Tersebutlah sebuah
lembah di kaki Bukit Pendape. Hutan rimba yang lebat terhampar, bertana datar
dan banyak terdapat mata air. Sungai-sungai kecil mengalir, benca-benca bercabang-cabang
di sela-sela akar pepohonan. Air benca yang jernih karena
airnya keluar langsung dari mata air. Ikan Kecil dan burung-burung sibuk
bermain di alam yang damai itu. Di hulu benca juga banyak
terdapat bencani tempat burung mandi dan berburu ikan.
Ada sebatang pohon
kiara beringin yang sangat besar dan tinggi. Dahan-dahannya bercabang-cabang
landai. Pada dahan pohon kiara beringin ini, banyak sekali sarang lebah
bergelantungan. Pohon yang besar dan banyak sarang lebah kelak dinamakan
manusia dengan, pohon sialang. Ada sebua benca mengalir di bawah pohon
kiara beringin itu. Airnya jernih mengalir di celah-celah akar pepohonan.
Bentuk akar pohon
kiara beringin besar-besar melingkar, dan banyak rongga-rongga. Sesuai untuk
menopang batanganya yang besar dan tinggi. Dibalik rongga-rongga akar itu,
banyak hidup jenis serangga dan hewan-hewan kecil. Mereka membangun sarang yang
nyaman dan damai. Sarangkadal, katak, lipan, belalang, kaki seribu, laba-laba, ular
lidi dan lainnya. Ular lidi sejenis kadal, tapi bentuk tubuhnya lebih ramping-kecil
memanjang. Terdapat empat kaki seperti kadal. Ular lidi tidak berbisa karena
sesungguhnya sejenis kadal.
Suatu sore, katak keluar
dari sarangnya. Katak itu berkulit hitam, dan matanya rata tidak menonjol.
Jenis kata ini tidak ada hewan yang mau memangsanya, karena kulitnya keras dan
beracun. Sore yang cerah, katak melompat keluar sarangnya. Beberapa kali dia
melompat-lompat, sampailah dia di sarang ular lidi.
"Ular lidi,
marilah kiranya kita berjalan-jalan di senja hari ini, bermain di pinggir benca.”
Ajak katak.
“Maaf katak bukan aku
tidak mau menemanimu sore ini. Sebab beberapa hari ini telurku terus
bergerak-gerak, tanda dia akan menetas. Aku ingin menjaga telurku. Takut
nantinya terjadi sesuatu saat telurku menetas." Jawab ular lidi.
"Oh. Selamat
untukmu, sahabatku, semoga telurmu cepat menetas, dan anak-anakmu sehat."
Katak pamit pergi.
Kembali katak
melompat-lompat seraya bernyanyi-nyanyi riang. Kemudian katak mengetuk sarang
lipan, dan mengajak lipan untuk bejalan-jalan sore juga. Tetapi lipan juga
tidak bisa menemani katak, karena lipan sedang tidak enak badan, tidak semangat
keluar sarangnya. Beberapa kali katak mengetuk sarang sahabatnya, seperti
sarang kaki seribu, kadal, lipas, semunya sedang sibuk. Akhirnya katak pergi
sendiri di sore itu. Dia bernyanyi riang melompat di pinggiran aliran benca yang
bening dan sejuk. Kadang dia berenang dan melompat-lompat di atas akar pohon
dan rerumputan. Sampailah katak di hulu benca dimana dia
melihat ribuan semut anai-anai sedang berjalan, berbaris. Kata menyapa salah
satu semut.
"Hai, semut
anai-anai, mau ke mana kiranya kalian?. Bolelah tau kalau tidak keberatan?.
Tanya katak bersahaja. Seekor prajurit semut anai-anai berhenti dan menjawab.
"Wahai katak
yang ramah, kami tidak kemana-mana, hanya saja ratu memerintahkan kami untuk
membangun istana yang baru." Katanya.
“Oh. Begitu!!, iya
sudah selamat bekerja kawan. Aku pikir kalian akan pindah." Katak dan
prajurit semut anai-anai itu berkenalan lalu berbincang-bincang santai.
