PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

8/14/2020

Sejarah Terbentuknya Tiga Provinsi di Nusa Tenggara

Apero Fublic.- Setelah pemilihan umum pertama di Indonesia tahun 1955. Timbul ketidak puasan di tengah masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Ketidak puasan tersebut tentu sangat berkaitan erat dengan sosioreligius dan sosiokutural. Kesejarahan juga menjadi alasan yang tidak dapat dipisahkan. Seperti yang terjadi dikawasan kepulauan Nusa Tenggara di ujung pulau Jawa.

Dalam situasi demikian lahir Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang berlaku untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yaitu, Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang berlaku pada 18 Januari 1957.

Dengan ladasan UU tersebut, Gubernur Provinsi Nusa Tenggara, Bapak Sarimin Reksodihardjo mengusulkan kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia supaya daerah provinsi Nusa Tenggara dibagi menjadi dua provinsi, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat. Meliputi, Pulau Bali, Pulau Lombok, dan Pulau Sumbawa dengan ibukota Singaraja. Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi Pulau Flores, Pulau Sumba, dan Pulau Timor dengan ibukota, Kupang.

Kemudian pada tanggal 14 Agustus 1958, disahkan Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958. Tentang pembentukan daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dengan Keputusan Presiden No. 202/1956 perihal Nusa Tenggara dan laporan peninjau Menteri Dalam Negeri dan memperhatikan kehendak masyarakat di Nusa Tenggara.

Sehingga Provinsi Nusa Tenggara dibentuk menjadi tiga provinsi. Pertama Provinsi Bali dengan ibukota Singaraja. Tapi kemudian dipindahkan ke Denpasar. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 23 Juli 1960. NO. 52/2/36-B6. Keputusan bersasarkan Resolusi DPRD Tingkat I Bali. Kemudian, Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan ibukota Mataram dan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan ibukota Kupang.

Keputusan pemerintah adalah keputusan berdasarkan sosiokultural dan sosioreligious. Di Kawasan Nusa Tenggara dimana pulau berjajar di ujung Pulau Jawa. Masyarakatnya memiliki sosial budaya yang berbeda dengan latar keagamaan berbeda. Sehingga Pemerintah Membagi wilayah menjadi tiga bagian. Memang sangat unik dikawasan Nusa Tenggara, sekaligus menjadi pengingat sejarah.

Pulau Bali atau Provinsi Bali dan sekitarnya mayoritas beragama Hindu, Provinsi Nusa Tenggara Barat mayoritas Islam, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur mayoritas Kristen. Dengan demikian terjadi ketenangan di dalam masyarakat Nusa Tenggara. Hidup bertetangga provinsi dengan urusan sendiri-sendiri.

Dapat dibayangkan kalau hanya dua provinsi atau tetap satu provinsi mungkin sering terjadi konflik antara masyarakat. Apabila kita perhatikan dan cermati. Keputusan pemimpin masyarakat masa itu sangat tepat. Sehingga terlaksanalah Pancasila dan Demokrasi yang baik. Boleh disebut keputusan pemimpin kita pada masa itu, keputusan terbaik Pemerintah Republik Indonesia pada masa itu.

Oleh. Sujarnik.
Editor. Desti. S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Sekayu, 15 Agustus 2020.
Sumber: A.A. Gde Putra Agung. Sejarah Kota Denpasar 1945-1979. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.

Sy. Apero Fublic.

Review Novel Para Priayi.

 

Apero Fublic.- Penulis novel Para Priayi Umar KayamJudul yang di terbitkan Pustaka Utama Grafiti. Novel di terbitkan di Jakarta. Jumlah halaman buku 308 halaman. Novel ini menceritakan tentang kehidupan golongan khusus di masyarakat Jawa pada masa kolonial.

Sastrodarsono sebagai tokoh utama diceritakan sebagai anak dari keluarga buruh tani yang disekolahkan dan didukung oleh Asisten Wedana Ndoro Seten, priyayiagung, majikan orang tuanya. Hingga akhirnya setelah menyelesaikan studi  Sastrodarsono menjadi guru besar.

Dari sinilah kemudian Satrodarsono sebagai yang pertama membuka jalan dinasti kepriyayian  untuk keluarganya yang berasal dari kalangan bawah. Memasuki dunia elit birokrasi sebagai priyayi pangreh praja. Sebelum lebih jauh membahas novel ini, saya akan menjelaskan terlebih dahulu bahwa priyayi sebetulnya terbagi menjadi dua golongan secara umum.

Pertama adalah priyayi yang memiliki darah keturunan dari keraton, sehingga status kebangsawanannya diwariskan turun menurun. kemudian yang kedua adalah priyayi yang diangkat oleh kolonial dan diperkerjakan di pemerintahan, biasanya ditempuh melalui sistem sekolah yang dibuat oleh kolonial itu sendiri.

