PT. Media Apero Fublic

PT. Media Apero Fublic merupakan perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha Publikasi dan Informasi dengan bidang usaha utama Jurnalistik.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic adalah buletin yang mengetengahkan tentang muslimah, mulai dari aktivitas, karir, pendidikan, provesi, pendidikan dan lainnya.

Penerbit Buku

Ayo terbitkan buku kamu di penerbit PT. Media Apero Fublic. Menerbitkan Buku Komik, Novel, Dongeng, Umum, Ajar, Penelitian, Ensiklopedia, Buku Instansi, Puisi, Majalah, Koran, Buletin, Tabloid, Jurnal, dan hasil penelitian ilmiah.

Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic merupakan jurnal yang membahas tentang semua keilmuan Humaniora. Mulai dari budaya, sejarah, filsafat, filologi, arkeologi, antropologi, pisikologi, teologi, seni, kesusastraan, hukum, dan antropologi.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis tradisional asli Sumatera Selatan.

Apero Fublic

Apero Fublic, merupakan merek dagang PT. Media Apero Fublic bidang Pers (Jurnalistik).

Apero Book

Apero Book merupakan toko buku yang menjual semua jenis buku (baca dan tulis) dan menyediakan semua jenis ATK.

Buletin

Buletin Apero Fublic merupakan buletin yang memuat ide-ide baru dan pemikiran baru yang asli dari penulis.

8/04/2019

Tiga Tipologi Rumah Panggung Di Provinsi Sumatera Selatan

Apero Fublic.- Rumah panggung adalah bentuk rumah tradisional masyarakat di kawasan Asia Tenggara. Wilayah tropis, dengan keanekaragaman hayati terutama jenis tumbuhan. Telah melahirkan kebudayaan bagi manusia yang mendiami wilayah tropis. Banyaknya sumber daya kayu membuat perkembangan bangunan tempat tinggal juga dengan menggunakan kayu, rumah panggung.

Selain itu, bangunan rumah panggung juga dibentuk dari tantangan alam. Misalnya banjir, menghindari hewan berbisa, hewan buas seperti harimau. Juga bentuk pemukiman kawasan perairan atau rawa-rawa. Sehingga terbentuklah budaya rumah panggung. Dalam perkembangan pembangunan tempat tinggal, ada tiga tipologi umum rumah panggung yang terdapat di kawasan Provinsi Sumatera Selatan. Rumah panggung masuk dalam salah satu kebudayaan Melayu.


A.Rumah Panggung Basepat

Rumah Panggung Basepat adalah rumah panggung hasil perkembangan bangunan rumah panggung generasi pertama. Kata basepat dalam bahasa Melayu berati bertingkat. Tapi tingkat ini tidak meninggi, tingkat yang bersusun rendah. Rumah panggung basepat dinamakan rumah limas sekarang. Penamaan diambil dari bentuk atap atasnya yang berbentuk melimas.

Namun penamaan ini kurang tepat sebab tidak mengakar dari budaya masyarakat Sumatera Selatan sebenarnya. Penamaan yang terburu-buru tanpa melakukan penelitian yang mendalam di tengah masyarakat. Mengingat seluruh bangunan tempat tinggal di Indonesia atapnya hampir melimas. Rumah Panggung Basepat atau rumah limas ini menjadi rumah adat Provinsi Sumatera Selatan dan pernah menjadi gambar di uang sepuluh ribu rupiah.

Kata basepat berkembang dari kata sekat. Kata sekat sudah sejak lama ada di dalam bahasa Melayu. Sekat bermakna batas yang bersipat tidak permanen. Misalnya ruangan tengah rumah disekat dengan tirai untuk sementara. Arti umum sekat adalah batas.

Awalan kata ba menjelaskan memasang, memakai, mengambil, melakukan atau digunakan. Perkembangan kata sekat menjadi basepat untuk pembedaan dari kata sekat. Biasanya dalam pembahasan timbul salah pemaknaan. Sekat yang artian mana sehingga timbul gejolak dalam perbincangan. Di dorong juga salah ucap saat masyarakat penyampaian kata.

Sehingga basekat berubah basepat. Basepat juga memunculkan makna menjadi tingkat-tingkat. Tapi tingkat yang tidak meninggi. Basepat juga bermakna batas-batas yang rendah. Itu dirujukkan dengan lantai yang berbatas sekeping papan (kijing), lalu meningkat setinggi 30 cm, berbatas sekeping papan lagi (kijing).[1]

Banyak peneliti mengaitkan dengan lantainya yang naik turun dengan kebudayaan punden berundak. Namun, bentuk bangun berundak tidak hanya meningkat dari satu sisi, tapi diempat sisi. Kemudian bangunan berundak pada bagian atas akan semakin mengecil.Sedangkan rumah panggung basepat semakin besar.

