari orang-orang tua. Apabila kita menghadapi ahli sihir sebagaimana sihir buaya. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dan ketahui. Pertama, kita tidak boleh hanyut dalam kata-kata penyihir. Misalkan dia berkata, "Saya akan berubah menjadi buaya." Maka kita lawan dalam pemikiran kita. Pikirkan dia tidak bisa menjadi buaya walau penglihatan kita dia telah berubah menjadi buaya. Kedua, kita jangan takut sebab yang tampak hanyalah penglihatan kita.” Ujar Datu Pagarkaye menjelaskan.

“Baiklah, saya rasa rapat kita selesai. Mulai dari sekarang persiapkan pasukan dan perbekalan. Bangun komunikasi dengan mempersiapkan pengantar informasi, bawa merpati pengantar surat. Buat tim-tim pencari untuk menelusuri jejak.” Kata Depati. Semua menjawab siap dengan meletakkan tangan di dada masing-masing. Pencarian dimulai, dengan perahu dan rakit menyusuri sungai. Ada juga pasukan dari darat yang menerobos hutan. Prajurit dan masyarakat bekerja sama bahu mebahu.

*****

Seekor buaya hitam mengikuti perahu bidar Hulubalang Gatra. Tapi mereka tidak tahu sebab buaya itu mengikuti dari jarak yang cukup jauh. Perahu melaju perlahan menyusuri tebing Sungai Keruh. Memperhatikan setiap jengkal tebing mencari jejak buaya atau jejak manusia.

“Hulubalang, lihat di sini ada bekas dara mengering dan ada jejak kaki manusia.” Seorang prajurit memberi tahu. Perahu Hulubalang Gatra mendekat tebing yang landai. Di tebing berlumpur tampak ada jejak kaki buaya. Tetesan dara mengering, serta jejak kaki naik ke atas tebing. Hulubalang memerintahkan lima prajurit naik kedaratan. Hulubalang Gatra juga melompat ke atas tebing sungai.

“Huuppppp.” Sekali lompat dia diatas, membuat kagum para prajuritnya. Ilmu meringankan tubuh sudah sempurna. Sementara para prajurit harus naik menggunakan kaki. Mereka memperhatikan sekitar. Jejak buaya menghilang, tinggal jejak kaki manusia. Seorang prajurit menemukan potongan anak panah berlumuran darah.

“Tidak salah lagi, ini pasti jejak laki-laki buaya keparat itu. Kirimkan kabar ke Depati, kalau di lubuk Tapa ditemukan jejak. Buaya menuju hutan Rimba Tinggi.” Perintah hulubalang Gatra. Merpati diterbangkan dan sampai ke tangan Depati Pedatuan. Hulubalang Gatra meninggalkan jejak arah mereka dengan cara mematahkan ranting ke kanan. Agar dapat diikuti arah mereka. Sementara seluruh pasukan yang bertugas di tempat lain diperintahkan Depati menuju Hutan Rimba Tinggi untuk membantu Hulubalang Gatra.

“Hulubalang, tadi Aku melihat sesuatu yang besar dan berwana hitam di permukaan lubuk tapa. Tapi kemudian menghilang ke dalam lubuk.” Cerita seorang prajurit.

“Mungkin potongan pohon hanyut dan tenggelam.” Jawab temannya. Mereka berenam tidak memikirkan cerita prajurit itu. Sementara itu, di lubuk tapa sosok hitam keluar dari dalam air dan naik ke atas tebing dan menghilang di balik semak-semak.

*****

Sekaran Hulubalang Gatra dan pasukannya  tiba di pinggiran lebung berair jernih. Beberapa prajurit mendekat lebung dan hendak minum sekaligus mencuci muka. Di seberang lebung, sesosok bayangan bertopeng mengintai. Kemudian dia mengeluarkan potongan lidi enau. Mulut komat kamit membaca materanya. Lalu melemparkan puluhan batang lidi enau ke dalam lebung. Kemudian dia pergi meninggalkan tempat itu. Ajaib, setiap batangan lidi berubah menjadi buaya besar. Lalu menyelam berenang menuju dua prajurit yang sedang mencuci wajah. Dua prajurit melihat bayangan aneh di dalam air lebung yang jernih, keduanya melompat mundur.

