PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

9/19/2019

Mitos Puyang Bumi Selebar Ayak

Apero Fublic.- Sewaktu aku masih kecil kakek dan nenekku sering menceritakan tentang seorang sakti yang sangat misterius. Legenda ini begitu populer sewaktu aku kecil. Hampir setiap anak-anak mengetahui cerita si Puyang Bumi Selebar Ayak. Konon, Puyang Bumi Selebar Ayak sering muncul di tengah masyarakat.

Dia menyamar menjadi orang tua, menjadi pengemis, menjadi orang yang sakit parah, atau orang yang terlunta-lunta. Terkadang dia muncul seperti orang gila. Tidak jarang juga dia muncul sebagai seorang pemuda yang gagah berani. Kadang berwujud laki-laki kadang bersalin rupa menjadi wanita tua yang buruk.

Di juluki Puyang Bumi Selebar Ayak karena dapat bergerak cepat ketempat-tempat jauh. Seakan-akan bumi ini hanya selebar ayak saja. Puyang ini tidak pernah mati. Dia hadir di sepanjang zaman. Banyak orang-orang tua berkata kalau Puyang Bumi Selebar Ayak adalah jelmaan dari Nabi Khidir.

Puyang Bumi Selebar Ayak datang membantu orang diwaktu genting sekali. Seakan-akan kepanjangan tangan Allah. Dia hadir tepat waktu untuk menyelamatkan manusia yang beruntung. Di antara cerita-cerita yang pernah aku dengar di tengah masyarakat sebagai berikut.

Mengobati orang sakit.
Pernah suatu ketika ada seorang lelaki yang menderita bertahun-tahun karena suatu penyakit. Tubunya kurus dan kuning. Sehingga orang mengira dia tidak akan hidup lama lagi. Akan segerah meninggal dunia. Namun si lelaki tetap sabar dan pasrah pada Allah. Menerimah ketentuannya dengan ikhalas.

Suatu hari datang seorang lelaki muda berumur 30-an tahun. Dia seperti seorang pengembara atau musafir. Orang itu juga mengaku sebagai penjelajah daerah-daerah. Orang tak dikenal itu mampir kerumah si orang sakit. Oleh keluarga lelaki yang sakit parah, orang asing itu diperlakukan dengan baik, layaknya tamu istimewa.

Si orang asing bertanya mengapa anak muda itu terbaring, apakah sakit, sudah berapa lama. Tubuhnya tinggal kulit dan tulang, berwarna kuning. Ayah pemuda yang sakit itu menceritakan semua. Termasuk lama sakit itu, sudah sekitar lima tahun. Kemudian setelah akan pamit pergi melanjutkan pengembaraan.

Si lelaki asing itu meminta segelas air putih. Air itu dia jampi-jampi dan dia usapkan kekepala dan rambut pemuda yang sakit parah itu. Kemudian si orang asing pamit pergi. Kalau dia lewat lagi mungkin akan mampir katanya. Kemudian pergi menghilang dan tidak tahu rimbanya lagi. Beberapa waktu kemudian si pemuda yang sakit parah perlahan membaik. Tubunya perlahan berisi dan sehat.

Hingga dua bulan dari hari itu si pemuda menjadi sehat seperti sediakalah. Bahkan bertambah sehat dari sebelum dia sakit. Orang tua dan keluarga si pemuda bersyukur pada Allah. Mereka juga menyadari kalau orang asing tersebut bukan orang sembarangan. Mereka bilang mungkin dia Puyang Bumi Selebar Ayah atau Nabi Khidir persi orang Melayu.

Membantu Orang Miskin.
Pernah suatu ketika ada seorang wanita balu,[1] hidup miskin dengan dua anaknya, satu laki-laki dan satu perempuan. Suaminya telah meninggal enam tahun lalu. Mereka hidup sederhana apa adanya. Anak lelakinya masih belum dewasa sehingga belum dapat membuka ladang baru. Suatu hari, beras mereka telah habis. Begitupun dengan makanan lain, seperti ubi, keladi, sagu, juga telah habis.

