1/03/2020

Kecepek. Senjata Api Tradisional Masyarakat di Indonesia dan Asia Tenggara

Apero Fublic.- Masyarakat Indonesia selama ini hanya mengetahui senjata tradisional di Indonesia hanya berupa senjata-senjata biasa yang belum maju. Seperti tombak, pedang, keris, golok, panah, pisau, rencong, kujang, dan masih banyak lagi lainnya. Karena setiap daerah di Indonesia selalu memiliki senjata tradisional. Sesungguhnya masyarakat Indonesia juga memiliki senjata api tradisional, yang dinamakan Kecepek. Generasi muda sekarang sebagian besar tidak tahu dan tidak mengenali jenis senjata api tradisional Indonesia.


Saat menonton film-film, membaca buku yang bercerita tentang perang dengan Belanda, Inggris, Portugis, atau perang antar wilayah di Nusantara. Orang Indonesia selalu digambarkan hanya memiliki senjata tradisional manual, seperti pedang, tombak, panah, bambu runcing. Padahal orang Indonesia sejak abad ke 15 sudah ada senjata api tradisional, kecepek.

Selain bedil kecepek, ada juga meriam-meriam di benteng atau di kapal-kapal laut. Kapal-kapal orang Indonesia tidak kalah dengan kapal-kapal Asing. Kekalahan orang Indonesia karena penghianat-penghianat dari dalam. Perebutan kekuasaan antar pemimpin berlanjut dengan perang saudara. Kalah, bukan karena bodoh dan primitif.

Belanda menerapkan politik adu domba atau politik belah bambu. Satu kelompok ditekan dan satu kelompok dibantu. Setelah itu yang dibantu diserang dari belakang. Baik itu diserang dengan senjata atau dengan intrik politik. Belanda menguasai daerah tidak bersamaan. Tapi berangsur-ansur, misalnya Aceh hanya 40 tahunan di kuasai Belanda.


Masyarakat dunia menemukan sejenis senjata api tradisional, meriam. Meriam adalah prototipe senjata api pertama yang dibuat manusia. Dengan alasan ingin memiliki senjata yang dapat menembak lebih ringan, serta dapat dibawak kemana-mana. Maka manusia memunculkan ide membuat meriam lebih kecil, dinamakan meriam tangan. Ukuran sebesar bambu betung atau sedikit lebih besar.


Seiring waktu meriam tangan berkembang dan berubah menjadi bedil. Karena manusia ingin yang lebih praktis lagi terutama saat perang dan berburu. Dapat menembak dengan akurat dan terorganisasi, ringan. Maka inovasi meriam tangan berubah menjadi senjata api tradisional atau bedil. Bedil merupakan prototive kedua dari perkembangan senjata api yang kita kenal sekarang.

Pada masa kesultanan-kesultanan senjata api tradisional adalah komoditas perdagangan (abad 15-19 M). Tentu pada masa itu, bedil termasuk barang mahal. Pihak kesultanan, para bangsawan dan prajurit-prajurit memiliki senjata tradisional tersebut. Banyak juga masyarakat biasa yang memiliki. Mereka membeli dari pedagang-pedagang Cina, Jepang, Inggris dan lainnya. Baik membeli senjata sudah jadi atau berupa pipa besi untuk senjata api tradisional.


Kemudian senjata api tersebut ditiru oleh penduduk lokal Indonesia. Dengan membuat tipe senjata api tradisional sendiri. Tapi memiliki kualitas yang sama dari produksi orang luar. Penduduk membeli pipa besi dari pedagang untuk merakit sendiri. Pipa bedil yang siap pasang. Penduduk tidak perlu lagi modipikasi. Seperti membuat lobang picu atau menyumbat salah satu ujung pipa dengan tima.