“Buuaarrrrr.” Sepuluh buaya muncul kepermukaan air dan naik darat. Menyerang hulubalang dan para prajurit yang sedang istirahat. Mereka semua sibuk mengadapi buaya itu. Tiba-tiba disekeliling mereka muncul puluhan buaya. Maka mereka dibuat kerepotan bukan alang kepalang. Sudah ada yang tergigit dan terluka akibat serangan buaya misterius. Beberapa buaya dapat dipenggal mati. Hulubalang Gatra kerepotan sekali dan keadaan genting.

“Tar. Tar.” Suara lecutan selendang menghantam buaya-buaya itu. Bayangan hitam muncul dan menyerang buaya-buaya miterius itu. Saat terkena lecutan selendang hitam orang itu, buaya-buaya itu menghilang semua. Kini berdiri seorang lelaki tua berpakaian serba hitam. Mereka heran dengan kakek-kakek yang muncul entah dari mana.

“Terimakasih atas bantuan Uwa, ternyata itu buaya sihir.” Kata Hulubalang Gatra.

“Siapakah Uwa kiranya.” Tanya seorang prajurit. Lelaki tua itu duduk dan diikuti hulubalang dan pasukannya. Dia menyebut dirinya Puyang Buaye Kumbang. Dia memiliki murid durhaka bernama Sadarama dan telah menyalah gunakan ilmu yang dia ajari. Muridnya suka berbuat bejat mengganggu wanita-wanita. Muridnya telah pergi melarikan diri dua puluh tahun lalu.

Puyang Buaye Kumbang menceritakan kalau dirinya sudah menyusuri banyak sungai di Batanghari Sembilan. Seperti dia akan menemukan Sadarama di Pedatuan Bukit Pendape. Hulubalang juga menceritakan kejadian-kejadian buruk di Pedatuan Bukit Pendape, dan ada kesamaan cerita dan kejadian. Mereka sepakat mencari bersama-sama laki-laki buaya yang bernama asli Sadarama.

“Dia bukan pemuda lagi, mungkin umurnya sekarang d iatas lima puluh tahun. Dia menggunakan mantra bersalin rupa. Sehingga dapat mengubah wujudnya menjadi tua atau muda.” Jelas Puyang Buaye Kumbang.

*****

Sementara  itu jauh di tengah belantara hutan Rimba Tinggi. Seorang laki-laki berumur di atas lima puluh tahun sedang duduk bersilah di bawah sebatang pohon. Tidak jauh darinya tampak beberapa pondok sederhana di huni puluhan wanita hamil dan anak-anak. Mata laki-laki itu terpejam dan membaca mantera. Cuaca cerah berawan putih tiba-tiba berubah menjadi hitam dan angin berhembus kencang.

Hujan turun dengan lebatnya. Laki-laki itu kemudian melemparkan potongan-potongan lidi enau ke genangan air hujan seraya terus menerus membaca mantera. Ajaib, semua batang lidi berubah menjadi buaya-buaya besar, ganas dan lapar. Lalu bergerak masuk hutan dan menghilang di balik semak-semak.

Pasukan bantuan Depati mulai memasuki Hutan Rimba Tinggi. Sementara Hulubalang Gatra, Puyang Buaye Kumbang dan pasukan juga terus masuk kedalam hutan. Hujan tidak menghalangi mereka, dan terus bergerak menacari Sadarama. Laki-laki bejat perusak anak perawan orang.

*****

Sementara Depati Puyang Mato Kilat, Pangliam Pedatuan, dua hulubalang, ratusan prajurit, ratusan pemuda, beberapa orang datu terus bergerak mencari lelaki buaya di hutan Rimba Tinggi. Depati meminta mencari jejak Hulubalang Gatra dan jejak manusia lainnya. Tiba-tiba terdengar jeritan di mana-mana.