Sastrodarsono sebagai tokoh utama dari novel ini merupakan priyayi yang diangkat kehormatannya oleh kolonial, karena telah menyelesaikan sekolahnya sehingga menjadi kaum terpelajar. Hal ini yang patut dicatat bahwa priyayi sebagai sebuah strata sosial, sebagai sebuah elit sosial memiliki keterbukaan untuk dimasuki oleh kalangan bawah.

Disinilah kita akhirnya paham bahwa pendidikan adalah alat utama untuk memasuki dunia priyayi pada masa kolonial. Setelah menyelesaikan studi, anak dari kalangan bawah barulah mendapat rekomendasi dari satu priyayi untuk diperkerjakan di kantor atau sebagai abdi gupernemen. Untuk menyempurnakan status priyayi, hal terakhir yang dibutuhkan adalah pernikahan dengan anak dari keluarga priyayi juga.

Kasus Sastrodarsono dalam tokoh novel ini adalah bagaimana kalangan bawah bisa mencapai strata priyayi. Dunia yang sangat berbeda akan dialami Sastrodarsono, bisa dilihat dari nasihat Ndoro Seten yang menyekolahkan dan mengusahakannya agar bisa menjadi guru.

"Kau tahu Le. Ini langkah yang sangat penting dalam hidupmu. Kau mulai masuk dalam kalangan priyayi. Kau bukan petani lagi. Diingat-ingat itu, Le. Duniamu mulai sekarang akan lain. Tahulah membawa diri dalam dunia yang baru ini. Kalau kau hati-hati, jujur dan setia kepada atasan dan peraturan Gupernemen pasti kau akan berhasil naik pangkat. Jalan menuju dunia priyayi sekarang ada di depanmu, Le." (Kayam, 2012: 42).

Pada Novel ini juga Umar Kayam begitu lihai menggambarkan spesifik kehidupan para priyayi, sehingga saya sebagai pembaca bisa memvisualkan secara jelas kehidupan dimasa itu. Para priyayi setidaknya memiliki beberapa kode sosial yang membuat mereka bisa dikenal sebagai priyayi.

Pertama adalah pendidikan dan pekerjaan. Para priyayi adalah lulusan sekolah Belanda yang bekerja kepada pemerintahan, tentu bukan untuk pekerjaan kasar, melainkan pekerjaan yang bersifat administratif atau fungsional.

Kedua adalah kaum priyayi memiliki budaya yang khas. Priyayi memiliki kebiasaan-kebiasaan yang menunjukan status dan kelas sosialnya. Suasana rumah maupun pergaulan menjadi salah satu budaya seorang priyayi.

Hal ini juga digambarkan dari tokoh Aisyah istri dari Sastrodarsono yang merupakan anak dari priyayi juga. Bagaimana Aisyah begitu piawai dalam mengelola rumah tangga dan tata cara kehidupan priyayi.

Selain itu Sastrodarsono tidak lepas dari pergaulan kalangan priyayi. Mereka juga memiliki sistem rekreasi yang hanya dilakukan oleh para priyayi saja seperti menghadiri undangan pernikahan, khitanan, atau tedak siten yang dilakukan oleh sesama priyayi. Main kartu juga menjadi sarana hiburan. Adapula kebiasaan yang ilmiah, seperti serasen untuk mendiskusikan persoalan filsafat, moral, sastra dan politik.

Ketiga para priyayi juga memiliki budaya yang didasari oleh cara berbahasa dan bersikap secara halus. Jadi priyayi harus mampu untuk membawa diri dan mengendalikan perasaan. Selain faktor pendidikan dan gaya hidup, sebuah norma juga harus diterapkan oleh priyayi khususnya dari gaya bahasa dan tingkah laku.

Pada novel ini umumnya memiliki tiga elemen penting dalam pembangunan alurnya, yaitu usaha  Sastrodarsono dalam mencapai derajat priyayi, kemudian kesadaran Sastrodarsono untuk membangun dinasti priyayi dengan menjadikan anak-anaknya sebagai priyayi.

Dan yang terakhir adalah etos priyayi yang membedakan kehidupannya dengan kehidupan rakyat biasa, seperti status orientasi, mempertahankan trah, Sakralisasi, Tirakat, Kesetian dan pengabdian kepada pekerjaan, paguyuban dan banyak hal lainnya.

Dalam novel ini Umar Kayam secara meyakinkan mampu memberikan potret masyarakat jawa yang diabadikan melalui fiksi. Meski novel ini bukan sebuah karya sastra yang dipengaruhi oleh teks-teks Jawa yang lahir pada masa lampau, akan tetapi upaya merekonstruksi kehidupan kelompok sosial tertentu di masyarakat Jawa tergambar sangat kental.