Wanita balu tersebut bersedih hati. Terkenang akan suaminya. Dia berkata seandainya suaminya tidak meninggal. Tidak mungkin mereka kehabisan makanan seperti ini. Dalam lamunan itu, tiba-tiba datang seorang wanita tua di halaman rumahnya. Wanita itu tampak lesu, baju bertambal-tambal, dan tubuhnya penuh koreng. Si wanita balu bertanya ada keperluan apa si nenek mampir.

Si nenek meminta makan dan minum dia kehausan dan kelaparan. Si wanita balu sedih sekali, mereka juga sedang bingung mau mencari kemana makanan. Tapi si wanita balu tetap baik hati. Dia memberi minum si nenek, dan memberi beberapa butir pisang rebus sisa sarapan mereka pagi tadi. Si nenek buruk rupa itu berterimah kasih dan makan pisang dan meminum air.

Setelah itu si nenek pamit, mengucap terimah kasih dan salam. Lalu menghilang di ujung jalan desa. Si wanita balu berusaha menghibur kesusahan hatinya. Dia berusaha melihat batang keladi yang baru dia tanam sebulan yang lalu di kebun belakang rumahnya. Mungkin sudah dapat di panen.

Saat dia melihat kebunya itu sudah berubah keadaannya. Ubi, pisang, keladi, sekarang tumbuh subur dan banyak umbi dan pisang bertandan siap masak. Betapa bahagia si ibu balu itu. Namun dia tidak habis pikir. Jelas-jelas kebun mereka masih baru ditanam semua. Tapi mengapa seolah-olah sudah lama. Karena bahagia dia bermaksud memberi tahu anaknya yang sedang tidur siang di kamar masing-masing.

Si wanita balu merasa belum yakin, apakah dia bermimpi. Saat dia masuk rumah, diatas meja sudah banyak makanan, begitupun di dalam bilik padinya sudah penuh dengan bulir padi dan siap di tumbuk. Maka selamatlah hidup si wanita balu itu sampai anaknya dapat berladang beberapa tahun kemudian.

Memberi Pelajaran Orang Kaya Yang Sombong
Pernah pada zaman dahulu ada orang kaya. Tapi dia sangat sombong dan takabur. Sehingga dia berlaku semena-mena dan merasa kekayaannya bukan dari keberkahan Allah tapi sebagai bentuk hasil kerja keras dan kepintarannya. Orang kaya tersebut sangat merendahkan orang-orang miskin.

Sehingga dia sering berbuat sewenang-wenang. Baginya tidak ada orang paling hebat selain dirinya. Pada suatu hari dia kedatangan orang tua yang berpakaian compang-camping, dan terlunta-lunta. Saat orang tua itu mampir di rumah si orang kaya. Maka orang kaya itu mengusir, memukul, dan mencaci maki orang tua tidak  dikenal itu. Maka si orang tua itu pergi, sambil menahan sakit.

Waktu berlalu,  dalam waktu sebulan kemudian si kaya mulai tertimpa musibah, dari kebakaran, kecurian, kerugian dan sakit parah. Sehingga tidak lama kemudian dia jadi orang paling miskin di desanya. Dua rumah panggung yang besar miliknya habis terbakar. Dia pun bersama keluarganya membuat gubuk bambu di tanah lapang bekar rumah terbakarnya.

Kesimpulan Dari Cerita
Kalau dicermati jalan cerita yang sepenggal-sepenggal itu memberikan cerminan pelajaran untuk semua orang. Seperti, hidup harus sabar menghadapi cobaan seperti cerita orang yang sakit. Kemudian hidup jangan berputus asa karena rahmat dan pertolongan tuhan itu dekat. Tercermin dalam cerita wanita balu dan si orang sakit. Kalau menjadi orang kaya, orang berkuasa jangan pernah berlaku sombong.

Dunia ini berputar, hari ini kaya besok lusa bisajadi orang paling miskin. Memperlakukan orang dengan baik. Menjamu tamu dengan baik. Menghormati orang tua kenal atau tidak. Menjadi manusia yang suka menolong. Berjiwa pahlawan dan suka membantu sesama. Jangan suka berbuat semena-mena. Apabila ditimpa musibah atau cobaan hendaklah jangan berputus asa. Menghargai orang jangan dilihat dari penampilannya. Jadilah orang sederhana.