Pada kebudayaan asli Indonesia bangunan berudak hanya digunakan untuk bangunan keagamaan. Sebagai contoh, bangunan punden berundak manusia purba di Lampung. Bangunan candi-candi baik hindu atau budha. Kemudian sistem berundak juga saat masuknya Islam diterapkan pada bangunan atap masjid tradisional Indonesia. Bangunan berundak tidak pernah digunakan untuk bangunan tempat tinggal. Rumah panggung basepat adalah murni perkembangan dan kemajuan teknolgi pertukangan bangunan tempat tinggal dari sistem bangunan pondok.[2]

Contoh Rumah Panggung Basepat di lihat dari luar. Tampak lantainya naik turun dan bagian atas paling besar. Tidak mencerminkan pengaruh kebudayaan purba punden berundak.
Contoh bagian dalam Rumah Panggung Basepat. Tampak teknik plavon dan ukiran tradisional Melayu di dinding pembatas dengan ruang tengah rumah. Mengapa di sebut ukiran Melayu karena bersumber dari alam, seperti daun, bunga, dan pepohonan. Ukiran tersebut masih asli dan sudah berumur ratusan tahun.
Conto ukiran atau ragam hias yang selalu ada di sisi samping dinding depan rumah Panggung Basepat. Bentuk demikian sama seperti di rumah-rumah panggung basepat lainnya. Menjadi salah salah satu ciri khas rumah tradisional ini.

Ciri-Ciri Rumah Basepat Asli
1. Lantai meningkat ke atas. Di setiap tingkat lantai dibatasi dengan kijing atau papan lebar penutup.
2. Material masih tradisional, seperti reng terbuat dari bambu, kasau atau taso terbuat dari kayu bulat yang diawetkan dengan direndam.
3. Adanya pemasangan sejenis pelindung di lantai dibagian bawah dari serangan musu. Terbuat dari jalinan kayu-kayu kecil pelindung tusukan berupa tombak atau pedang.
4. Ragam hias berupa ukiran-ukiran papan yang dipasang bagian samping rumah. Di bagian pembatas ruang tengah dengan ruang tamu.
5. Serambi didinding secara menyeluruh. Pintu dan jendela dibuat sederhana tidak banyak hiasan dan motif.
6. Ada makna di setiap tingkatan lantai: makna menyesuaikan aktivitas. Maksud menyesuaikan aktivitas adalah dimana aktivitas terjadi, seumpama ada raja yang berkunjung, ulama, dan masyarakat. Maka susunan duduk raja di lantai paling atas, ulama di lantai kedua, dan dilantai ketiga rakyat. Misalnya ada pertemuan suatu keluarga dengan keluarga lain. Para orang tua di lantai atas, orang muda di lantai kedua, dan orang yang belum menikah atau bujang di lantai paling bawa.
7. Tiang dan material terbuat dari kayu-kayu berkualitas.
8. Terletak di pemukiman awal di suatu tempat (desa). Terutama tidak jauh dari tebing sungai.
9. Tiang menggunakan kayu unglen atau kayu besi.
10. Bentuk dan arsitektur sama dengan rumah-rumah basepat lainnya.
11. Tingkatan lantai rumah selalu tiga tingkat. Namun ada juga yang hanya dua atau ada yang empat tingkatan. Hitungan tingkat tidak termasuk serambi tangga di samping bangunan rumah. tingkatan ada makna-makna filoshofis.

B. Rumah Panggung Malamban
Rumah panggung tipologi malambang berbeda bentuk dari rumah panggung basepat. Kalau rumah panggung basepat lantainya naik turun. Rumah panggung malamban lurus atan mendatar. Dari serambi depan sampai ke bangunan dapur. Biasanya hanya bangunan dapur lantai sedikit menurun.

Kata malamban berasal dari kata lambanLamban adalah penamaan tempat penyeberangan sungai yang sangat sederhana. Biasanya lamban hanya terbuat dari sebatang pohon atau sebatang bambu. Kalau diartikan kedalam bahasa Indonesia lamban berarti jembatan. Awalan kata ma bermakna sedang melakukan.

Kata ma juga bermakna atau merujuk ke membentuk, serupa, semirip, atau meniru. Secara fhilosofis dijelaskan saat merakit kerangka rumah. Dimana kerangka utama adalah kitau. Kitau ini yang terpasang sangat mirip dengan lamban (jembatan). Kitau adalah kerangka yang terletak diatas tiang-tiang.

Sama halnya dengan pondasi. Semua kerangka rumah bertumpu pada kitau. Sehingga para tukang saat merakit berjalan di atas kitau. Seolah-olah mereka sedang berjalan melamban (menyeberang melalui jembatan) di atas sungai. Begitupun saat masyarakat melihat mereka sedang bekerja.

Dari ujung ke ujung berjalan diatas kerangka utama atau kitau. Sehingga lama-semakin lama kata malamban terus melekat. “melamban kitau” melamban membawa alat-alat tukang” “malamban membawa kerangka rumah yang lain. “malambam bikin rumah.” Semuanya malamban terus malamban sampai rumah tegak dan dipasang lantai. Maka kata malamban melekat saat membangun rumah tipelogi memanjang mendatar tersebut.
Foto Rumah Panggung Malamban. Coba perhatikan bentuk lantainya yang hanya melurus dan tidak meningkat atau berundak seperti rumah panggung basepat.
Ciri-Ciri Rumah Panggung Malamban
1.Rumah berbentuk persegi empat memanjang.
2.Ragam hias berupa jenis kaca lama yang banyak gambar-gambar.
3.Material terbuat dari kayu berkualitas.
4.Adanya ragam hias di atas atap, seperti patung burung, tahun pembuatan, dan sebagainya. (tidak semua).
5.Tidak ada makna-makna simbol dan klasifikasi sosial. Penyebab tidak ada lagi makna-makna adalah perkembangan rumah ini sudah menyebar sajak dalam jajahan Belanda.
6.Material sudah diolah cukup baik. Seperti tiang menggunakan batu bata jenis lama, genting lama dan sebagainya.
7.Bentuk dan arsitekturnya sama dengan rumah-rumah malamban lainnya.

