APERO FUBLIC.- Di suatu masa di
Pedatuan Bukit Pendape hiduplah sepasang suami istri yang jahat, bernama Sambunu
dan istrinya Rampa. Mereka memiliki lima anak laki-laki dan satu anak
perempuan. Demi harta mereka relah menjadi penghianat pedatuannya sendiri.
Sehingga membuat bencana di Pedatuan dan bagi keduanya.
Ada segerombolan
perampok asing yang memasuki tanah Sumatera melalui Sungai Musi. Lalu menguasai
puluhan talang-talang penduduk. Semua kaum laki-laki dipaksa menjadi
pasukannya. Sedangkan kaum wanita di perbudak untuk kepentingan mereka.
Pemimpin perampok bernama Duruka. Dia ingin membangun Pedatuan sendiri. Dia
mengangkat dua orang kepercayaannya Kamita dan Kamito menjadi hulubalang. Dia pun
menggelari dirinya, Puyang Datu Depati Duruka.
“Bagaimana caranya
kita menaklukkan Pedatuan Bukit Pendape, Datu.” Tanya Kamita.
“Kalau diamati,
pedatuan itu kuat. Rakyatnya bersatu dan pandai ilmu kuntau. Kita harus memakai
siasat, dan mencari orang yang mau diperalat.” Kata Duruka. Dia makan ayam
bakar dengan sangat rakus. Setelah itu, memerintahkan Kamito untuk mengintai
dan memata-matai pedatuan dengan menyamar menjadi pedagang.
*****
Sebuah perahu kajang
penuh dagangan merapat ditepian pedatuan. Tiga pekerja dan seorang saudagar. Tampak
rama sekali, mereka mempersilahkan dua pasukan pedatuan mengecek dagangan
mereka. Seorang bendahara pedatuan menetapkan pajak untuk barang mereka.
Setelah membayar pedagang itu bebas berjualan diseluruh Pedatuan. Menyewa
sebuah kamar di pasar, sehingga mereka mudah berdagang setiap hari.
“Berapa kain songket
ini.” Tanya seorang ibu-ibu yang ditemani suaminya untuk berbelanja.
“Mura sekali, Uwa.”
Kata pedagang itu. “Saya akan memberikan cuma-cuma kalau kita mau saling
membantu.
“Apa yang dapat kami
bantu.” Ujar suami si wanita itu.
“Menjadi teman kami,
seandainya kalian bersedia. Kami akan memberikan dagangan kami dan satu
keranjang emas.” Kata pedagang itu. Kemudian dia memberikan puluhan kain
songket secara cuma-cuma sebagai tanda serius. Sepasang suami istri itu bukan
main senangnya. Setelah itu, bertambah sering mereka berkunjung ke tokoh
saudagar asing itu. Karena sudah berteman mereka menjadi akrab dan diundanglah
sepasang suami istri itu ke pedatuan perampok.
*****
“Kalau kalian mau
bekerja untukku, kalian akan Aku berikan satu keranjang emas. Kemudian akan Aku
angkat menjadi Depati di pedatuan kalian.” Kata Perampok Duruka.
“Benarkah apa yang
Tuan katakan.” Kata Sambunu. Mata istri Sambunu bersinar mendengar akan
mendapat emas satu keranjang.
“Benar, aku
berjanji.” Kata Duruka. Sambunu bertanya apa yang harus dia perbuat. Duruka
meminta dia membawa masuk pasukannya dengan diam-diam. Baik menyamar sebagai
pedagang atau pekerja, budak Sambunu. Dia diminta mengadakan pesta jamuan untuk
warga Pendape. Undang Depati dan datu-datu. Lalu makanan di racun agar mereka
dapat dengan mudah mengalahkannya. Sambunu dan istrinya setuju, karena akan
mendapat satu keranjang emas dan akan menjadi Depati.
“sebagai hadia
pertama, ambillah satu keranjang perak, satu ikat kain songket dan satu ikat
baju tenun.” Kata Kamita. Pulanglah Sambunu dan istrinya dengan penuh
kegembiraan. Perahu mereka banyak memuat hadiah dan tiga orang pekerja. Mereka
seakan menjadi saudagar kaya raya sekarang.
“Apa tidak rugi kita
memberikan banyak harta pada orang bodoh itu.” Tanya Makito.
“Nanti kita rampas
kembali apa yang kita berikan dan apa yang dia miliki.” Kata Duruka sambil
tetawa senang. Dia yakin akan dapat menaklukkan Pedatuan Bukit Pendape.
*****
Sambunu mengadakan
pesta jamuan makan besar. Dia memotong lima kerbau, lima sapi, ratusan ayam.
Kemudian mengundang Depati dan hulubalangnya. Para Datu dan pasukannya untuk
makan besar. Sebagaimana direncanakan kalau makanan akan diracuni.
Hulubalang Ujum, dia
bertugas mengamankan pedatuan dengan misi-misi rahasia. Dia merasa ada hal
aneh. Mengamati banyaknya pelayan tidak dikenal. Adanya saudagar-saudagar baru
di pedatuan. Hulubalang melaporkan pada Depati, tapi dia tidak menanggapi
dengan serius. Hanya meminta berjaga-jaga saja. Hulubalang menyamar menjadi
pengemis bersama beberapa anak buahnya. Sedangkan yang lain bersiap siaga di
sekitar itu.