Dampak Negatif Cerita Pada Paham Masyarakat
Cerita ini, membuat masyarakat selalu berhati-hati dengan orang-orang asing yang berlalu atau lewat. Terutama dengan orang yang berpenampilan tidak lazim. Seperti seorang wanita atau laki-laki tua yang bertamu kerumah seseorang dengan penampilan sederhana, misalnya berbaju compang camping. Ada kepercayaan kalau orang tua yang berlalu seperti musyafir adalah orang sakti.

Orang yang dia singgahi akan beruntung. Orang tua misterius yang sakti akan memberikan tua atau berkah pada rumah yang dia singgahi. Ada paham kalau pemilik rumah yang disinggahi berbuat tidak sopan dan berlaku sombong, maka Puyang Bumi Selebar Ayak akan memberikan hukuman. Seperti terkenah musibah, terkenah penyakit, terkenah kesialan yang berkepanjangan. Seandainya dia orang kaya akan menjadi miskin dalam beberapa waktu kemudian.

Dalam kepercayaan terhadap mitos ini, sangat rentan masyarakat terkena tipu di zaman sekarang. Karena tidak mustahil ada orang yang pura-pura menyamar menjadi pengemis dan kemudian pura-pura meramal atau berlagak sebagai orang memiliki kemampuan supranatural. Ada baiknya agar masyarakat jangan lagi mempercayai mitos Puyang Bumi Selebar Ayak. Tapi hanya menjadikan mitos atau legenda Puyang Bumi Selebar Ayak sebatas cerita rakyat atau sastra lisan biasa.

Oleh. Joni Apero
Editor. Selita. S.Pd.
Palembang, 19 September 2019.
Sketsa. Apero Fublic

Arti kata: Ayak sejenis saringan manual terbuat dari anyaman rotan. berbentu bulat hampir mirip tampa tapi anyaman jarang berlobang-lobang. Ayak di dalam cerita ini adalah ayak padi. Biasanya ayak ini berdiameter 50 cm.

[1]Balu berarti wanita yang ditinggal mati oleh suaminya.


Sy. Apero Fublic

9/16/2019

Konsep Puyang: Dahulu dan Sekarang

Apero Fublic.- Masyarakat Melayu Provinsi Sumatera Selatan, memiliki konsep kepuyangan dan gelar puyang. Hampir disetiap tempat ada puyang-puyang masyarakat. Bagaimana pengertian puyang pada masyarakat Melayu Sumatera Selatan. Kata puyang merujuk untuk menghormati seorang manusia. Puyang juga memiliki makna tinggi dan terhormat. Kata puyang terdiri dari dua kosa kata pu dan yang. Kata puyang juga bentuk pengembangan dari kata Uwang atau waang.

Uwang atau waang, di sebagian besar Pulau Sumatera berarti manusia. Secara bahasa kata Pu menggambarkan tempat atau landasan tumpuan. Selain itu, kata Pu juga merujuk pada tempat ketinggian, po'cok atua pucukPu juga bermakna utama atau awal. Kata pu juga bentuk penyederhanaan dari p'o menjadi pu. Apabila gelar puyang muncul sewaktu berkembangnya pengaruh Hindu dan Budha, maka kemungkinan ada keterkaitan dengan bahasa sanskerta.

Masuknya pengaruh Hindu dan Budha sehingga menyerap bahasa sanskerta. Seperti kata hyang yang berarti suatu keberadaan spritual tak kasat mata yang memiliki kekuatan supranatural. Keberadaan spritual dapat bersifat ilahiah atau roh leluhur (wikipedia). Pendiri Kedatuan Sriwijaya juga menggunakan gelar puyang, Pu-hyang Dapunta Jaya Naga. Kata pu-hyang itulah bergeser menjadi puyang saja sebagaimana kita kenal sekarang.

