PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

10/03/2023

Kekhawatiran Masyarakat Atas Kelestarian Lingkungan Sungai Oleh PT. BAM

APERO FUBLIC. MUBA.- Sungai dan sumber-sumber penampungan air merupakan aset tak ternilai harganya bagi kelangsungan kehidupan di muka bumi. Untuk itu, masyarakat ditutut untuk menjaga kelestarian sungai. Tidak boleh membabi buta demi kepentingan sesaat diri sendiri. Harus mengedepankan kelestarian alam untuk menjamin kehidupan manusia jangka panjang.

Nah permasalahan demikianlah, yang menyebabkan Kekhawatiran Masyarakat Atas Kerusakan Lingkungan Sungai Pada Pembukaan Lahan Perkebunan Sawit PT Babat Agro Mandiri (BAM) di Desa Rantau Sialang, Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, dan daerah Kelurahan Soak Baru. Sekira masyarakat; agar memperhatikan kondisi sungai dan tempat penampungan air alam. Seperti tidak merusak sempadan sungai, memutus aliran sungai-sungai dan anak sungai.

Apabila memang telah memiliki rencana kerja, agar memberitahukan pada masyarakat secara terbuka. Mengungkapkan izin lingkungan, peta penataan sumber air, atau bekerjasama dengan masyarakat mengelola sumber air. Karena sumberdaya air dapat dijadikan sentra perikanan tangkap dan budidaya ikan pada waktu kedepannya.

Tentu, kekhawatiran demikian tidak perlu terjadi. Tidak ada kerugian pihak perkebunan mengelola secara baik SDA. Sebab perusahaan kelak membutuhkan air untuk kepentingan perkebunan. Kalau penampungan air alam (sungai, lebung) dihilangkan, tanah akan gersang.

Pada Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 Tentang Sungai;

Bab II, Pasal 3 Ayat 1, sungai dikuasai oleh negara, yang pelaksanaannya dilakukan oleh negara. Dari peraturan ini jelas, sungai bukan milik pribadi walau dikiri kanan sungai tanah dikuasai oleh masyarakat atau perseroan. Pada Bab II, Pasal 5 tentang sempadan sungai, untuk sungai bertanggul (tebing) jarak sempadan di kiri kanan paling sedikit lima meter. Untuk sungai yang tidak bertanggul (tidak bertebing) ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Untuk lebih jelas kita semua dapat membaca petunjuk hukum tentang sungai; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air. Sebagai cuplikan kaidah pengelolaan SDA pada pasal 2;

Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan berdasarkan asas: a. kemanfaatan umum; b. keterjangkauan; c. keadilan; d. keseimbangan; e. kemandirian; f. kearifan lokal; C. wawasan lingkungan; h. kelestarian; i. keberlanjutan; j. keterpaduan dan keserasian; dan k. transparansi dan akuntabilitas. (SJR)

Sy. Apero Fublic

10/02/2023

TRADISI NGOMBOT: Gulai Tujuh Jenis Ombot Pada Prosesi Adat Kematian (Muba)

Proses Pengambilan Ombot Pohon Kelapa.

APERO FUBLIC.- Tradisi merupakan aktivitas yang dilakukan secara berkelanjutan pada suatu kelompok masyarakat di suatu tempat. Tradisi walau tidak mengikat dan tidak ada sangsi hukum adat dari masyarakatnya bagi individu yang tidak mengikuti. Namun, masyarakat tetap melakukan ketentuan tersebut sesuai kemaunan personalnya. Hal demikian dapat kita saksikan pada tradisi ngombot dan membuat gulai tujuh jenis ombot dalam prosesi adat saat ada musibah kematian di Desa Gajah Mati, Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin.

Tradisi Ngombot pada saat adanya musibah kematian merupakan tradisi kuno yang masih bertahan di tengah masyarakat Musi Banyuasin tepatnya di Desa Gajah Mati. Kata ngombot berasal dari kata ombot. Ombot berarti bagian lunak di pangkal pucuk pohon dengan catatan pohon berakar serabut. Kelompok akar serabut yang dapat diambil ombot adalah, kelapa, sawit, enau, pinang, salak, kelumbi, rotan dan kurma. Jenis pohon terna juga sering diambil ombotnya, seperti batang pisang. Tapi ombot pohon terna terdapat di tengah-tengah batang.

Ombot Kelapa Sawit.

Sudah sejak lama bahkan sebelum masuknya pengaru asing di Sumatera Selatan. Tradisi ngombot sudah ada sebagai makanan dan sayuran. Ombot diambil bukan saja saat ada kematian tapi pada setiap waktu ada kesempatan melakukannya untuk konsumsi keluarga. Gulai ombot dalam tradisi musibah kematian dikonsumsi pada malam ketiga atau malam ke tujuh setelah kematian almarhum. Penduduk setempat menyebutnya malam nige-tujuh (hari ke tiga langsung ke tujuh).

Kemudian ada juga malam ke tujuh yang disebut, nujuh. Malam tersebut diisi dengan aktivitas tahlil dan membaca yasin dan dilanjutkan pembacaan ayat suci Al-Quran. Beragam aturan malam ke tiga dan ke tujuh. Ada yang berhenti tahlil di malam ke empat dan nanti dilanjutkan malam ke tujuh. Ada yang tahlil selama tujuh malam tanpa berhenti. Ada yang tahlil hanya tiga malam langsung tujuh. Ada yang tahlil sampai tiga malam dan malam ke empat dilanjutkan nujuh.