C. Rumah Panggung Kotemporer
Kata kotemporer bermakna baru atau moderen. Dalam seni seperti arsitektur kotemporer adalah arsitektur yang tidak lagi terikat dengan satu bentuk, aturan-aturan, kaidah-kaidah tradisional. Arsitektur kotemporer adalah arsitektur baru yang berbentuk bebas. Rumah panggung kotemporer tidak lagi terikat dengan bentuk rumah panggung basepat dan rumah panggung malamban.

Rumah panggung basepat pada masanya semua masyarakat membuat dengan bentuk yang sama (abad ke 20 kebawa). Begitu pun saat tipologi rumah panggung malamban tersebar di seluruh Sumatera Selatan di awal abad ke 20 Masehi. Maka hampir semua rumah-rumah masa itu mengikuti bentuk atau arsitektur rumah malamban dan basepat.


Rumah Panggung Kotemporer dalam bentuk meniru rumah panggung malamban. Hanya perbedaan pada bentuknya yang minimalis. Serambi depan atau samping hanya didinding seperempat atau bentuk miniatur sederhana. Arsitekturnya bebas dan berbeda-beda.

Tinggi dan rendahnya, ukurannya dan juga cara pembuatannya. Maka rumah panggung yang bergaya bebas ini disebut Rumah Panggung Kotemporer. Penamaan kotemporer diambil dari kebutuhan ilmia dalam menggolongkan bentuk rumah panggung di zaman sekarang. Rumah panggung kotemporer adalah perkembangan ke tiga dari bangunan tempat tinggal masyarakat Melayu.

Perkembangan rumah panggung kotemporer dipengaruhi faktor sosial. Besarnya populasi penduduk, sempitnya lahan, habisnya sumberdaya kayu, tuntutan bisnis, kecepatan dalam penyelesaian. Selain itu, pengaruh budaya praktis seperti sistem hajatan yang menggunakan sistem antri, sistem antar pada penyajian jamuannya. Tren keluarga kecil yang sederhana, dan keterbatasan ekonomi.

Rumah Panggung Kotemporer bentuk dan arsitekturnya sudah bebas. Tidak lagi monoton seperti rumah panggung basepat dan rumah panggung malamban.

Ciri-Ciri Rumah Panggung Kotemporer
1. Arsitektur dan bentuknya bebas tidak mengikuti tipologi tertentu atau tipologi sezaman sebagaimana rumah basepat dan malamban.
2. Miskin ragam hias kreatifitas, seperti ukiran papan misalnya.
3. Material di olah dengan teknologi, dari reng, taso, genteng dan sebagainya.
4. Serambi depan dan samping di dinding setengah atau seperempat.
5. Tiang rumah menggunakan batu bata jenis baru atau jenis kayu biasa.
6. Terletak menghadap jalan raya dan jauh dari tebing sungai.
7. Ragam hias berupa material lain, seperti gambar, atau kerajinan tangan yang ditempel di dinding.

Seiring perkembangan zaman bangunan panggung akhirnya juga mulai dikikis oleh bangunan rumah depok. Atau jenis rumah yang dibangun langsung diatas permukaan tanah. Semoga ada perhatian dari pemerintah, terutama bidang pariwisata dan kebudayaan. Membentuk kawasan kampung budaya di kawasan desa tertentu. Seperti di Kota Palembang terdapat Kampung Al-Munawar.

Oleh. Joni Apero
Editor. Desti. S. Sos.
Palembang, 4 Agustus 2019.


[1]Kijing adalah nama papan yang melebar di sisi, di atas atau depan lantai, dinding, atau atap. Fungsi papan kijing untuk memperindah dan menutup celah-celah.
[2]Pondok adalah nama bangunan tempat tinggal orang Melayu pada masa belum tersentu kemajuan teknologi pengolahan kayu.
Sumber foto Rumah Panggung Kotemporer. Desmiana, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Foto Rumah Panggung Basepat dan Malamban oleh Apero Fublic. Lokasi Kampung Lama di Desa Gajah Mati, Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia.
Sumber data: Wawancara dengan orang tua-tua di Desa Gajah Mati. Observasi langsung penulis ke lapangan, di seluruh Kecamatan Sungai Keruh Kabupaten Musi Banyuasin, dan beberapa bagian di Kota Palembang di kawasan Tangga Buntung. Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir.

Sy. Apero Fublic

8/02/2019

Keramat Puyang Tengah Laman

Apero Fublic.- Desa Gajah Mati adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Desa dengan penduduk yang etnis Melayu, beragama Islam. Mendiami dataran rendah Sungai Keruh. Mata pencaharian penduduknya sebagi besar petani karet, buruh perkebunan kelapa sawit, pedagang, jasa angkutan, pertukangan, bisnis dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). 

Sungai Keruh yang menjadi penyubur dataran Kecamatan Sungai Keruh juga sebagai jalan sejarah dan kebudayaan. Sunga Keruh anak dari Sungai Musi  telah memberikan akses transportasi dari masa lalu. Sungai keruh sebagi akses masuknya pengaruh budaya melalui perdagangan dengan wilayah lain di Provinsi Sumatera Selatan yang diistilahkan Batang Hari Sembilan.