Sehingga, kata puyang kemudian berkembang untuk menamai atau menggelari seorang yang dianggap memiliki kemampuan supranatural atau memiliki kelebihan dari manusia biasa lainnya: seperti pemimpin setempat, tokoh masyarakat, atau orang yang dianggap memiliki kekuatan supranatural (sakti).

Konsep gelar puyang juga terdapat di luar Provinsi Sumatera Selatan. Meliputi wilayah Pulau Sumatera Bagian Timur, meliputi Provinsi Bengkulu, Jambi, Bangka Belitung, dan Lampung. Bentuk pengaruh kosep kepunyangan dipengaruh legenda Si Pahit Lidah versi Jambi dan versi Bengkulu. Berikut konsep pengertian kata puyang pada masyarakat Melayu Sumatera Bagian Timur, studi Sumatera Selatan.

A.Konsep Puyang Masa Lalu.
1). Puyang Dalam Artian Sebagai Pemimpin.
Puyang diartikan sebagai gelar kehormatan pada seseorang pemimpin di suatu tempat. Manusia yang memiliki kelebihan dalam keilmuan dan kebijaksanaan. Menguasai ilmu hukum, adat istiadat setempat sehingga dia sebagai pelindung masyarakatnya dan penegakan hukum.

Pengartian puyang sama, seperti di Jawa sunan. Datuk di Minangkabau dan Malaysia. Daeng di Sulawesi, dan Teuku di Aceh. Puyang sebagai gelar kehormatan dan pengakuan atas kepemimpinannya. Seperti Puyang Depati di Kota Sekayu pada masa Kesultanan Palembang. Puyang Depati diangkat menjadi pemimpin di Marga Sekayu 1733 Masehi. Gelar puyang disini adalah bentuk gelar kehormatan kepemimpinan dari masyarakat.

2). Puyang Dalam Artian Nenek Moyang
Kata Puyang juga memiliki makna leluhur masyarakat setempat. Atau nenek moyang masyarakat setempat. Hal ini, diartikan semisalnya ada ungkapan “zaman puyang kita dulu“ atau “puyang kita orang dari.” Dari kalimat perbincangan kata puyang merujuk ke leluhur masyarakat yang berbincang. Bersifat jamak atau banyak tidak tertuju pada satu orang.

3). Puyang Dalam Artian Kekeramatan
Puyang dalam arti kekeramatan adalah dimana pengertian kata puyang merujuk pada satu orang manusia. Gelar puyang tidak harus penduduk asli, boleh juga seorang pendatang yang menjadi panutan, guru, atau memimpin di tempat mereka. Kalau orang tersebut penduduk asli biasanya penduduk mengaku sebagai anak cucunya. Tapi kalau pendatang masyarakat setempat hanya menggelari puyang dan mengkeramatkannya.

Pada kasus ini, pemberian gelar puyang diwaktu kemudian. Setelah berlalu beberapa generasi. Sehingga masyarakat tidak lagi mengenal secara fisik, tapi hanya berupa cerita tutur. Biasanya ada objek yang dijadikan keramat, kadang berupa makam, kadang hanya sebuah situs.

Dengan demikian, karena dia dianggap tua, setara dengan nenek moyang. Jadi masyarakat akan menyebutnya dengan puyang. Sekaligus sebagai tanda menghormati. Kemudian lama semakin lama, terbentuk gelar puyang untuk orang tersebut. Nama puyang diambil dengan keadaan sekeliling atau dari nama julukan, kadang juga nama asli.

Seperti Puyang Tengah Laman di Desa Gajah Mati, Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Menurut penjaga kunci nama asli Puyang Tengah Laman adalah Syaik Djafar Siddiq. Beliau adalah guru agama Islam yang datang sekitar abad 15-16 Masehi ke Desa Gajah Mati.

Tempat keramatnya berupa tanah lapang. Konon tanah lapang tersebut rumah dan tempat aktivitas, seperti mengobati masyarakat, mengempu, dan belajar agama. Seiring waktu tempat tinggal hancur, dan tinggal lahan tanah lapang. Kemudian muncul tanah tumbuh (sarang rayap) dikemudian hari di tanah bekas rumah puyang. Dikeramatkan oleh penduduk. Tanah lapang atau halaman dalam bahasa Melayu Sekayu, Tengah Laman. Maka dijuluki, Puyang Tengah Laman.