Oleh karena itu, di Nusantara dan Asia Tenggara umumnya berkembang senjata api tradisional Kecepek. Di Indonesia berkembang corak asli aliran senjata api tradisional Indonesia. Ukuran pipa besi seukuran jari telunjuk manusia. Panjang pipa kurang lebih satu meter. Ukuran yang disukai satu setengah meter. Karena bentuk ukuran pipa yang ideal. Ukuran tersebut tidak terlalu panjang untuk dibawak-bawak kemana-mana di dalam hutan. Pipa panjang memiliki tenaga dorong kuat untuk peluru.


Penduduk kadang  membuat kecepek dari pipa ranjang kuno. Pada lobang pipa belakang di sumbat dengan tima. Caranya, timah dipanaskan dan mencair lalu dituangkan sampai kurang lebih sepanjang 30 cm. Bagian yang disumbat diletakkan pada gagang kayu. Fungsi sumbatan untuk menutup lobang pipa dan menahan mesiu. Sekaligus menciptakan landasan dorong peluru dan tekanan udara.

Berjarak 5 cm dari sumbatan pipa. Dibuat lobang sebesar jarum. Istilah penduduk menyebutnya, lobang pusat. Dari samping gagang dipasang pemantik atau pelatuk. Pelatuk terhubung ke pemicu bagian bawah gagang. Saat pemicu diraih maka pelatuk akan memukul tepat diatas lobang kecil. Sehingga tercipta pijaran api yang masuk melalui lobang kecil dan menyambar mesiu yang ada di dalam pipa. Saat itulah ledakan terjadi dengan asap yang mengepul dari ujung pipa.


Dalam pembuatan gagang atau rumah-rumah kecepek. Penduduk memilih kayu-kayu berkualitas. Terutama kayu-kayu yang berwana indah seperti kayu sungkaileban, dan lainnya. Pipa dan gagang disatukan dengan sejenis plat tipis yang melingkar dan dipaku pada gagang kayu. Di ujung gagang tepat sejajar dengan pipa kecepek, dibuat lobang untuk menempatkan palasak. Palasak terbuat dari besi kecil memanjang. Kalau sekarang seperti behal besi bangunan ukuran 6 ks. Panjang palasak sedikit lebih panjang dari pipa agar memudahkan saat pengisian kecepek.

Palasak alat pelengkap kecepek untuk pengisian. Palasak berfungsi untuk mendorong racikan mesiu. Karena racikan mesiu perlu dipadatkan dengan inal. Agar mesiu, peluru tidak tertumpa. Inal juga berfungsi untuk menciptakan tekanan dan ledakan. Tanpa inal tidak akan terjadi ledakan. Inal menjadi pengunci api mesiu saat dipantik dari atas pipa. Inal terbuat dari sobekan-sobekan sabut kelapa.


Ukuran pengisian mesiu dibuat dari potongan bambu yang seukuran dengan lobang pipa bedil kecepek. Panjang disesuaikan menurut pemilik, antara 15 sampai 30 cm. Penduduk menamakan dengan mentron. Senjata moderen sama dengan selonsong peluru namanya. Satu kali mengisi dituangkan beberapa mentron mesiu. Untuk peluru terbuat dari tima yang dibulatkan atau bulat panjang. Peluru dimasukkan setelah mesiu. Lalu dipadatkan dengan sabut kelapa (inal). Semakin erat inal maka akan semakin kuat dorongan peluru keluar.


Biasanya penduduk membuat sejenis keranjang kecil untuk wadah peralatan mesiu kecepek. Terbuat dari anyaman rotan atau anyaman bambu. Mesiu masyarakat lokal menyebutnya obat. Terbuat dari sejenis senyawa kimia dan bubuk arang. Bubuk arang kayu yang ringan dicampur bahan tersebut, lalu diapanaskan di dalam wadah penggorengan, misalnya kuali. Mesiu tradisional ini harus sejuk dan terjaga dari kelembaban.