Pada Masa lampau perdagangan sungai, seperti dari daerah Palembang, Kayu Agung. Transportasi menggunakan perahu kajang. Perahu yang cukup besar dan memiliki atap sehingga dapat dijadikan tempat tinggal. Benda-benda yang di jual seperti berbagai jenis gerabah seperti guci, teko, periuk, piring. Jenis senjata, seperti parang, tombak, pisau dan sebagainya.

Selain dalam perdagangan, Sungai Keruh jadi transportasi masuknya pengaruh luar. Islam masuk juga melalui Sungai Keruh. Islam masuk ke Kecamatan Sungai Keruh atau Marga Sungai Keruh nama pada masa Kesultanan Palembang dan masa Kolonial Belanda. Islam masuk diperkirakan pada abad ke 16 Masehi. Sebagai bukti masuknya Islam.

Sebuah tempat keramat peninggalan seorang ulama di Desa Gajah Mati, Kecamatan Sungai Keruh. Sekarang dikenal dengan nama Keramat Puyang Tengah Laman. Konon namanya, Ahmad Mangkubumi atau juga dikenal dengan nama Syaik Djafar Sidik. Ulama ini datang dari daerah Kudus, Jawa Tengah.[1] Apabila ditelusuri masa ini memang masa pesebaran Islam ke pedalaman di Sumatera Selatan. Banyak ulama dari wilayah lain di Nusantara berdakwah ke daerah pedalaman Sumatera Selatan.

Situs Keramat Puyang Tengah Laman terletak di Dusun Lama (laut) Desa Gajah Mati. Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin. Situs Keramat Puyang berbeda dengan Situs Kepuyangan. Situs Kepuyangan adalah situs yang benar-benar terdapat makam dari seorang puyang (leluhur).

Sedangkan situs Keramat Puyang adalah berupa benda-benda peninggalan dari Puyang atau leluhur tersebut. Kata puyang selain bermakna dengan orang yang sudah tua, juga bermakna orang yang dianggap sakti, dihormati, berjasa. Atau Orang yang memiliki kemapuan supranatural lebih (karomah). Contoh keramat puyang, seperti alat-alat peninggalan diantaranya gerabah, senjata, tempat aktivitas, atau lokasi kediaman sang puyang.

Seperti Keramat Puyang Tengah Laman yang merupakan tempat aktivitas Puyang Tengah Laman. Di sana tempat beliau mengajar mengaji, mengajar mengempuh, mengajar ilmu-ilmu lainnya. Kemudian setelah dakwah dirasa cukup beliau pergi ke daerah lain untuk berdakwah.

Masyarakat yang menghormati beliau dan percayah beliau adalah ulama yang memiliki karomah. Sehingga masyarakat menjadikan tempat kediaman beliau sebagai kenangan atau keramat. Konon kepergian puyang tidak ada yang tahu, menghilang. Kemudian secara aneh tempat beliau itu muncul tanah tumbuh yang kemudian dijaga oleh masyarakat.

Dalam perkembangannya tempat Keramat Puyang Tengah Laman menjadi tempat ziarah. Sehingga semakin lama semakin berkembang tatacara dalam menghormati Puyang. Tata cara ini diajarkan melalui mimpi pada penjaga kunci terdahulu. Peringatan keras yang disertai karomah beliau.  Berikut adalah tata cara ziarah ke Keramat Puyang Tengah Laman:

Hal-Hal Yang Tidak Dibolehkan Atau Dilarang Saat Ziarah.
1. Harus bersih dari hadas kecil dan hadas besar.
2. Bagi yang perempuan harus menutup aurat sesuai hukum Islam.
3. Bagi wanita yang sedang Haid tidak diperbolehkan masuk rumah keramat.
4. Tidak bole meminta-minta seperti meminta togel. Sebab Puyang Tengah Laman adalah ulama atau wali pendakwah Islam.
5. Tidak bole menjadi sirik seperti menghibah-hibah, meminta rezeki, meminta keselamatan, meminta jodoh, meminta kesembuhan dan meminta apa saja. Saat ziarah di Kepuyangan Tengah Laman.
6. Tidak boleh berbuat mesum walau hanya berpegangan tangan antara wanita dan laki-laki, walau suami istri.
7. Tidak boleh mengotori area makam puyang dengan darah apa saja, seperti darah hewan, seperti kambing, sapi, ayam atau darah orang. Sebab darah adalah najis dalam hukum Islam.
8.Tidak boleh bernazar atas nama Puyang. Bernazar hanya boleh atas nama Allah. Nazar hanya di rumah kita saja.
9. Jangan berkata-kata kotor, mencaci maki, atau membicarakan keburukan orang lain.
10. Tidak boleh memberi sesajen atau persembahan. Kalau ingin memberi sesuatu ada baiknya sedekah ke Masjid atau ke orang miskin. Karena puyang lebih suka sesuatu yang tidak mubazir. Puyang akan tersinggung, karena dia bukan pengemis dan bukan pula peminta-minta. Beliau ulama bukan siluman atau setan yang diberikan sesajen. Kalau mau sedekah atau makan-makan makan saja di rumah.