4). Puyang Dalam Konsep Cerita Rakyat.
Gelar puyang dalam konsep legenda adalah berupa cerita-cerita tokoh-tokoh fiksi. Dimana masyarakat mempercayai cerita-cerita, dongeng, atau legenda orang sakti. Contoh Puyang Serunting Sakti atau Si Pahit Lidah. Legenda Puyang Kemiri dari Kabupaten Empat Lawang. Kemudian legenda Puyang Burung Jauh dimana tokoh ini sering muncul sebagai burung yang berbunyi jauh-jauh-jauh.

Sehingga masyarakat akan pergi meninggalkan kampung halaman mereka. Sebagai tanda bahaya dari sang puyang untuk masyarakat. Namun walau di dalam cerita rakyat tetap gelar puyang menempatkan kedudukan pada sisi kepemimpinan, orang sakti, dan leluhur. Cerita kepunyangan ini belum dapat diketahui kebenarannya walau dihubungkan dengan tanda-tanda, seperti situs keramat.

5). Puyang Dalam Tatanan Silsilah Keluarga (Adat Peraturan).
Puyang juga menempati kedudukan dalam keturunan atau silsilah keluarga. Puyang sebagai panggilan untuk orang tua dari kakek-nenek kita. Selain itu, panggilan puyang juga digunakan untuk orang-orang yang kedudukannya sejajar dengan puyang kita. Misalnya saudara bungsu dari puyang kita, atau saudara sepupu dari puyang kita.

Walau seumuran dengan orang tua kita, atau kakek nenek kita, tetap dengan  adat peraturan, memanggil dengan, puyang. Maka aturan pemanggilan puyang tidak tergantung umur tapi posisi silsilah. Berikut uraian puyang dalam silsilah keluarga dan konsep tujuh keturunan yang sering disebut masyarakat kita. Sususnan silsilah ini diambil dari sistem adat Melayu Sekayu. Silakan mencocokkan dengan nama wilayah anda.
1. Moneng-moneng
2. Puyang  (1)
3. Kakek-Nenek (2)
4. Ayah dan ibu (3)
5. Anak (kita) (4)
6. Cucu-Cicit  (5)
7. Piut (6)
1. Moneng-moneng (7).

Setelah piut maka silsilah kembali ke moneng-moneng lagi. Anak dari piut akan memanggil puyang dengan moneng-moneng. Begitupun puyang memanggil anak dari piut dengan moneng-moneng. Dari moneng-moneng kembali membentuk garis tujuh keturunan baru. Konsep inilah yang dikenal di Indonesia dengan istilah tujuh keturunan. Anda perna mendengar ungkapan, harta tidak habis dimakan tujuh keturunan. Inilah konsepnya. Setiap tujuh keturunan akan memulai tujuh keturunan baru.

B. Konsep Puyang Masa Sekarang.
1). Pemberian Gelar Puyang 
Banyak orang mengartikan puyang hanya untuk sebutan orang yang sudah tua. Di dalam silsilah keluarga, walau umurnya masih muda namun apabila posisi sejajar dengan puyang (dalam sebuah keluarga), maka piut-piutnya wajib memangginya dengan panggilan puyang. Jadi ukuran umur tidak menentukan.

Anggapan masyarakat sekarang puyang hanya untuk orang tua dan leluhur saja tidak benar dan keliru. Selain digunakan di dalam silsilah dan leluhur. Konsep puyang juga gelar kehormatan untuk seseorang. Bentuk penghargaan pada seseorang atas jasa-jasa orang tersebut. Bentuk pengakuan sebagai seorang pemimpin di daerahnya.

Pada zaman sekarang gelar puyang terlupakan. Hanya dipakai pada sistem silsilah dalam keluarga sekelompok masyarakat di Musi Banyuasin. Gelar puyang menjadi hilang karena tidak ada lagi manusia yang sakti. Kemudian ketahayulan mulai hilang dan mulai berganti kerasionalan.