Senjata kecepek tersebar luas di tengah masyarakat. Karena pada masa Kesultanan-kesultanan, harga bedil sangat mahal. Maka masyarakat petani berinisiatif membuat sendiri senjata tradisional kecepek. Sehingga masyarakat di Pulau Sumatera dan Kalimantan pada umumnya memiliki senjata kecepek.

Senjata kecepek paling banyak dan populer di provinsi Sumatera Selatan. Dibawah tahun 2000 hampir setiap rumah memiliki senjata api tradisional kecepek. Bahkan sampai sekarang dipedalam-pedalaman senjata api tradisonal kecepek masih digunakan penduduk untuk menjaga ladang, kebun dari gangguan hama babi. Karena mayoritas muslim membuat babi hutan sangat banyak hidup di dalam kebun-kebun karet, hutan-hutan.


Manfaat senjata api tradisional kecepek dari dahulu samapai sekarang tetap. Penduduk menggunakan senjata api tradisional kecepek untuk menjaga diri dan menjaga ladang. Karena penduduk di Pulau Sumatera dan Kalimantan mata pencahariannya berladang. Mereka harus berhadapan dengan harimau, beruang, dan ular piton besar. Maka senjata kecepek menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup. Senjata kecepek juga dijadikan senjata berburu.

Kadang senjata kecepek ada yang menggunakan untuk kejahatan. Misalnya merampok atau membunuh orang. Namun biasanya apabila masyarakat telah menembak seseorang. Biasanya yang ditembak itu orang jahat dan mengganggu kehidupan mereka. Tahun delapan puluhan pernah terjadi gariti harimau atau krisis harimau. Dimana serangan harimau sangat tinggi. Sehingga penduduk harus memburu harimau. Kecepek menjadi senjata andalan masyarakat dalam mempertahankan diri.

Pada masa perang kemerdekaan, kecepek juga menjadi senjata andalan menghadapi penjajah. Banyak penembak gelap dengan kecepek. Di Sumatera Selatan ada tiga jenis atau tipe senjata kecepek. Jenis pertama kecepek pipa 38. Jenis senjata kecepek besar yang sangat mengerikan. Kedua, jenis kecepek pipa kipas kuat. Jenis ini ukuran pipanya lebih kecil dari jenis pipa 38.

Tapi kekuatan terjangan peluru dua kali lipat jenis pipa 38. Jenis ketiga yaitu pistol kecepek. Atau kecepek pipa pendek dengan jangkau peluru 50-an meter. Senjata api tradisional kecepek satu kali menembak dan diisi kembali. Lama pengisian antara lima sampai sepuluh menit tergantung keahlian pemiliknya.

Pemerintah dan aparat penegak hukum tidak perlu khawatir dengan keberadaan senjata kecepek di tengah masyarakat. Senjata ini sudah menjadi budaya bagi masyarakat pedalaman. Mereka menggunakan untuk kepentingan pertanian. Sekarang sedikit demi sedikt senjata api kecepek mulai hilang. Penduduk mulai tidak lagi peduli dengan kecepek.

Hanpir habisnya harimau di hutan-hutan membuat senjata ini tidak lagi begitu diperlukan. Pemerintah baiknya membuat sebuah musium kecepek. Sehingga masyarakat yang ingin menyerahkan senjata tradisionalnya dapat ditampung. Lalu menjadi bagian koleksi senjata tradisional Indonesia, tempat wisata. Sesungguhnya penduduk banyak yang ingin menyerahkan senjata kecepek mereka. Tapi mereka takut nanti berurusan dengan hukum, maka masih banyak yang menyimpannya.

Di kawasan Pulau Sumatera dan Kalimantan kecepek di digunakan penduduk di daerah pedalaman, misalnya suku anak dalam dan di petalangan. Di daerah yang sudah maju penduduk tidak lagi menyimpan kecepek karena kesadaran mereka. Mereka memusnakan atau senjata kecepek rusak tidak terawat lagi.

Oleh. Joni Apero.
Palembang, 4 Januari 2019.
Sumber foto kecepek Internet.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment