Pada
suatu hari Uwa Labu datang ke rumah tetangga samping rumahnya. Dia membawa
seekor ayam jantan. Saat bertamu dia sangat pandai berkata-kata dan rama sekali.
Sampailah pembicaraan alasan kedatangan Uwa Labu.
“Begini
Surai, saya minta tolong, uwakan sudah tua. Uwa ingin punya kambing jantan yang
belang merah dan hitam. Jadi uwa bermaksud menukar ayam uwa dengan anak kambing
jantanmu. Kau juga memiliki banyak kambing.” Kata Uwa Labu.
Surai
terkejut atas permintaan Uwa Labu. Tapi Surai orang yang baik, dan tidak pelit.
Dia berpikir sejenak, kalau diukur dengan akal sehat tidak sesuai seeokor ayam
ditukar seekor kambing.
“Baiklah
Uwa, saya terima tawaran Uwa.” Kata Surai menyetujui, jauh di dalam lubuk
hatinya menilai tidak sesuai sekali. Rasa tidak enaklah yang menyebabkan dia
setuju. Uwa labu gembira sekali karena keinginannya tercapai. Beberapa bulan
kemudian, anak kambing tumbuh besar. Kembali Uwa Labu mendatangi rumah Surai. Seperti
biasa dia datang dengan rama dan banyak cerita bohong. Surai menerima dengan
baik Uwa Labu. Dia meminta istrinya untuk menghidangkan makanan dan membuat
minuman hangat.
“Begini
Surai, Uwa datang untuk meminta tolong lagi. Uwa sudah tua, ingin sekali punya
sapi. Jadi Uwa ingin menukar kambing jantan Uwa dengan anak sapimu.” Kata Uwa
Labu. Surai sangat kaget, mendengar permintaan Uwa Labu tersebut. Lama dia
berpikir dan sambil menarik nafas dalam dia menyetujui.
“Baiklah
Uwa, saya setuju.” Kata Surai. Maka bertukarlah anak sapi jantan dengan kambing
jantan. Setahun kemudian, anak sapi jantan itu tumbuh besar. Betapa gembira Uwa
Labu dengan pencapaiannya itu. Belum puas rasanya, Uwa Labu ingin menukar
dengan kerbau. Kembali dia datang ke rumah Surai. Dengan cara seperti biasa.
“Surai,
Uwa meminta tolong lagi. Uwa sudah tua ini, ingin memiliki kerbau jantan. Uwa
mau menukar sapi Uwa dengan anak kerbau jantanmu.” Kata Uwa Labu. Surai dengan
berat hati sekali menyetujui permintaan Uwa Labu. Maka bertukarlah sapi Uwa
Labu dan anak kerbau jantan milik Surai.
Setahun
berlalu, sekarang anak kerbau sudah besar sekali. Uwa Labu sangat bergembira
sekali. Dia bercerita pada suaminya kalau dia begitu pintar dan beruntung.
Bermodal seekor ayam jantan dia sekarang mendapat seekor kerbau jantan. Dia
berkata kalau orang baik mudah dibodohi dan diakali. Itulah mengapa dirinya
tidak mau menjadi orang baik.
*****
Pada
suatu hari, Uwa Labu pulang dari menggembalakan kerbaunya. Kerbau jantan sedang
birahi ingin kawin. Tapi Uwa Labu tidak mengerti dia terus menarik kerbaunya,
lalu dia ikatkan di tiang rumah panggungnya. Kemudian Uwa Labu naik ke
rumahnya, dan berbincang-bincang dengan suaminya. Beberapa saat kemudian, di
belakang rumah mereka lewat sekawanan kerbau, tentu saja ada beberapa kerbau
betina.
Kerbau
milik Uwa Labu ingin bergabung dengan kawanan itu. Karena dia sedang birahi,
sudah saatnya waktu kawin bagi kerbau. Kerbau meronta-ronta dan menarik
sekuat-kuatnya. Kerbau jantan besar tentu tenaganya sangat kuat. Membuat tiang
rimah roboh dan diikuti roboh pulah rumah Uwa Labu. Uwa labu dan suaminya
tertimpa reruntuhan rumahnya dan akhirnya meninggal dunia. Sementara kerbau
jantan miliknya berlari bergabung dengan kawanan kerbau. Ternyata kawanan
kerbau itu milik Surai.
Surai tidak menyadari kalau kerbau milik Uwa Labu telah kembali dengan sendirinya. Sementara penduduk membantu mengangkat jenaza dari reruntuhan rumah, kemudian menguburkan Uwa Labu dan Suaminya. Begitulah akhir hidup orang yang memanfaatkan kebaikan orang baik untuk kepentingan pribadinya.
Oleh. Joni
Apero
Editor.
Deni Sutra.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
13 Februari 2021.
Andai-andai ini diangkat dari sastra lisan masyarakat di Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Sy. Apero Fublic
0 komentar:
Post a Comment