Akhirnya keduanya
menjadi akrab dan bersahabat. Semut naik keatas daun rumput. Katak duduk santai
diatas akar pohon. Dari tempat duduk, mereka menyaksikan barisan semut pekerja memajang
menghitam berjalan berbaris membawa material bangunan istana baru mereka.
Sebuah ranting pohon
kering melintang di atas benca dijadikan jembatan oleh para
semut. Katak dan prajurit semut anai-anai, dikejutkan dengan suara lari
menerobos semak-semak. Tiba-tiba, memecah keheningan hutan terdengar pekikan
suara rusa dan auman harimau. Suara gemuruh itu terus mendekat. Katak dan
prajurit semut anai-anai itu bersiap-siap antisipasi untuk hal yang tidak
diinginkan. Derap kaki hewan berlari terus mendekat, Lalu.
"Brusssss,
Brusss." Seekor rusa dan seekor harimau melintas melewati benca. Kaki
rusa yang melompati benca menerabas ranting dimana semut anai-anai menyemberang.
Tidak ampun lagi,
ranting bergeser dan jatuh kedalam benca. Semut-semut itu terpekik
dan berpegang erat-erat. Suda ada puluhan yang terjatu kepermukaan air benca
yang jernih itu. Tanpa ampun ikan kecil-kecil langsung menyambar yang terjatu
itu. Bahaya buat para semut, bukan saja air benca deras bagi
para semut, di dalam air benca juga banyak ikan-ikan kecil
yang akan memangsah mereka.
Dalam suasana yang
genting itu. Kata melompat dengan sigap. Ujung ranting hampir menyentuh air.
Katak membuka mulutnya, dan lidahnya yang panjang menyambar ujung ranting.
"Hupppp!!!. Semua semut menarik napas lega
dan tersenyum lebar. Mereka berterima kasih sekali pada katak yang baik hati
itu. Katak kembali meletakkan ranting di tepian benca seperti semula.
"Terima kasih
katak.” Ujar mereka hampir bersamaan membuat suasana menjadi ramai. Katak hebat
dan baik sekali kata semut-semut itu.Semua kejadian itu diceritakan semut anai-anai
kepada sang ratu semut.
"Baginda ratu
anai-anai yang mulia, begitulah kiranya kisah sore tadi. Kalau tidak dibantu
katak, mungkin ribuan teman-teman hamba jatuh ke air benca. Itupun
sudah ada puluhan yang terjatu. Kami tidak dapat menolong. Sebab langsung
disambar oleh ikan-ikan. Kemungkinan juga pembangunan kita akan terhambat.
Sebab penyemberangan tidak ada. Tapi katak membantu dan mengembalikan
penyemberangan seperti semulah." Jelas kepala prajurit semut anak-anai
itu.
Ratu semut terharu
sekali mendengar kisah itu. Berita itu populer di tengah semut anai-anai. Sang
katak adalah pahlawan mereka, dan ratu semut ingin memberi penghargaan buat si
katak. Maka diutuslah prajurit semut anai-anai yang siang itu
berbincang-bincang dengan katak. Surat undangan resmi kerajaan semut sampai
juga ke tangan si katak yang tinggal di bawah pohon kiara beringin. Katak
datang ke istana semut anai-anai. Menerima jamuan makan kerajaan. Semua
kemeriahan dihadirkan dalam menyambut kedatangan sang katak. Disambut bak tamu
kenegaraan yang penting. Membuat sang katak terharu sekali.
"Katak, terima
kasih telah membantu para rakyatku soreh kemarin. Jasamu tidak dapat kami
balas. Walau emas satu gunung kami berikan padamu.” Kata ratu anai-anai.
"Sama-sama Ratu,
sudah kewajiban kita sesama mahkluk hidup untuk saling membantu.” Ujar kata
berkata sederhana. Ratu semut dan katak terus berbincang-bincang banyak hal.
Mereka kini menjadi sahabat layaknya saudara.
"Katak, kami
ingin memberimu sedikit hadiah. Sebagai kenangan walau tidak seberapa."
Lalu ratu memberikan sebuah kotak indah yang tertutup lalu diletakkan di tangan
katak. Katak terkejut dan tidak menyangka akan diberikan hadiah. Katak tidak
langsung menolak. Tetapi dia menerima dahulu karena menghormati sang ratu.