Untuk menyelamatkan gelar puyang sebagai ciri khas dan warisan budaya. Maka pada zaman sekarang pemakaian gelar puyang sangat diperlukan. Selain untuk menyelamatkan kebudayaan sendiri sekaligus sebagai pengidentitasan masyarakat Melayu Pulau Sumatera. Meliputi Sumatera Selatan, Lampung, bengkulu, Bangka Belitung dan Jambi. Gelar budaya  puyang adalah suatu warisan yang harus di selamatkan oleh generasi sekarang. Mengingat mulai krisis identitas budaya sebagai ciri keberagaman Indonesia.

Konsep puyang pada zaman sekarang dapat diberikan pada seseorang tokoh masyarakat di Pulau Sumatera di lima provinsi tersebut. Seperti gelar untuk orang yang berjasa pada masyarakat dan negara, seperti pahlawan yang gugur semasa perang kemerdekaan.

Tentu tidak semua yang ikut perang, semisalnya seorang pemimpinnya. Kemudian gelar untuk seorang tokoh masyarakat, tokoh agama, budayawan, pecinta lingkungan, pelestari kebudayaan, peneliti bidang akademisi, seniman dan sebagainya.

Selain itu dapat juga diberikan pada pemimpin-pemimpin sekarang, seperti seorang bupati, gubernur, presiden, DPRD (I dan II)-MPR, TNI dan Polri. Pemberian gelar pada Kapolda, Kaporles, dan Pangdam, Panglima TNI, menteri. Selain yang berasal dari dalam lingkup Sumatera Bagian Selatan (putra daerah atau pernah bertugas), gelar dapat juga diberikan pada tokoh-tokoh Nasional dan Internasional.

Sebagai contoh gelar untuk Pahlawan Nasional. Misalnya, Puyang Pahlawan Dr. AK. Gani. Karena beliau pahlawan nasional dan gubernur pertama Sumatera Selatan. Puyang Negeri Batang Hari Sembilan Haji Alex Noerdin. Karena mengingatkan jasa beliau pernah menjadi gubernur Provinsi Sumatera Selatan.

Puyang Hulubalang Bayangkara Kapolri Tito Karnapian. Kenapa ditambah hulubalang bhayangkara karena dia dari kapolisian. Hulubalang adalah jabatan perwira prajurit Melayu masa lalu. Untuk Panglima KODAM Sriwijaya, Puyang Panglima Sriwijaya karena sebagai pemimpin Kodam II Sriwijaya.

Puyang Wanua Melayu Herman Deru. Penambahan wanua adalah kata tempat dalam prasasti peninggalan Kedatuan Sriwijaya. Puyang Nusantara Tujuh Jokowidodo, gelar nasional. Karena beliau adalah Presiden Republik Indonesia. Penambahan kata Nusantara mewakili Indonesia, karena beliau adalah Presiden Indonesia.

2). Hukum dan Mekanisme Gelar Puyang.
Dalam pemberian gelar tentu harus ada mekanisme hukum dan tatacara atau payung hukum yang ditetapkan (UU). Seperti dalam menentukan kriteria atau ukuran pemberian gelar (lisensi), serta tatacara pencabutan gelar dikemudian hari (misalnya penerima gelar menjadi koruptor).

Catatan: gelar puyang bukan gelar bersifat turun temurun. Tapi gelar puyang murni diberikan pada orang biasa yang kemudian menjadi luar biasa, bukan keturunan bangsawan. Tapi boleh juga pemberian pada seorang bangsawan, misalnya Sultan Palembang. Gelar Puyang adalah bentuk penghargaan, penghormatan masyarakat atas jasa-jasa seseorang. Juga sebagai bentuk melestarikan kebudayaan Melayu dan mengembangkannya.
Bangunan bercat hijau adalah tempat Keramat Puyang Tengah Laman di Desa Gajah Mati, Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.

Oleh. Joni Apero
Palembang, 17 September 2019.
Sumber diolah dari berbagai sumber: Dari pengamatan langsung, buku-buku membaca di internet, dan memahami sebagai putra daerah Sumatera Selatan.

Sy. Apero Fublic