“Ini saudagar terkaya
di muaro, Depati. Semua ini pedagang dan pelayan-pelayannya.” Kata Sumbunu
memperkenalkan pada Depati.
“Selamat datang di
Pendape, saya harap tuan-tuan senang berdagang di sini.” Kata Depati. Para datu
yang lain juga menyambut dengan rama.
“Mari-mari, kita
makan-makan Depati hari ini. Datu-datu semua, mari jangan sungkan.” Kata Sumbunu
mempersilahkan tamu-tamu. Semua makan dengan lahap, hidangan Depati, para datu,
dan pasukannya yang hadir berbeda dengan hidangan saudagar baru dan para
pelayannya.
“Ahhhh. Uggghhhh.”
Teriakan dimana-mana setelah mereka hampir selesai makan. Hanya Sumbunu dan
kelompok saudagar baru itu yang terus makan. Mereka hanya tersenyum puas dan
terus makan. Tahulah kalau makanan telah diracuni. Depati ingat apa yang
dikatakan hulubalang.
“Ha. Ha. Ha. Ha.
Depati, Aku akan menjadi penguasa baru di pedatuan ini.” Kata lelaki yang
mengaku saudagar itu. Sumbunu berdiri senang tapi dia terkejut saat Duruka
berkata kalau dia yang akan berkuasa. Bukankah dia berjanji kalau dirinya yang
akan menjadi depati baru.
Duruka mencabut
pedangnya dan ingin menyerang Depati. Sedankan Makita dan Makito beserta
pasukannya yang pura-pura menjadi pelayan mulai akan menyerang para datu dan
pasukannya. Mereka tidak berdaya, dengan kondisi teracuni. Beberapa mencoba
berdiri dan mencabut pibang. Tapi jatuh kembali dan memegangi dada mereka.
“Heeaaa. Wusss.
Wuusss.” Pedang Duruka beradu dengan pibang hulubalang Ujum. Panah banyak
menancap di tubuh anak buah Duruka. Sumbunu bersembunyi dan hampir terkena
serangan panah. Puluhan pasukan hulubalang masuk dan melindungi depati dan para
datu. Sebagian mengangkat dan membawa pergi mereka. Puluhan pasukan tidak dapat
di selamatkan. Dalam melarikan para pemimpin mereka, terus menerus di kejar dan
dikejar oleh anak buah Duruka. Untung berhasil bersembunyi di hutan dan
mengobati mereka semua.
“Masyarakat sudah mengungsi,
anak buah Duruka menjarah pedatuan dan membakar rumah-rumah. Mereka juga
berlaku bejat pada wanita yang tertangkap.” Lapor seorang prajurit pada Depati
dan Hulubalang. Semua bersedih dan marah sekali, terutama pada Sumbunu dan
istrinya.
“Penghianat itu, akan
menerima hukuman berat.” Kata Depati.
*****
Duruka begitu gembira
dia berhasil menduduki pedatuan. Dia sekarang menempati balai pedatuan dan
membangun benteng. Hulubalang Ujum berhasil mengumpulkan pasukan pedatuan dan
berkumpul di tempat rahasia. Depati mulai sembuh dan bersiap memimpin
penyerangan. Sementara itu, Sumbunu dan istrinya begitu kecewa karena dia hanya
diperalat. Tidak ada yang akan mereka dapatkan. Bahkan pemberian Duruka
dirampas kembali. Bukan hanya itu saja, harta mereka dan rumahnya diambil oleh
Duruka.
“Kita harus lari,
sebelum mereka membunuh kita.” Kata Sumbunu pada istri dan anak-anaknya. Karena
Duruka khawatir mereka akan membuka rahasia mereka. Penghianat tidak dapat
dipercaya, pedatuan sendiri dihianati apa lagi musuh. Kata Duruka. Tanpa
sengaja Sumbunu mendengar kata-kata itu. Mengetahui itu, larilah ke hutan
Sumbunu membawa anak istrinya. Mereka tidak sempat lagi membawa harta mereka.
Karena anak buah Duruka datang untuk menangkap dan merampas harta mereka.
*****
Pelarian Sumbunu dan
istrinya berakhir saat dia tertangkap oleh pasukan pedatuan yang berjaga dan
patroli. Dia kemudian dihadapkan ke Depati.
“Apa yang membuatmu
menjadi penghianat, Sumbunu. Harta atau kedudukan yang kau inginkan. Kau tahu
tidak akan ada orang yang percaya penghianat. Kebanyakan penghianat setelah
diperalat, akan di buang. Pedatuan kacau, talang-talang dibakar. Wanita diperkosa
dan orang tidak bersalah terbunuh. Semua itu, adalah karena perbuatanmu. Berapa
banyak hartamu, tapi sekarang habis dirampas perampok itu. Itulah, hasil
perbuatan penghianat sepertimu. Menjadi penghianat membunuh dirimu dan membunuh
negerimu. Sebab pemerintahan itu adalah rumah besar setiap orang. Kalau dia
merusaknya, maka dia juga akan rusak rumahnya.”