Lalu katak membuka
kotak, ternyata di dalamnya ada permata yang indah sekali. Mengedip mata katak
karena silau cahaya permata memantul ke bolah matanya. Lalu kembali dia tutup
kotak permata itu. Kemudian, katak berkata.
"Ratu, bukan
saya tidak menghargai hadiah dari ratu. Atau hadiah dari ratu tidak menarik
hati saya. Saya membantu dengan ikhlas dan rasa kasih sayang saya akan sesama.”
Kata katak. “Dengan berat hati saya menerima hadia indah ini. Sebaiknya ratu
menggunakan harta berharga ini, untuk keperluan negara dan rakyat ratu. Apalagi
sekarang ratu sedang membangun istana baru. Tentu memerlukan dana yang tidak
sedikit.” Kata katak dengan lembut.
"Wahai sungguh
mulia hatimu katak. Alangkah indahnya bumi kita ini apabila semua makhluk
sepertimu, membantu dan menjaga sesama dengan ikhlas.” Ujar ratu.
*****
Tanpa terasa waktu
sudah sore. Mereka lupa waktu dan tanpa terasa hampir semua sudut istana ratu
semut sudah dikelilingi sambil berbincang-bincang. Maka tibalah katak
berpamitan untuk pulang. Sebelum pulang katak mengundang ratu untuk datang ke
rumahnya. Ratu semut mengiyakan dan berjanji akan datang ke rumah katak.
Mereka berjabat tangan
dan saling melambai tangan. Dari jauh ratu menyaksikan katak melompat-lompat
riang di selah-selah rerumputan. Lalu menghilang dibalik semak-semak hutan yang
lebat. Seminggu kemudian katak mengirim surat undangan untuk ratu ke rumahnya.
Surat sampai ke tangan ratu. Berita tersebar di seluruh kerajaan semut
anai-anai. Kalau katak mengundang ratu ke rumanya untuk acara pestanya. Rakyat
semut anai-anai semuanya ingin juga datang kerumah katak yang baik hati.
Katak adalah pahlawan
mereka dan mereka semuanya sayang pada katak. Maka diumumkanlah kalau ratu
besok pagi akan pergi memenuhi undangan katak. Dalam pemikiran rakyat semut katak
akan merayakan pertemuan dengan ratu sama seperti di istana mereka. Mereka
bilang, kapan lagi waktunya berpesta bersama katak kalau tidak saat ini. Demikianlah,
ratu semut anai-anai dan semua rakyatnya datang bersama-sama menuju rumah
katak. Semua semut bergembira dan tidak sabar datang kerumah katak. Iringan
semut anai-anai berbaris menghitam memanjang menuju rumah katak. Maka sampailah
rombongan ratu dan rakyatnya di depan rumah katak. Seekor prajurit semut
mengetuk rumah katak.
"Katak
sahabatku, apa engkau di dalam rumahmu. Baginda ratu sudah sampai. Beliau
menunggu di halaman rumahmu. Kami sudah tidak sabar bergembira di pestamu. Hari
ini adalah hari yang sangat meriah.” Kata si prajurit dari depan pintu rumah
katak. Katak buru-buru keluar mendengar ratu semut sudah tiba. Saat dia membuka
pintu rumahnya. Katak terkejut setengah mati. Matanya melotot besar seperti mau
melompat dari rongga matanya. Tubuhnya gemetar, dan rasa malu dan serta serba
salah bercampur aduk. Kemudian katak berkata pada prajurit semut itu. Prajurit
semut, katakan pada baginda ratu dan rakyatnya agar sabar dahulu, karena aku
sedang bersiap.
Kemudian si prajurit
menyampaikannya kepada ratu semut anai-anai, untuk menunggu. Maka mereka semua
menunggu sampai katak memanggil. Ratu semut duduk di kereta kebesarannya sambil
berbincang-bincang dengan dayang-dayangannya. Mereka memperkirakan apa yang
akan dihidangkan oleh katak. Begitupun dengan rakyat kerajaan semut anai-anai.
Mereka memperkirakan apa yang akan dihidangkan katak. Tarian katak apa yang dia
persembahkan ujar mereka mengira-ngira.