“Buaya.. buayaaaaa. Ahhhhh.” Teriakan dan jeritan memenuhi hutan. Mereka terkejut bagaimana bisa di dalam hutan yang jauh dari sungai-sungai banyak sekali buaya. Setiap mereka berhasil memenggal atau minikam buaya dengan tombak. Tapi buaya-buaya terus berdatangan tiada habisnya. Membuat mereka kelelahan dan mulai banyak yang terluka. Bahkan sudah ada yang tewas diterkam buaya. Buaya-buaya muncul dan mucul membuat semuanya kewalahan. Tubuh mereka berkubang lumpur dan pakaian robek-robek oleh rerantingan semak atau duri hutan.

“Ahhh.” Depati menjerit dia terkena kibasan ekor buaya. Tubuhnya jatuh ketanah yang dipenuhi air hujan. Datu Puyang Bijak Betua dari Talang Leban mau membantu. Tapi tiga ekor buaya menghadang lalu menyerang. Sementara hulubalang dan panglima tidak kalah repotnya. Para prajurit dan pemuda juga demikian. Depati dalam bahaya besar, dua ekor buaya merangkak cepat menyerangnya dengan kibasan ekornya. Membuat Depati terpental dan tubuhnya terpental. yang terbanting di tanah. Puyang Bijak Betua tiba-tiba juga jatuh di samping beliau. Dua orang tua itu tampak sangat kewalahan.

“Tarr. Tarr. Taarr.” Lecutan selendang hitam terdengar, bersamaan muncul bayangan hitam menghantam setiap buaya-buaya itu. Hulubalang Gatra membantu Depati, dua prajurtnya membantu Puyang Bijak Betua dan sisa pasukan berjaga sekitar. Beberapa saat kemudian buaya-buaya itu menghilang karena serangan selendang hitam si kakek. Hujan mulai redah dan cuaca kembali cerah. Panglima tampak tertatih-tatih mendekati meraka.

“Depati, tidak apa-apa.” Tanya Hulubalang Gatra. Depati mengangguk, mereka saling bertanya kabar. Dia mengenalkan Puyang Buaye Kumbang ke semuanya dan bercerita singkat.

“Depati, ada dua puluh orang yang gugur, lima belas luka para dan tiga puluh luka ringan.” Lapor hulubalang Katang. Depati memerintahkan membuat tenda perawatan dan membuat tandu untuk membawa yang terluka dan gugur. Setelah musyawara singkat mereka meneruskan pencarian. Kali ini Puyang Buaye Kumbang yang memandu pencarian.

“Sepertinya sudah tidak terlalu jauh. Karena dia sudah bisa mengirim buaya sihirnya.” Jelas Puyang Buaye Kumbang.

*****

Beberapa saat kemudian, mereka menemukan enam pondok. Banyak anak-anak bermain. Puluhan ibu-ibu muda yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah. Menumbuk padi, menimbah air, memasak dan memotong kayu bakar. Ada yang sedang hamil tapi beranak kecil. Disekeliling Talang kecil itu banyak kolam-kolam ikan. Di tengah pemukiman kecil itu ada rumah besar. Tampak seorang laki-laki berumur empat puluhan tahun sedang mengayam bubu.

Paman, boleh bertanya.” Tanya seorang prajurit Hulubalang Gatra. Orang itu mengangguk dan juga cuek.

“Apakah pernah menemukan seseorang laki-laki asing, yang tinggal di sekitar hutan ini.” Tanya Prajurit lagi.

“Pernah dik, dia tinggal jauh di sebelah bukit sana. Saya hanya sekali-sekali bertemu.” Jawabnya. Hulubalang melihat di halaman rumah berserakan potongan lidi. Dia memperhatikan ibu-ibu yang tampaknya seperti tidak punya pikiran. Mereka kaku dan terus bekerja tanpa ada basa basih seperti wanita normal. Mereka seperti tidak memperdulikan kedatangan mereka. Pasukan hulubalang terus menyelidiki dan menemukan lebih banyak potongan lidi.