Buah Kelapa Siap Diolah Untuk Gulai Ombot.

Gulai ombot yang tujuh macam; masa lalu ombot kelapa, pinang, pisang, rotan udang, rotan manau, enau, dan salak. Bermacam-macam yang penting jumlahnya tujuh. Beberapa ombot hanya syarat saja dalam artian dicampur sedikit. Ombot yang menjadi pokok ombot kelapa, enau, serdang, ibul, dan lainnya. Sekarang tradisi gulai ombot tujuh macam mulai bergeser dan kadang tidak lagi diikuti. Hanya satu ombot saja, misalnya ombot kelapa dan kadang ombot sawit.

Perubahan tersebut bentuk pergeseran nilai-nilai kebiasaan yang dipengaruhi pemahaman masyarakat yang tidak kaku lagi. Kemudian ketersediaan pohon yang akan diambil ombot sudah tidak ada lagi. Bahkan banyak juga penduduk yang mulai meninggalkan tradisi demikian. Karena dianggap bukan syariat agama Islam. Memang benar, tardisi itu tradisi kuno (kepercayaan) yang dicampurkan dengan paham agama lain (diluar Islam).

Oleh: Dapunta Ahmad Osman
Editor. Arip Muhtiar, S. Hum

Sy. Apero Fublic

10/01/2023

Punjung Pangades Atau Pendutan

Ilustrasi.
APERO FUBLIC.- Punjung istilah untuk menyebut persembahan sejenis hidangan yang memiliki makna dan tujuan tertentu. Punjung merupakan budaya kuno atau purba asli dari masyarakat di Sumatra Bagian Selatan meliputi Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu, Jambi dan Bangka Belitung. Punjung alat ritual dan merupakan persembahan untuk menghormati sesuatu yang dianggap perlu dihormati.

Seperti jin penunggu, arwah leluhur, dan dalam adat pernikahan yaitu persembahan untuk keluarga mempelai perempuan dan pemerintah setempat. Selain itu, ada juga punjung untuk memberi tahu tentang kesucian seorang perempuan yang dinamakan Punjung Pangades. Pangades berasal dari kata gadis sedangkan awalan pa bermakna pada atau di gadis.

Adat merupakan hal yang sangat kental pada masyarakat masa lalu. Perlindungan pada wanita sangat ketat dimana seorang gadis dituntut untuk tetap perawan atau suci. Begitu juga orang tua ingin anak laki-lakinya mendapatkan istri seorang gadis perawan. Untuk itulah setelah melakukan malam pertama anak laki-lakinya ditanyakan oleh ibu atau keluarga perempuannya. Apakah istrinya masih perawan atau tidak.

Setelah itu, keluarga mempelai laki-laki akan membuat punjung pangades. Punjung terdiri dari nasi dalam wadah bakul atau pasu tembikar. Nasi putih dibentuk seperti gunung disebut runjung. Ayam dimasak tidak dipotong-potong, lingkar kelapa muda, beberapa butir telur, dan kua santan. Yang menjadi pembeda adalah ketika di dalam wadah punjung dimasukkan cedok dan sekit. Lalu sekit ditusukkan ke nasi punjung, kadang nasi dan pembungkus juga diacak-acak.

Sekit yang ditusukkan ke nasi pertanda kalau mempelai perempuan sudah tidak perawan atau tidak suci lagi menurut pengakuan mempelai laki-laki. Kalau menurut pengakuan mempelai laki-laki istrinya masih perawan maka punjung pangades dibuat rapi dan tidak dimasukkan sekit dan cedok. Sekit kayu bercabang banyak setiap ruas yang digunakan untuk mengaduk nasi saat menanak nasi masyarakat zaman dahulu. Cedok sejenis sendok besar terbuat dari kayu kadang dari tempurung kelapa digunakan untuk mengambil nasi di dalam wadah saat makan.

Saat mengantar punjung dilakuakn oleh tetua wanita atau jurai tue wanita. Tapi ada juga pihak keluarga mempelai laki-laki. Kalau mempelai perempuan masih perawan maka kata-kata baik-baik saja tanpa ada kiasan bermakna buru. Kalau mempelai perempuan tidak perawan lagi, pemberitahuan dengan sindiran saja. Misalnya, “Hutan rimbah sudah di tebas atau bambunya sudah dipotong orang.” Kadang tidak ada kata-kata melainkan hanya basa basi biasa saja. Namun, saat keluarga mempelai perempuan membuka dan melihat punjung pangades ada sekit tertusuk dan penataan punjung tidak rapi. Mereka jadi tahu sendiri kalau anak perempuan mereka tidak suci lagi.

Maksud dari punjung pangades apa bilah baru menikah beberapa hari atau satu dua bulan. Kemudian mempelai laki-laki tiba-tiba anak mereka. Mereka tidak marah dan menerima karena alasan tersebut. Kadang laki-laki juga menerima apa pun keadaan istrinya. Sehingga zaman dahulu hampir tidak pernah terjadi perceraian.

Oleh: Joni Apero
Editor. Rama Saputra.

Sy. Apero Fublic