Sementara itu, di
dalam rumah katak kebingungan setengah mati. Dia berpikir kalau yang datang
hanya ratu semut dan puluhan pengawal saja. Tapi yang datang ternyata rakyat
satu kerajaan semut. Bagaimana dia menjamu tamu sebanyak itu. Sedangkan katak
hanya memiliki sedikit makanan. Satu biji buah salak, satu biji buah duku, dan
dua kuntum bunga yang di dalamnya terdapat air yang manis untuk minum serangga.
Berkali-kali dia menepuk keningnya dan berjalan mondar mandir. Sementara
matanya tetap melotot belum kembali normal seperti semulah.
Waktu berlalu, pagi
berganti siang, siang berlanjut ke sore. Namun katak tidak kunjung datang dan
keluar dari rumahnya. Menjelang malam semua semut sudah sangat kelaparan dan
terasa sakit di perut mereka. Begitu pun juga perut sang ratu. Kemudian ratu
memerintahkan parjurit yang menemui katak pagi tadi untuk menemui katak di
dalam rumahnya untuk mencari tahu. Saat prajurit semut itu masuk ke dalam
rumah. Dia tidak menemukan katak di dalam rumah. Hanya sepucuk surat di atas
meja. Kemudian surat itu diberikannya kepada ratu.
“ratu yang mulia
sahabat ku, maaf aku tidak dapat menjamu baginda ratu, dan rakyat ratu.
Hendaklah baginda memaafkan saya yang tidak sopan dan bersalah ini.
“Katak”
Baginda ratu pun
sadar dengan kesalahannya. Katak telah pergi dari pintu belakang. Ratu juga
merasa bersalah, dia baru sadar bahwa katak hanya seorang diri, mana mungkin
dia dapat menjamu banyak rakyatnya. Kemudian ratu semut juga menulis surat.
“Sahabatku, katak
yang berhati baik dan mulia. Seharusnya akulah yang meminta maaf atas kehilafan
ini. Aku lupa bahwa engkau seorang diri, sedangkan undanganmu hanya untukku. Hendaklah
dikemudian hari engkau mau mengundang aku lagi, dan kita mengulang dari awal
silatuhrahmi kita. Aku tunggu. Aku telah membuatmu malu. Maafkan aku, sahabat.
Tetaplah kita menjadi sabat selamanya. Saling memaafkan dan saling menjaga.”
“Ratu Anai-anai”
Surat balasan
diletakkan di atas meja katak. Perut semut sudah sakit karena kelaparan.
Sehingga mereka tidak dapat bergerak lagi karena laparnya. Ratu bingung, karena
tidak ada makanan, apabila mereka minum langsung di air benca keselamatan
terancam, karena arus deras atau ikan. Seekor semut tabib menyarankan agar
mengikat perut mereka dengan sesuatu. Tali, akar, atau rerumputan
untuk menahan sakit karena lapar. Kemudian ratu memerintahkan rakyatnya untuk
mengikat kuat-kuat perut mereka, sehingga menggenting.
Setelah mengikat
perut lapar kuat-kuat. Barulah ratu dan semua semut anai-anai berjalan
pulang. Dari peristiwa tersebut mereka belajar menahan lapar. Diwaktu musim
hujan dan makanan habis, mereka mengikat perut kuat-kuat. Mengikat perut saat
lapar menjadi kebiasaan semut, kemudian dicontoh serangga-serangga lainnya.
Dalam waktu lama, terjadi perubahan besar pada tubuh semut dan para serangga.
Perut mereka genting sebagaimana kita lihat sekarang. Sementara katak, matanya
yang terkejut membesar tidak pernah kembali normal lagi. Sehingga mata kata
menonjol keluar. Sampai anak keturunan katak juga mengikuti, mata diluar,
sebagaimana kita lihat sekarang.
Oleh: Joni Apero
Editor. Selita. S. Pd.Palembang, 22 Juli 2018.
Fotografer. Dadang Saputra. Danau Singkarak, Agam, Sumatera Barat, Indonesia.
Kirim saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama pengirim.
Sertakan nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis. Jumlah karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat email: fublicapero@gmail.com atau duniasastra@gmail.com. idline: Apero Fublic. Messenger. Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.
0 komentar:
Post a Comment