“Laporkan pada depati dan Puyang Buaye Kumbang kalau kita banyak menemukan potongan lidi sebagaimana ciri-ciri yang disebutnya.” Prajurit itu mengangguk, dia melangkah pergi menemui pasukan yang mengepung talang kecil itu. Prajurit itu, tiba-tiba diserang seekor buaya yang melompat dari dalam kolam. Tubuhnya jatuh kedalam kolam dan menjadi mangsa buaya. Hulubalang terkejut, saat dia melihat si kakek telah mencabut pibang dan menyerang dua prajurit hingga tewas.

“Heaaaaa.” Giliran hulubalang di serang dan terjadilah pertarungan hebat. Hampir saja lehernya putus ditebas pibang laki-laki itu. Sisa pasukan juga diserang buaya yang keluar dari dalam kolam. Seorang prajurit meniup tangan tanda bahaya bagi mereka. Depati memerintahkan yang lainnya segerah membantu dan mengepung tempat itu. Ternya di dalam kolam adalah buaya asli yang dipelihara dan dikendalikan Puyang Buaye. Pertarungan terjadi, buaya-buaya satu demi satu tewas dipenggal pasukan. Ibu-ibu masuk mengurung diri di dalam rumah mereka.

Sekarang menyerahlah manusia buaya.” Kata Hulubalang. Dia kemudian berhasil menyabetkan pibang di kedua kaki kakek-kakek itu. Sehingga dia jatuh dan berlutut tidak dapat berdiri. Perlahan wujudnya berubah menjadi laki-laki berumur di atas lima puluhan tahun, wujud aslinya.

“Oh, ini rupanya wujud aslimu, laki-laki buaya.” Ujar Hulubalang Gatra.

“Aku belum kalah.” Dia tertawa, lalu membaca mantera. Tiba-tiba angin berhembus dan semua potongan lidi-lidi yang berserakan berubah menjadi buaya. Semua terkurung oleh ribuan buaya ganas yang lapar. Semua terkejut bukan kepalang. Mereka mulai putus asa, dan menyadari musuh mereka adalah musuh berat.

“Tarrr. Taarrr.” Tubuh Sadarama terpukul selendang hitam Puyang Buaye Kumbang. Seketika sihir buaya lenyap. Buaya jadi-jadian kembali berubah menjadi potongan lidi enau. Sadarama terkejut bukan alang kepalang.

“Guru.” Itulah seucap kata keluar dari mulutnya. Depati, pangliam, hulubalang Kanta, para datu dan semuanya mendekat.

“Murid durhaka, sekarang kau akan dihukum atas kejahatanmu.” Kata Puyang Buaye Kumbang. Sadarama ketakutan dan kekuatannya sihirnya tiba-tiba menghilang. Setelah semua berkumpul dan sepakat menghukum mati Sadarama. Depati memerintahkan hulubalang Gatra untuk menghukum pancung Sadarama. Puyang Buaye Kumbang menangis sedih dan dia langsung pamit pulang setelah melihat Sadarama dihukum mati.

Wanita-wanita yang diculik Sadarama kembali tersadar dan kembali ke rumah orang tuanya. Tangis haru mereka pecah saat berjumpa dengan keluarga. Tapi mereka sudah memiliki anak, laki-laki dan perempuan. Anak-anak Sadarama dewasa, dan menikah serta memiliki anak cucu sampai sekarang.

Puyang Buaye Kumbang memutuskan tingga di Pedatuan Bukit Pendape. Dia sering berubah wujud menjadi buaya kumbang. Itulah ada cerita-cerita masyarakat di Kecamatan Sungai Keruh tentang adanya buaya kumbang di Sungai Keruh. Setelah kematian Sadarama, kehidupan Pedatuan Bukit Pendape kembali damai dan tenang. Sejak saat itu juga, setiap laki-laki yang suka mengganggu dan mempermainkan wanita di juluki, lelaki buaya. Kemungkinan dia juga keturunan dari Sadarama si Puyang Buaye.


Oleh: Joni Apero
Editor. Arip Muhtiar, S.Hum
Tatagambar. Dadang Saputra.




Sy. Apero Fublic.