Reviewer. Arip Muhtiar, S.Hum.

Sy. Apero Fublic.

Sejarah Nama Kota Denpasar.

Apero Fublic.- Denpasar adalah nama ibukota Daerah Tingkat I, Provinsi Bali. Kata Denpasar berasal dari sejarah historis kerajaan Badung. Kata Denpasar terdiri dari dua suku kata, den dan pasar. Kata den dalam bahasa setempat berarti sebelah utara. Sehingga bermakna sebelah utara pasar.

Zaman dahulu, pasar, alun-alun kota dan istana selalu berdekatan. Karena sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan. Sebelah utara pasar yang di maksud adalah letak Puri Istana Kerajaan Badung. Istanah inilah yang selalu disebut di sebelah utara pasar, atau den-pasar.

Istana tersebut dibangun oleh Raja Badung I Gusti Gde Pemecutan. Istana yang terletak di utara pasar disebut dengan Puri Denpasar. Kerajaan Badung didirikan oleh I Gusti Ngurah Jambe Pule seorang keturunan bangsawan dari Kerajaan Tabanan bergelar Kiai Damar, pada 1680 Masehi.

Kerajaan Badung berakhir dengan terjadi perang puputan dengan Kolonial Belanda, Puputan Badung. Peristiwa terjadi disekitar istana raja, Puri Denpasar. Orang Belanda menyebut lokasi perang di Pemecutan dengan, Denpasar.

Nama Denpasar juga terus berkembang saat Pemerintahan Kolonial Belanda. Puri di utara pasar atau Puri Denpasar juga dijadikan tempat pemerintahan sementara Kolonial Belanda. Istana dihuni langsung oleh Asisten Residen Swartz yang membawahi wilayah Afdeeling Zuid Bali.

Penyebutan Denpasar sebagai kota diberitakan oleh M Van Geuns. Dia datang ke wilayah tersebut pada tanggal 20 September 1906 M. Kolonial Belanda membagi wilayah Kerajaan Badung menjadi beberapa distrik.

Yaitu, Distrik Kota (Denpasar), Distrik Kesiman, Distrik Kuta, Distrik Abiansemal dan Distrik Mengwi. Sebelumnya Mengwi adalah nama sebuah kerajaan yang menguasai Kerajaan Badung. Dari istilah Distrik Kota dan terus berkembang istilah Puri di utara pasar (Den-Pasar), menjadi Kota Denpasar.

Sejak zaman kerajaan juga di Kota Denpasar sudah ada pendatang. Seperti orang Arab, orang Cina, dan masyarakat Nusantara (Jawa, Melayu, Minangkabau). Sampai sekarang terus berdatangan ke Kota Denpasar. Orang-orang yang tidak mengerti bahasa Bali tentu senang dengan sebutan den-pasar tanpa tahu apa artinya.

Kota Denpasar terletak di Dataran Rendah Bali Selatan. Berjarak sekitar 7 sampai 10 kilometer dari pantai pada masa lalu (1980-an). Setiap tahun memiliki temperatur cukup tinggi 220 C sampai 240 C. Secara administratif pada awal kemerdekaan kota Denpasar dibagi kedalam tiga kecamatan, yaitu Denpasar Timur, Denpasar Selatan, dan Denpasar Barat.

Kota Denpasar menjadi ibukota Provinsi Bali pada tahun 1958. Dimekarkan dari Provinsi Nusa Tenggara. Jumlah penduduk Denpasar pada tahun 1959 130.712 jiwa. Tentu jumlah penduduk terus berkembang sampai sekarang (2020). Begitu juga dengan fasilitas umum dan pendatang, terus bertambah.

Oleh. Joni Apero
Editor. Selita. S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Sumber: A.A. Gde Putra Agung. Sejarah Kota Denpasar 1945-1946. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.


Sy. Apero Fublic.

8/13/2020

Asal Usul Nama Tanah Alas. Aceh Tenggara.

Apero Fublic.- Di Aceh Tenggara ada sebuah daerah yang bernama, Tanah Alas. Tentu kita ingin mengetahui apa sebabnya daerah itu dinamakan Tanah Alas. Berikut ini, cerita dari masyarakat setempat mengenai asal usul nama Tanah Alas. Sekarang Tanah Alas adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh.

Menurut cerita masyarakat, di kawasan Tanah Alas pada masa dahulu adalah sebuah danau yang dikelilingi oleh gunung-gunung yang tinggi. Air danau berasal dari dari gunung yang dekat dengan Blang Kejeren. Air dari gunung mengalir ke sebuah sungai. Sampai sekarang sungai tersebut masih ada, yaitu Sungai Alas.