Peringatan: Sepuluh larangan tersebut di wakilkan dengan sepuluh malaikat. Setiap larangan dijaga oleh satu malaikat. Kalau anda sial melanggal larangan yang dijaga malaikat maut, entah hukuman apa yang anda dapatkan. Atau yang anda langgar larangan yang dijaga malaikat malik penjaga neraka. Kemungkinan anda akan demam panas. Beruntung kalau pantangan yang dilanggar sedang dijaga malaikat Jibril atau malaikat Ridwan. Mungkin anda akan ditegur terlebih dahulu. Sebab Malaikat Ridwan malaikat penjaga surga yang baik dan sopan.

Penting: Menurut orang-orang tua dan keterangan dari penjaga kunci Bapak Arianto. Seandainya orang berziarah melanggar hal-hal yang tidak diperbolekan tersebut. Akan terkenah sumpah Puyang. Sumpah berbunyi: Barang siapa melanggar pantangan tersebut, maka dia tidak akan selamat sampai tujuh keturunannya. Atau akan terkenah musibah yang sangat besar-besar di sepanjang hidupnya.[2]

Hal-Hal Yang Dibolehkan Untuk Para Peziara Ke Keramat Puyang Tengah Laman:
1. Meminta izin dari penjaga kunci.
2. Meniatkan hanya untuk berziarah saja. Bukan niat yang lain-lain.
3. Mengucap salam saat masuk dan keluar dari Rumah Puyang Tengah Laman.
4. Mendoahkan Puyang agar diterima oleh Allah SWT semua amal ibadahnya.
5. Mengirim Al-Fatihah untuk Puyang Tengah Laman. Sebelum mengirim Al- Fatihah sebut nama dan bin Anda.
6. Membaca surah yasin bersama-sama atau sendiri.

Catatan: enam yang dibolehkan ini dilambangkan dengan rukun iman. Di harapkan oleh Puyang Tengah Laman atau Syaik Djafar Sidik agar anak cucunya kelak yang datang atau siapa saja yang ziarah. Jangan sampai saat ziarah merusak iman. Seperti menyimpang ke kesyrikan dan melanggar pantangan. Syirik adalah dosa besar. Rukun iman: 1. Percaya pada Allah. 2. Percaya kepada malaikat. 3. Percaya pada kitab Suci Al-Quran. 4. Percaya pada Rasulullah SAW. 5. Percaya pada hari kiamat. 6. Percaya pada Qadha dan Qadhar. 

Setelah ziarah ada baiknya bagi yang memiliki hajat pergi ke masjid. Atau pulang kerumah dan beribadah. Shalat di tengah malam atau shalat tahajud, shalat istikhoroh, lalu meminta pada Allah SWT apa yang di inginkan dan di niatkan. Maka Puyang Tengah Laman sebagi ulama akan ikut mendoakan agar Allah mengabulkan apa yang kita minta pada Allah.

Sesering apa kita berdoa pada Allah sesering itu juga Puyang Ikut mendoakan kita. Doa seorang ulama shaleh di ijabah oleh Allah. “misalnya Puyang berdoa pada Allah, “Ya Allah ya Tuhanku, kabulkanlah doa si A karena dia sunggu-sunggu butuh pertolongan engkau.” Tapi kita juga harus berdoa sungguh-sungguh juga. Jangan membiarkan Puyang saja berdoa pada Allah. Maka berdoalah setelah shalat wajib, atau shalat sunah.

Jadi bagi para peziarah jangan salah kapra berdoa. Jangan meminta pada Puyang, tapi meminta pada Allah. Istilah kata Puyang itu membantu berdoa dari jauh untuk kita. Insya Allah doa kita dikabulkan oleh Allah SWT. Kita yang berziarah itu sebagai perkenalan saja. Agar Puyang tahu siapa yang dia bantu doakan dari jauh. Maka saat membaca yasin atau mengirim Al-Fatihah sebut nama dan bin anda. Nama saya si A bin si B, mengirim Puyang Tengah Laman Al-Fatihah.

Berikut adalah silsilah dari pengurus Situs Keramat Puyang Tengah Laman. Silsilah ini dimulai dari yang masih diingat oleh keluarga  pengurus. Selebihnya pengurus atau penjaga kunci Keramat Puyang Tengah Laman tidak dapat mengingat nama silsilah di atas. Karena tidak adanya sistem silsilah tertulis.

Sistem kepengurusan atau penjaga kunci keramat puyang dengan sistem turun temurun atau monarki. Pengurus yang masih diingat namanya dari Bapak Delatif. Kemudian dilanjutkan oleh anaknya bernama Bapak Hakim bin Delatif. Dari bapak Hakim diwariskan ke anak beliau Bapak Agus bin Hakim. Berikut silsilah dari keluarga pemegang kunci Keramat Puyang Tengah Laman.

Silsilah Bapak Hakim dan Ibu Muna
1. Cik Sena
2. Homsia
3. Agus
4. Umbuk
5. Husni
6. Subir

Dari bapak Agus dan Ibu Sona
1. Rohati.
2. Arianto
3. Idestri
4. Along

Silsilah dari Bapak Arianto dan Ibu Maryati
1. Tiara Nova
2. Roli Saputra.

Silsilah dari Bapak Subir dan Ibu Kartini
1. Sultan Efendi
2. Kurniati
3. Oki Aleksander
4. Tarmizi Tahar
5. Tarmizi Tahir
6. Deka Yuliana.