“Ampun depati, Aku
menyesal sekali.” Kata Sumbunu dan istrinya. Sementara anak-anaknya dipisahkan
dari mereka.
“Kau akan dihukum
dengan berat sumbunuh. Kelak akan menjadi pelajaran anak cucu kita.” Kemudian
Depati mencabut pibang saktinya. Lalu membaca matera perubah rupa dan kutuk
diri. Seketika itu, tubuh Sumbunu dan istrinya merasa panas dan gatal-gatal.
Lama kelamaan tubuh membengkak dan keluar air. Berlarianlah Sumbunu dan
istrinya tidak tentu arah. Entah apa yang terjadi, tubuhnya mulai tumbuh
buluh-buluh kuning. Semakin lama semakin lebat dan lebat. Rupa juga berubah
menjadi seperti kera. Tapi berbulu warna kuning dan badannya lebih beasar dari
kera, sedangkan suara aneh.
“Ceyyyyyy-Ceyyyy.”
Suara berulang-ulang. Kadang juga. “Cayyyyyyy. Caayyyyy.” Juga berulang-ulang.
Penduduk Pedatuan Bukit Pendape menamakan hewan itu dengan, simpai.
Setiap penghianat
dikemudian hari adalah keturunan dari Sumbunu dan istrinya. Sebagaimana kita
ketahui, semasa penjajahan Belanda banyak sekali penghianat hanya ingin
mendapatkan sedikit imbalan seperti Sumbunu dan istrinya, tapi menghancurkan
negerinya. Sampai sekarang masih banyak penghianat negara dan mereka tentulah
keturunan Simpai.
*****
Depati mengatur
setrategi, dengan cara mengepung balai pedatuan. Mereka tidak menyerang langsung.
Pasukan tombak dan panah di siapkan, berjaga siang dan malam. Sehari, sebulan
dan sampai tiga bulan akhirnya Duruka bersama anak buahnya menyerang keluar.
Mereka tidak punya pilihan lain selain menyerang keluar. Kalau tidak mereka
akan mati kelaparan, sebab padi di dalam bilik pedatuan habis.
“Heaaaa. Heeaaa.”
Terdengar teriakan putus asah anak buah Duruka. Mereka menggunakan tameng untuk
melindungi diri. Tapi pasukan pemanah mengurung dan terus menerus memanah. Satu
demi satu anak buah duruka tewas tertembus panah atau tertembus mata tombak. Di
setiap sudut hutan telah dijaga ketat, membuat langkah mereka tidak dapat
melarikan diri. Perahu dan rakit telah dihancurkan, penjaganya diserang.
“Sekarang Kau mau
lari kemana, perampok busuk.” Kata Datu Pedatuan Pendape. Tinggal tersisa
Duruka, Makita dan Makito. Datu maju menghadapi Duruka, dan Hulubalang Ujum
menghadapi Makita, sedangkan Makito berhadapan dengan Datu Kemenangan dari
Talang Rengas.
“Ha. Ha. Ha. Ha.”
Tawa Duruka membahana, dia meludah dan sesumbar kalau dia akan mengalahkan
datu. “Bertarung satu lawan satu, Aku akan mengalahkan kalian semua. Kalau
kalian laki-laki jangan main keroyok.” Kata Duruka sombong. Dia berkata kalau
dia sudah sangat banyak berperang dan selalu menang. Datu diam saja, dia
berkata agar Duruka segerah menyerangnya dan jangan hanya bicara saja.
“Heeeaaaa.” Trangg.
Traang. Trang.” Tiga senjata beradu, dengan terikan membahana. Semua pasukan memperhatikan
saja tidak ikut membantu. Karena itu pertarungan satu lawan satu. Pada awalnya
Duruka mampu membuat Depati kewalahan dengan serangan membabi buta Duruka. Tapi
berikutnya Duruka mulai habis tenaganya.
“Craasss.” Depati
menyabet betis dan bahu Duruka. Tidak lama kemudian Hulubalang Ujum menusukkan
pibang kidau di dada Makita. Makita roboh dan tewas seketika. Disusul dengan
Datu Kemenangan dapat mengalahkan Makito. Tampak pibang kanan Datu Kemenangan
menekan leher Makito dan Makito tidak dapat bergerak.
“Hari ini dalah hari
terakhir kalian berbuat jahat di bumi ini. Kalian menumpahkan dara orang-orang,
memperkosah wanita baik-baik, dan merampok disana-sini. Maka atas nama kebaikan
dan penegakan hukum di Pedatuan Bukit Pendape, kalian dihukum mati. Datu
kemudian memberi isyarat Datu Kemenangan untuk menghukum mati Duruka dan Makito.
Pedatuan Bukit Pendape kembali aman dan tentram sepeti semula.
Oleh. Joni Apero.
Editor. Deni Sutra.
Palembang, 22 Februari 2022.
Sy. Apero Fublic