Pegunungan yang mengelilingi danau tersebut diantaranya, Gunung Parkisan si sebelah timur dan Gunung Biak Mentalang di sebelah barat. Kemudian terdapat pegunungan lainnya yang mengelilingi kawasan danau tersebut. Pegunungan tersebut merupakan bagian dari perbukitan Bukit Barisan. Bukit Barisan adalah bukit yang membentang sepanjang Pulau Sumatera.

Bentuk danau memanjang lurus, dari hulu ke hilir. Panjang danau diperkirakan kurang lebih sembilan kilometer. Gunung yang terletak di pinggiran danau sebelah timur dan barat tinggi dan tebal. Sedangkan dibagian hilir atau bagian selatan ke arah Singkel. Pegunungan yang tipis dan rendah dan banyak jurang-jurangnya.

Penduduk Tanah Alas pada masa dahulu tinggal di pegunungan-pegunungan sekitar danau tersebut. Mereka hidup sebagai petani dan pemburu. Sebagaimana kehidupan masyarakat masa lalu. Taman di lembah Tanah Alas sangat subur. Karena proses alam telah menyuburkan tanahnya. Penduduk Tanah Alas sangat menyukai ikan Jurong.

Proses alam terjadi dari waktu ke waktu. Suatu saat dimusim hujan. Hujan turun deras dalam waktu yang cukup lama. Sehingga air danau meluap dan kawasan lembah menjadi penuh. Tergenang air danau yang melimpa ruah. Sebagaimana disebutkan tadi, di kawasan sebelah hilir danau terdapat jurang-jurang dan berdinding tipis.

Kawasan jurang-jurang dibagian hilir menjadi retak dan pecah. Sehingga air danau tidak ada lagi pembatas. Air danau mengalir ke hilir dan memasuki jurang-jurang. Lama kelamaan, retak dan pecah menjadi lebar. Air danau akhirnya menjadi kering. Menyisakan cekungan tanah dasar danau yang datar.

Waktu berlalu danau telah kering. Datanglah orang-orang dari Blang Kajeren, yaitu Orang Melayu Gayo. Mereka sangat takjub tanah datar yang begitu luas. Orang Melayu Gayo menyebut tanah datar bekas dasar danau dengan, Alas. Mereka mengumpamakan dengan tikar yang terbentang rata di lantai. Alas sama artinya dengan tikar. Alas berarti sesuatu yang menjadi tumpuan sebelah bawah.

Di Blang Kejeren banyak pegunungan, besar atau kecil. Sangat sulit menemukan tanah yang datar dan luas. Tidak ada tanah datar seperti tikar terbentang. Maka mereka menamakan kawasan tersebut dengan, Tanah Alas. Atau tanah yang datar seperti tikar terbentang.

Selain orang Melayu Gayo ada kelompok lain yang datang ke kawasan tersebut. Yaitu, orang Melayu Deli dari kawasan pesisir. Orang Melayu Deli mengatakan tanah danau yang kering itu dengan, Alas.

Dengan maksud kalau kawasan itu adalah alas dari gunung-gunung sekitarnya. Alas juga dalam bahasa Melayu sama dengan halnya tikar. Apabila mereka ingin tidur atau makan. Mereka selalu menggunakan alas, membentang alas. Pada zaman dahulu alas sudah pasti bentuk tikar.

Dari dua kelompok orang Melayu tersebutlah akhirnya daerah Kutacane dikenal dengan Tanah Alas. Cerita ini sangat masuk akal dan cenderung tidak mengada-ada. Tidak ada bau mitos dan legenda. Apabila ditinjau dari sistem pemukiman orang Melayu zaman dahulu. Memang mendiami bukit-bukit tinggi, kaki gunung. Peradaban tersebut dikenal dengan zaman megalitikum.

Kalau kita mengkaji ilmu antropologi tentang peninggalan zaman megalitikum. Memang pemukiman orang Melayu terdapat disepanjang kaki bukit Barisan. Bukan hanya di Pulau Sumatera, tapi juga diseluruh kawasan Asia Tenggara terdapat pemukiman zaman megalitikum. Sepertinya cerita asal usul nama Tanah Alas memiliki nilai kesesuaian.

Kajian nama-nama tradisional, Tanah Alas sesuai. Karena berdasarkan hal-hal yang dijumpai masyarakat awalnya. Selain itu, nama serupa di daerah Sumatera Barat juga dijumpai, Tanah Datar. Tanah Datar dan Tanah Alas memiliki makna yang sama.

Rewrite: Tim Apero Fublic.
Editor. Desti. S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang. 14 Agustus 2020.
Sumber: Bahrum Yunus, Dkk. Struktur Sastra Lisan Alas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.

Sy. Apero Fublic.