Apabila ditelusuri dari silsilah garis laki-laki dan tertua. Bapak Arianto menjadi keluarga tertua dari silsilah Penjaga Kunci Puyang Tengah Laman. Maka penjaga kunci jatuh ke Bapak Arinto. Peninggalan arkeologi Puyang Tengah Laman: Kendi Air: Kegunaan kendi zaman dahulu untuk Puyang mengobati masyarakat yang sakit. Senjata Pedang Puyang. Tepak (paliman) tempat alat menyirih atau makan sirih.


Bentuk budaya yang terjadi disekitar keramat puyang adalah sedekah rami atau sedekah bumi. Dilaksanakan, setiap tahun setelah panen masyarakat mengadakan syukuran bersama di sekitar Keramat Puyang. Suatu kegiatan budaya masyarakat menjalin silaturahmi. Namun sayang, dalam pelaksanaannya tidak semeriah dahulu. Tidak ada perhatian dari pemuda-pemudia di Desah Gajah Mati, terutama Karang Taruna, Pemerintahan Desa, tetua desa.

Tidak ada kepedulian, misalnya pengumpulan dana dari masyarakat. Tidak ada pembentukan panitia yang bertugas. Sehingga kegiatan kebudayaan tersebut dilakukan sederhana sekali seadanya dikordinasi keluarga penjaga kunci kepuyangan. Kemungkinan dalam waktu dekat akan hilang ditelan zaman ketika para orang tua telah tiada lagi.
Benda-benda peninggalan Puyang Tengah Laman atau Syaik Djafar Sidik atau Ahmad Mangkubumi. Ulama atau wali penyebar agama Islam di Desa Gajah Mati.
Suasana saat pelaksanaan acara Sedekah Bumi. Rumah tersebut adalah rumah turun temurun dari Penjaga Kunci Keramat Puyang Tengah Laman. Bangunan di samping adalah Rumah Keramat Puyang Tengah Laman.
Foto Bapak Arianto saat wawancara pada tanggal 5 Juni 2019. Pemegang Kunci Keramat Puyang Tengah Laman, Desa Gajah Mati.

Oleh. Joni Apero
Gajah Mati, 5 Juni 2019.
Sumber wawancara: Bapak Arianto Penjaga Kunci Keramat Puyang Tengah Laman. Wawancara dengan Bapak Sultan Efendi, Oki Aleksander, Bapak Along mereka adik dari Bapak Arinto.
Sumber foto. Sedekah Bumi atau Sedekah Rami. Ernita Yanti. 


[1]Wawancara dengan Bapak Arianto, Penjaga Kunci Keramat  Kepuyangan Tengah Laman, Desa Gajah Mati, 5 Juni 2019. Pukul 10:40 WIB.
[2]Wawancara dengan Bapak Arianto, Penjaga Kunci Keramat Puyang Tengah Laman, Desa Gajah Mati, 5 Juni 2019. Pukul 11: 00 WIB.
By. Apero Fublic.

8/01/2019

Mitos Hantuan Di Tengah Masyarakat Melayu

Apero Fublic.- Hantuan adalah sejenis makhluk halus. Hadirnya hantuan disebabkan ruh orang yang meninggal tidak terima dengan kematiannya. Atau diistilahkan dengan arwah penasaran. Hantuan muncul dan menghadirkan suatu mitos di tengah masyarakat Melayu Sekayu. Berikut penjelasannya.

Mitos adalah cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu yang mengandung penafsiran tentang asal usul alam semesta dan bangsa itu.[1] Mitos dapat juga ditafsirkan suatu cerita dan keyakinan suatu masyarakat tanpa memiliki fakta-fakta sesuai logika dan bersifat kegaiban dan keajaiban. Setelah mitos diikuti dengan paham animisme. Animisme adalah kepercayaan pada roh-roh yang mendiami benda-benda, seperti pohon, batu dan sebagainya.[2]

Animisme adalah kepercayaan kalau benda yang hidup atau mati memiliki roh atau nyawa sama halnya dengan manusia atau hewan. Manusia pada masa ini memuja atau menyembah pohon-pohon besar, batu besar, dan kemudian berkembang dengan membuat patung-patung. Masyarakat animisme yakin orang-orang yang sudah meninggal roh atau arwah mereka akan tinggal di suatu tempat, seperti pepohonan besar, hutan lebat, gunung-gunung, lembah, gua-gua. Dari pemikiran itu, akhirnya muncul paham tempat angker atau menakutkan di suatu tempat.

Sedangkan dinamisme adalah kepercayaan adanya kekuatan ghaib atau mistik yang terdapat di dalam suatu benda-benda. Seperti senjata pusaka, jimat, mantera-mantera, kuburan, batu besar dan sebagainya.[3] Kedua paham ini dinamakan paham tahayul yang dilarang di dalam Islam. Para pelaku yang percaya dihukum berdosa.

Kedua paham tahayul animisme dan dinamisme tersebut mendarah daging di dalam jiwa bangsa Indonesia. Sejak masa-masa purba sudah menjadi jalan pemikiran masyarakat. Sehingga walaupun sudah menjadi seorang muslim tetap percaya dengan tahayul. Bentuk tahayul yang merupakan turunan dari paham animisme dan dinamisme seperti percaya adanya sejenis mahluk halus, yaitu Hantu. Pada masyarakat Melayu Musi Banyuasin, Sumatera Selatan ada istilah penyebutan makhluk sejenis hantu dengan Hantuan.

