8/19/2021

Politik Identitas Islam di Jerman dan Perancis

APERO FUBLIC.- Sebagaimana kita ketahui secara umum identitas yang berarti berkaitan dengan suku, ras dan agama dan politik identitas yang berarti identitas yang dikaitkan dengan politik atau bisa disebut dengan bio-politik atau politik perbedaan. Seiring perkembangan pemahaman manusia politik identitas menjadi faktor yang berpengaruh dalam merebut kekuasaan.

Hal ini juga tumbuh dan berkembang di kalangan kaum Muslim. Tidak hanya di kalangan mayoritas, tapi juga pada negara-negara minoritas Muslim. Islam merupakan agama dengan tingkat pertumbuhan yang sangat cepat di dunia terutama dinegara-negara Barat, seperti Jerman dan Perancis.

Politik Identitas Islam di Jerman.

Jerman merupakan suatu negara yang berbentuk federasi, terletak di Eropa Barat. Negara ini termasuk salah satu negara maju di dunia, terutama pada bidang kemajuan teknologinya dan memiliki ekonomi yang mapan. Luas wilayahnya mencapai 357.021 kilo meter persegi dengan penduduk sekitar 82 juta jiwa. Jerman juga menjadi negara dengan penduduk imigran ketiga terbesar di dunia.

Keberadaan Islam yang pertama kali di Jerman, yaitu dengan masuknya bangsa Turki pada abat ke-17 Masehi.. Kemudian masa berikutnya masuknya imigran dari negara mayoritas Islam diantaranya dari Libanon, Palestina, Afghanistan, Aljazair, Iran, Irak dan Bosnia. Bosnia yang pada saat itu terjadi konflik di negaranya. Kedatangan umat Islam ini kemudian menetap, dan umat islam mulai berkembang di negara Jerman. Selain itu, banyak juga masyarakat Jerman yang amemeluk Islam sebagai agamanya.

Bukan hanya pengaruh Islam yang berkembang pesat, tapi juga pada bidang hukum. Sebagaimana Pasal 4 ayat 1 dari Undang-Undang Dasar Jerman yang menyebutkan kebebasan beragaman bagi masyarakat di Jerman dan memiliki pendangan filosofis hidup tidak boleh diganggu. Dengan demikian kebebasan dalam memeluk agama di negara jerman tidak dapat didiskriminasi.

Begitu juga pada bidang Pendidikan Islam dan Infrastruktur pendukung mulai berkembang di Jerman. Mulai dari pendidikan Islam di Sekolah Dasar, sampai memasuki tingakat akademi juga ada jurusan teologi Islam. Pendidikan ini dianggap dapat memberi solusi untuk masalah kehidupan Muslim dalam keberagaman, dan mengangkat isu partisipasi kaum Muslimin dalam politik. Perlu diketahu pada beberapa dekade lalu, tuntutan dalam infrastruktur Islam kaum Muslimin selalu mendapat hambatan untuk membangun masjid. Umumnya selalu kandas di tingkat parlemen setempat. Namun sejak tahun 1990-an, banyak masjid yang dibangun dengan megah. Sekarang di Jerman kurang lebihnya sudah terdapat sekitar 200-an masjid.

Politik Identitas Islam di Perancis.

Kehadiran kaum muslim di Perancis sudah ada sejak awal abad ke-20. Masuknya umat Islam di Perancis tidak terlepas dari sejarah kolonialisme Perancis di Afrika Utara terutama di negara mayoritas Muslim seperti Tunisia, Maroko, dan Aljazair. Perancis juga menerapkan politik asimilasi, dimana masyarakat negeri jajahan dianggap sebagai warga negara Perancis sendiri.

Sehingga mereka bebas tinggal dan menetap di Perancis. Sebagai contoh dimana Perancis menganggap Aljazair masih bagian dari Perancis sampai tahun 1962. Pada masa penjajahan Perancis di Aljazair, banyak masyarakat Aljazair yang menjadi tentara Perancis dan menjadi buruh. Sebagai bentuk dari kebijakan Perancis untuk rekonstruksi pasca Perang Dunia I (1914-1918).

Tahun 2005 ada 15 juta orang Aljazair dan sekitar enam juta diantaranya berada di Perancis. Sehingga menjadikan komunitas Muslim sebagai komunitas agama terbesar kedua setelah agama Kristen di Eropa. Ditambah banyaknya manyarakat non-muslim yang memeluk Islam sebagai agamanya.

Setelah terjadinya tragedi WTC (world Trede Center) tanggal 11 September 2001 di Amerika Serikat. Adanya stigmatisasi pada umat Islam, begitu juga pada umat Islam di Perancis. Dimana umat Islam mendapat tekanan yang sangat kuat dilarang mengunakan artribut-atribut yang berkaitan dengan keagamaan tertentu, seperti menggunakan hijab, jilbab dan lainnya. Dengan alasan memisahkan agama dengan negara secara tegas (sekulerisme ekstrim). Karena agama (Islam) dianggab sebagai wadah penampung terorisme, radikalis, terbelakang, dan ekstrimisme.

Muncul juga islamophobia pada maysarakat Barat, baik di Eropa dan Amerika Serikat. Epek dari banyaknya tekanan tersebut menciptakan gejolak pada masyarakat Muslim. Seperti penentangan atas pelarangan memakai hijab bagi Muslimah dimana hijab adalah wajib dikenakan untuk menutupi aurat para muslimah. Sehingga banyaknya umat muslim di penjuru negara turun kejalan, dimana umat muslim menganggap hijab bukanlah bentuk perlawanan terhadap negara.

Perkembangan kaum Muslimin Perancis terus bertumbuh. Pada April 2003, Muslim Prancis membentuk sebuah lembaga bernama French Council for the Muslim Relegion atau Dewan Nasional Muslim Prancis yang dipimpin Imam Mesjid Paris, Dalil Boubakuer, asal Aljazair yang bermukim di Paris. Kalangan politisi dan pejabat Prancis sudah lama merasa cemas akan perkembangan Islam yang kian hari kian banyak jumlah pemeluknya.

Ditambah keberanian berekspresi seperti memakai jilbab, perkembangan itu menimbulkan kekhawatiran, Prancis akan menjadi ”koloni Islam” atau negara imigran muslim. Mendagri Prancis sebelumnya Sarkozy, Charles Pasqua, pernah bersumpah akan menyapu bersih kaum fundamentalus Islam dari negerinya. Menurutnya, Prancis adalah negara sekuler, karenanya, semua muslim Prancis harus menyesuaikan diri dengan keadaan, misalnya berpakaian ala Eropa.

Oleh. Muhammad Jamil.
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 19 Agustus 2021.
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Fakultas Politik Islam, Jurusan Politik Islam.

Sy. Apero Fublic

0 komentar:

Post a Comment