Kata Hantuan berasal dari kata antuAntu adalah istilah penyebutan mahluk halus yang jahat. Sedangkan akhiran an adalah menjelaskan proses menjadi. Sesuatu yang satu menjadi lebih dari satu. Dari manusia kemudian menjadi bentuk lain, yaitu hantu.

Dalam pemikiran masyarakat proses adanya atau munculnya Hantuan disebabkan kematian tidak wajar seseorang. Misalnya di suatu tempat ada orang yang meninggal diterkam harimau di bawah sebatang pohon besar. Maka ruh orang tersebut akan menjadi hantu. Masyarakat percaya kalau disekitar itu, dan pohon tersebut akan menjadi rumah ruh orang yang meninggal diterkam harimau itu.

Sehingga timbullah penyebutan dengan Hantuan. Penamaan hantuan juga sesuai dengan tempat. Misalnya pohon itu namanya pohon rengas. Maka namanya Hantuan Pohon Rengas. Atau dengan nama orang yang meninggal di sana. Misalnya nama orang diterkam harimau tersebut, Zura. Maka namanya Hantuan  Zura.

Hal-hal yang dipercaya masyarakat saat kehadiran hantuan. Adanya kejadian-kejadian aneh-aneh. Misalnya ada sesuatu yang mengikuti aktivitas orang yang diganggu. Kalau orang itu sedang batuk si Hantuan juga terdengar batuk. Kalau orang yang diganggu sedang melempar seseuatu. Hantuan juga melempar sesuatu. Walau tidak terlihat diketahui dengan suara-suaranya. Seandanya yang di ganggu minum terdengar suara meneguk air.

Maka Hantuan juga terdengar minum dan meneguk air. Kadang muncul kejadian ganjil. Misalnya pohon bergoyang hebat tapi tidak ada angin atau hewan di atasnya. Mitos ini berkembang terus menerus. Cerita demi cerita yang berkembang melebar. Membuat masyarakat menjadi takut, dan menghindari daerah yang diyakini ada hantuan.

Mitos Hantuan muncul dari cerita-cerita tidak jelas. Kadang disuatu tempat ada angin puyuh kecil, kebetulan di sekitar itu ada orang yang meninggal karena sakit misalnya bebrapa tahun lalu. Kemudian masyarakat menghubungkannya dengan orang meninggal tersebut. Maka tuduhan hantuan dialamatkan pada orang itu. Maka mitos hantuan terbentuk dari waktu ke waktu.

Seiring penceritaan terus menerus, turun temurun. Sehingga mitos hantuan tersebar dan diyakini keberadaanya. Kepercayaan dengan adanya Hantuan ini adalah bentuk dari rentetan kepercayaan animisme dan dinamisme. Pola pikir tahayul dan tidak logis ini patut untuk dihilangkan.

Oleh. Joni Apero.
Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, 2 Agustus 2019.
Sumber: Wawancara dengan tetua masyarakat di Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Suharso dan Ana Retnoningsih. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya, 2011. Sumber foto: Apero Fublic.


[1]Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang: Widya Karya, 2011, h. 324.
[2]Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.  43.
[3]Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 123.


Sy. Apero Fublic

Menjemput Jodoh Dengan Adat Malarai


Apero Fublic.- Dalam proses terjadinya pernikahan pada Masyarakat Melayu di Kabupaten Musi Banyuasin ada tradisi adat untuk menuju pernikahan, yaitu adat malarai. Sistem adat malarai ini sudah ada sejak zaman kesultanan. Dalam penyebutan adat malarai terdiri dari beberapa sebutan.

Pertama, turun larai yang bermakna telah melakukan adat malarai seorang gadis dan perjaka. Pemasukan kata turun dirujukkan pada rumah-rumah masyarakat Melayu yang semuanya rumah panggung. Apabila penghuni rumah akan pergi, maka dia akan menuruni tangga. Kata turun juga bermakna melaksanakan langsung atau mengerjakan sendiri.

Sebagai contoh ada ungkapan kata turun “pemerintah diharapkan turun tangan dalam menyelesaikan komflik.” Begitupun kata turun dalam penyebutan turun larai memberi pesan bahwa anak mereka telah melaksanakan sendiri dalam menjemput jodohnya.

Anak gadis yang menika juga diistilahkan pergi dalam artian positif. Sedangkan kata Larai bermakna lari dalam bahasa Indonesia. Kata larai disini bukan berarti melarikan diri. Tapi bermakna mendatangi suatu tempat, yaitu rumah pemerintahan setempat. Sedangkan awalan kata Ma dalam bahasa Melayu bermakna sedang terjadi atau sedang melakukan.

Sehingga istilah malarai diartika secara harfiah adalah seorang laki-laki perjaka dan seorang perempuan gadis perawan yang sedang melakukan perjalanan, dari satu tempat ke tempat lain. Lalu mereka ingin menetap. Dalam artian ini adalah menikah atau berumah tangga.

Pada masa kesultanan, adat malarai mendatangi rumah penghulu, pesirah, atau depati. Kemudian menyatakan ingin menikah secara sah. Baru kemudian pemerintahan setempat memberitahu keluarga dan masyarakat bahwa telah dilaksanakan adat malarai.

Maka keluarga kedua belah pihak bermusyawara untuk menikahkan keduanya. Pada masa kemerdekaan ketika masuknya pengaru luar. Seperti pada zaman penjajahan Jepang masuknya sistem RT dan RW. Maka adat malarai juga kadang mendatangi rumah RT atau RW, Kepala Dusun, Kepala Desa.

Pada saat sekarang ketika administrasi pemerintahan desa telah lengkap. Maka adat malarai sering di rumah P3N (Pembantu Pegawai Pencatat Nikah), di setiap desa. Karena pernikahan berhubungan dengan hukum agama. Adat malarai terdiri dari dua kategori, yaitu adat malarai terang dan adat malarai raje.

I.Adat Malarai Raje.
Kata raje diartikan dalam bahasa Indonesia berarti raja. Raje atau raja dalam bahasa Melayu bukan hanya merujuk ke istilah raja yang memimpin sebuah kerajaan. Tapi kata raje atau raja bermakna juga dengan pemimpin. Tapi masuk dalam jalur tata pemerintahan. Misalnya Kepala Desa di sebut raje bermakna pemimpin desa.

Adat malarai raje adalah saat melaksanakan adat malarai pengantin wanita di titipkan di rumah pemerintahan setempat. Pengantin wanita belum boleh dijemput oleh pihak mempelai laki-laki sebelum ada keputusan musyawara antar keluarga. Keputusan musyawara misalnya pemberian syarat-syarat yang dipinta oleh keluarga mempelai wanita.

Seperti mahar, jojoh, dan perlengkapan adat istiadat. Kata mahar biasanya diganti dengan kata Mas KawinJojoh adalah permintaan keluarga dan mempelai wanita berupa uang, emas, atau barang-barang. Sedangkan perlengkapan adat, seperti punjunggenti duduk, dan pelangkahPunjung terdiri dua, punjung wali, dan punjung menta. Punjung wali terdiri dari masakan ayam yang tidak potong-potong (utuh).

Punjung mentah adalah ayam hidup yang dilengkapi perlengkapan masak, seperti bumbu. Punjung wali diberikan saat acara akad nikah. Sedangkan punjung mentah diberikan saat mengantar jojoh, mahar, dan pelangkah. Pelangkah diberikan seandainya si mempelai wanita mendahului kakaknya (laki-laki atau perempuan).

II.Adat Malarai Terang.
Malarai Terang adalah pembedaan saja dari adat malarai raje. Kata Terang bermakna jelas, memberitahu, tidak sembunyi-sembunyi. Adat malarai terang dalam pelaksanaannya tidak menitipkan mempelai wanita di tempat pemerintah setempat. Setelah mereka melapor dan menyatakan ingin menika, malarai.

Kemudian adminitrasi mereka diterima pemerintahan setempat. Mereka dinyatakan menjadi sepasang pengantin. Maka mempelai wanita kembali pulang kerumah orang tuanya. Baru kemudian keluarga keduabelah pihak bermusyawarah untuk melangsungkan pernikahan. Akad nikah dilakukan di rumah mempelai wanita.

Adat malarai terang hanya bentuk pengikatan agar pernikahan terjadi walaupun dalan keadaan sesederhana apapun. Malarai terang hampir sama dengan proses lamaran. Hanya saja melibatkan pemerintah setempat terlebih dahulu. Karena kedua pengantin khawatir keinginan mereka menikah dipersulit keluarga mereka.

Kebaikan adat malarai terang adalah tidak terburu-buru dalam proses pemenuhan syarat pernikahan. Kedua belah pihak akan merasa aman dan tidak merasa malu karena mempelai wanita di rumah orang tuanya. Sedangkan kerugian adat malarai raje adalah terburu-burunya dalam pemenuhan syarat-syarat yang dipinta keluarga mempelai wanita.

Sering syarat diadakan hanya separu dari yang diminta. Saat pengantin atau anak mereka masih di rumah pemerintahan setempat. Orang tua mempelai laki-laki akan panik mencari uang untuk syarat. Sehingga sering menjual cepat apa saja yang mereka miliki. Begitupun dengan keluarga mempelai wanita selain malu juga khawatir anak perempuan mereka di rumah orang (pemerintah setempat).

Adat malarai sesungguhnya hanya untuk penegasan dan pengikatan untuk menuju pernikahan. Namun dalam konsekkuensinya setelah melaksanakan adat malarai. Apabila tidak dinikahkan atau pernikahan mereka batal. Sehingga si gadis akan rusak nama baiknya di mata masyarakat.

Masyarakat dan para pemuda akan mensejajarkan si gadis dengan janda. Si gadis akan malu dan merasa rendah diri. Bahkan kadang si gadis tidak ada lagi pemuda atau bujang yang mau mendekatinya. Anggapan tidak suci atau bekas orang akan dicap pada si gadis yang batal menikah setelah melaksanakan adat malarai.

Dengan demikian, mau tidak mau, setelah melaksanakan adat malarai keluarga perempuan cenderung mengalah. Karena yang penting adalah anak mereka jadi menikah dengan pengantin laki-laki. Hal yang diharapkan dari kedua mempelai keluarga mereka tidak mempersulit jalan pernikahan mereka.

Oleh. Joni Apero
Editor. Desti. S. Sos.
Palembang, 2 Agustus 2019.
Sumber wawancara dengan tetua desa, di Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Sumber foto. Apero Fublic. Lokasi Dusun Lama Desa Gajah Mati. Rumah panggung tipe malamban.


Sy. Apero Fublic